Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Kajian

Bantahan

Fiqih

Waktu Mandi pada Hari Raya

14 Oktober 2013





Kapan waktu untuk mandi di hari raya? Karena kalau saya mandi setelah fajar, waktunya sangat sempit sekali. Karena tempat shalat Id jauh dari rumahku.

Alhamdulillah
Pertama,

Mandi di hari raya adalah sunnah. Telah diriwayatkan bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam mandi di hari raya. Diriwayatkan juga dari sebagian shahabat mandi di hari raya. Seperti Ali bin Abi Thalib, Salamah bin Akwa dan Ibnu Umar radhiallahu anhum.

An-Nawawi rahimahullah dalam Kitab Al-Majmu mengatakan, "Semua sanadnya adalah lemah dan batil kecuali atsar dari Ibnu Umar yang dijadikan pegangan dalam masalah ini (yakni penetapan anjurannya) dan diqiyaskan (dianalogikan) dengan shalat Jum'at."

Ibnu Qoyim rahimahullah mengatakan, "Dalam (masalah) ini ada dua hadits yang lemah. Akan tetapi telah ada ketetapan dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma yang dikenal  sungguh-sungguh mengikuti sunnah, bahwa beliau mandi di hari raya sebelum keluar."

Kedua,

Adapun waktu mandi di hari raya, yang paling utama hal itu dilakukan setelah shalat fajar. Kalau mandi sebelum shalat fajar, tetap diterima karena waktunya sempit dan berat apabila dilakukan setelah shalat Fajar, karena banyak yang ingin pergi melakukan shalat Id, begitu juga mungkin tempat shalatnya jauh.

Dalam kitab Al-Muntaqa Syarh Al-Muwatha Imam Malik dikatakan, "Dianjurkan mandi sesaat sebelum berangkat ke tampat shalat. Ibnu Habib mengatakan, ‘Sebaik-baik waktu mandi adalah setelah shalat subuh. Malik mengatakan dalam Mukhtashar, kalau mandi untuk dua hari raya setelah fajar, perkaranya luas."

Dalam kitab Syarh Mukhtashar Khalil, 2/102 disebutkan bahwa waktunya adalah seperenam malam akhir.

Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitab Al-Mughni berkata, "Dan waktu mandi (yakni hari raya) setelah terbit fajar, demikian yang tampak dari perkataan Al-Kharaqi. Al-Qadi dan Al-Amidi mengatakan, ‘Kalau dia mandi sebelum fajar, maka tidak tepat sunnah mandinya. Karena mandi untuk shalat untuk hari (itu), maka tidak dilakukan sebelum fajar seperti mandi Jum'at. Ibnu Aqil mengatakan, ‘Yang ditetapkan dari Imam Ahmad adalah sebelumnya. Karena waktu Id lebih sempit dibandingkan waktu Jum'at. Kalau terpaku dengan fajar, khawatir tidak sempat. Karena maksudnya adalah untuk membersihkan diri. Oleh karena itu, dapat dilakukan di waktu fajar dan sesudahnya. Mandi juga dapat dilakukan di waktu malam karena lebih dekat dengan shalat. Yang lebih utama dilakukan setelah fajar, agar keluar dari perbedaaan, lebih bersih karena dekat dengan waktu shalat."

An-Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu berkata, "Terkait dengan waktu sahnya mandi ini ada dua pendapat, salah satunya adalah setelah terbit fajar. Ditegaskan dalam Kitab Al-Umm. Ini yang paling kuat menurut kesepakatan ulama kalangan kami. Namun diperbolehkan juga dilakukan setelah dan sebelum fajar."

Al-Qadi Abu At-Thayyib dalam kitabnya Al-Mujarrad Syafi’i menegaskan di kitab Al-Buwaithy akan sahnya mandi untuk hari raya sebelum terbitnya fajar.

An-Nawawi berkata, "Kalau kami katakan yang paling kuat, hal itu menunjukkan sebelum fajar juga sah. Dalam hal ini ada tiga pendapat. Yang paing kuat dan paling dikenal adalah sah mandi dilakukan setelah pertengahan malam dan tidak sah sebelumnya. Kedua, sah dilakukan pada  seluruh malam. Hal ini ditegaskan oleh Al-Ghazali dan dipilih oleh Ibnu Ash-Shabbag dan lainnya. Ketiga, sah kalau dilakukan menjelang fajar di akhir malam. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Baghawi."

Kesimpulannya, tidak mengapa mandi untuk hari raya sebelum shalat Fajar agar memungkinkan bagi seorang muslim dapat segera keluar melaksanakan shalat Id.

Wallahu ta’ala a’lam .

Bau Mulut Orang berpuasa Tidak lebih harum dari minyak Kasturi!

24 Juli 2013



Mulut baik di bulan baik, tidak boleh berkata-kata yang kotor, jorok, mencaci, menghina, mencemooh, menggunjingkan orang, dan lain-lainnya. Apalagi saat ini semua umat Islam menjalankan ibadah puasa. Ketika melaksanakan ibadah puasa pastinya mulut berbau. Sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi” (HR. Muslim no. 1151).
Berdasarkan hadits di atas, apakah benar bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah SWT daripada bau minyak kasturi? Apakah statetmen di atas hanya sekedar motivasi atau stimulant untuk orang-orang menjalankan ibadah puasa? Atau hadits di atas yang mempunyai makna kiasan saja, bukan makna sebenarnya.
Kita jangan salah tafsir dengan hadits di atas, yang dimaksud dengan hadits di atas adalah sebenarnya bau mulut orang berpuasa diganti dengan bau minyak kesturi di surga berasal dari hati yang bersih dan hanya mengeluarkan perkataan yang baik saat berpuasa. Kita tidak boleh berkata yang bukan-bukan seperti menghina orang, mencemooh orang, mencaci orang, menghardik orang tua, berkata kasar seperti ah,ih, dan uh kepada orang tua, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya “dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia*. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS. Al-Israa’: 23-24).
Keterangan* maksudnya adalah mengucapkan kata “Ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Jadi yang dimaksud dengan bau mulut orang berpuasa bukan serta merta dalam arti sebenarnya. Dengan demikian berkumur, sikat gigi, dan siwak boleh dilakukan karena bisa menghilangkan bau mulut. Sedangkan yang sebenarnya bau mulut orang berpuasa diartikan hanya secara tersirat.


Bolehkah Berkumur dan Menyikat Gigi pada saat berpuasa?



Saat bulan puasa, mulut berbau tidak sedap, jika ingin berbicara dengan teman atau pejabat membuat kita tidak pede. Orang yang menjadi lawan bicara kita akan merasa resah tidak karuan, toleh kiri dan toleh kanan, dan mungkin akan agak menjauh dari diri kita, dan mungkin berada pada posisi yang berlawanan dengan arah angin.
Jika  kita mengalami hal demikian, apa yang harus kita lakukan? Perasaan apa yang kita rasakan pada saat itu? Mungkin kita akan pergi ke belakang (WC) untuk kumur-kumur atau menyikat gigi dengan odol serta sikat gigi atau siwak, atau mungkin kumur-kumur dengan laserin. Perasaan kita mungkin pada waktu itu merasa tidak enak, kecil hati, atau tersinggung. Untuk menghilangkan semua itu, kita pergi ke belakang untuk menyikat gigi. Akan tetapi, bolehkah kita berkumur-kumur atau menyikat gigi pada saat berpuasa?
Lihatlah beberapa riwayat mengenai hal tersebut di bawah ini:
1.      hadits pertama “Dari Amir bin Rabiah melihat aku Amir pada Nabi Muhammad SAW, memakai siwak siapa Nabi dan Nabi orang yang sedang berpuasa”.
2.      hadits kedua “Dari Abu Hurairoh dari Nabi Muhammad SAW, Seandainya tidak memberatkan atas umatku niscaya perintah aku pada mereka dengan memakai siwak disisi setiap wudhu”.
3.      hadits ketiga “Dari Aisyah RA dari Nabi Muhammad SAW, adapun memakai siwak adalah mensucikan pada mulut yang mana disenangi oleh tuhan” (HR Bukhari).
Dengan adanya tiga hadits di atas, cukuplah menjadi landasan untuk menjawab pertanyaan di atas, kumur-kumur dan bersiwak atau menyikat gigi pada saat berpuasa itu “boleh”. Tujuan dari semua itu apa? Tujuannya adalah untuk menghilangkan bau mulut pada saat kita melaksanakan ibadah puasa, agar tidak mengganggu ibadah puasa orang lain dengan bau mulut kita. Karena kadang-kadang dengan bau mulut kita tersebut, membuat orang yang berada di samping kita atau yang menjadi lawan bicara kita, mau mual atau muntah.  

Pengertian puasa, hukum, dan keutamaannya

15 Juni 2013






Oleh : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri
Allah SWT memerintahkan menjalankan beberapa ibadah untuk menguji hamba, apakah ia mengikuti hawa nafsunya atau menjunjung perintah Rabb-nya. Dia SWT menjadikan perkara agama terbagi pada hal-hal yang bersifat menahan diri dari yang disukai seperti puasa, sesungguhnya ia adalah menahan diri dari yang disukai berupa makanan, minuman, jima' karena mengharap wajah Allah SWT.

Dan termasuk di antara perkara agama adalah memberikan yang disukai seperti zakat dan sedekah, dan hal itu adalah memberikan yang disenangi yaitu harta karena mengharap ridha Allah SWT.
Terkadang mudah bagi seseorang memberikan seribu riyal akan tetapi sulit baginya untuk berpuasa walau sehari, atau sebaliknya. Maka Allah SWT membuat beberapa jenis ibadah untuk menguji hamba.
 
. Kebaikan hati:
Kebaikan hati dan istiqamahnya adalah dengan menghadapnya secara total kepada Rabb-nya SWT dan suka dengan-Nya SWT. Karena berlebihan dalam makanan, minuman, pembicaraan, tidur, dan pergaulan dengan manusia termasuk yang memutuskannya dari Rabb-nya SWT, menambahnya tidak teratur, dan mencerai-beraikannya di setiap jurang, kasih sayang Yang Maha Perkasa lagi Penyayang kepada hamba-Nya menuntut untuk mensyari'atkan puasa kepada mereka yang menghilangkan yang berlebihan dari makanan dan minuman, dan mengosongkan dari hati campuran syahwat yang menghalangi jalannya kepada Allah SWT.
    
Dan Dia SWT mensyari'atkan i'tikaf kepada mereka yang tujuannya adalah berhentinya hati kepada Allah SWT dan bergabungnya kepada-Nya, berkhalwah dengan-Nya, memutuskan diri dari selain-Nya. Dan Dia SWT mensyari'atkan kepada umat menahan lisan dari segala sesuatu yang tidak berguna di akhirat. Dan mensyari'atkan bagi mereka shalat malam hari yang bermanfaat kepada hati dan badan.
 
Puasa: adalah menahan diri dari makan, minum, jima' dan segala yang membatalkan mulai dari terbit fajar kedua hingga tenggelam matahari dengan niat puasa karena beribadah (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
 
Hikmah disyari'atkannya puasa:

1.    Puasa adalah wasilah (sarana) untuk bertaqwa kepada Allah SWT dengan melakukan kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan.

2.    Puasa membiasakan manusia menahan jiwa dan mengekang hawa nafsunya, dan latihan memikul tanggung jawab dan sabar terhadap kesulitan.

3.    Puasa membuat seorang muslim dapat merasakan penderitaan saudara-saudaranya, lalu hal itu mendorongnya berinfak dan berbuat baik kepada fakir miskin, maka dengan hal itu terwujudlah cinta kasih dan persaudaraan.

4.    Dengan puasa dapat membersihkan diri dan mensucikannya dari akhlak yang kotor dan campuran yang hina. Dan saat berpuasa merupakan waktu istirahat bagi pencernaan, lambung beristirahat, lalu saat berbuka mengembalikan aktivitas dan kekuatannya.
 
Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam, Allah SWT menisbatkan kepada-Nya sebagai kemuliaan dan pengagungan. Dia SWT mewajibkannya pada tahun kedua Hijriyah. Rasulullah SAW berpuasa Ramadhan selama sembilan kali.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling utama, dan sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan lebih utama dari pada sepuluh malam Bulan Dzulhijjah, karena didalamnya terdapat lailatul qadar. dan sepuluh hari Dzulhijjah lebih utama dari pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Hari Jum'ah adalah hari paling utama dalam seminggu, dan hari berkurban (10 Dzulhijjah) adalah hari paling utama dalam setahun, dan lailatul Qadar adalah malam paling utama dalam setahun.

Hukum Puasa Ramadhan:
    
Puasa Ramadhan hukumnya wajib atas setiap muslim, baligh, berakal, mampu berpuasa, muqim (tidak bepergian), laki-laki atau perempuan, tidak ada penghalang seperti haid dan nifas, dan ini khusus bagi perempuan.
    
Allah SWT mewajibkan berpuasa kepada umat ini, sebagaimana Dia SWT mewajibkannya kepada umat-umat sebelumnya. Firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah :183)

Keutamaan Bulan Ramadhan:
1. Allah Ta'ala berfirman:

2. Dari Abu Hurairah r.a, 'Ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila telah tiba bulan Ramadhan, dibukalah pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, dan syetan-syetan dibelenggu.' Muttafaqun 'alaih.
. Keutamaan Puasa:

1.    Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Setiap amal ibadah anak Adam a.s (manusia) dilipat gandakan. Satu kebaikan berlipat sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah SWT berfirman, 'Kecuali puasa, ia adalah milikku dan Aku yang akan membalasnya. Ia meninggalkan nafsu syahwat dan makanannya karena aku. Bagi yang berpuasa ada dua kebahagiaan: bahagia saat berbuka dan gembira saat bertemu Rabb-nya. Sungguh bau mulutnya lebih wangi di sisi Allah SWT dari pada aroma minyak kesturi.' Muttafaqun 'alaih.

2.    Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.' Muttafaqun 'alaih.

3.    Dari Sahl bin Sa'ad r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Di surga ada delapan pintu, padanya ada satu pintu yang bernama ar-Rayyan, tidak bisa memasukinya selain orang-orang yang berpuasa.' Muttafaqun 'alaih.  

Tabaruj (Bersolek).

8 Juni 2013




Tabaruj (Bersolek)

         Pengertian tabaruj yaitu seorang wanita yang menampakan di depan laki-laki asing yang bukan termasuk dari mahramnya, anggota badan yang telah di wajibkan oleh syari'at supaya di tutupi, seperti kemolekan maupun perhiasaannya. Maka tabaruj tersebut adalah seorang wanita menampakan perhiasaan serta keindahannya di depan laki-laki asing yang bukan termasuk mahramnya. Seperti halnya membuka serta menampakan anggota badan yang tidak layak untuk di lihat melainkan oleh suaminya, atau menampakan perhiasaannya, paha atau betisnya, dada serta lehernya maupun wajahnya.

       Syaikh Abul 'ala al-Mududi mengatakan: "Kalimat tabaruj jika disematkan pada seorang perempuan maka mempunyai tiga pengertian: Pertama;  Seorang wanita yang menampakan kepada orang asing kecantikan wajahnya serta anggota badan yang bisa membikin fitnah. Kedua; Menampakan pada orang asing keindahan baju maupun perhiasaannya. Ketiga; Menampakan dirinya dengan cara jalannya yang melenggak lenggok dan memakai minyak wangi supaya di perhatikan oleh para lelaki. [1]


Hukum bertabarruj

         Tabaruj hukumnya adalah haram berdasarkan al-Qur'an dan Sunah Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam dan kesepakatan para ulama, karena seorang perempuan seluruh tubuhnya adalah aurat yang tidak boleh bagi orang asing yang bukan termasuk mahramnya untuk melihatnya, baik badannya, rambutnya, perhiasaannya maupun pakaian dalamnya.

       Adapun fenomena yang di lakukan oleh kebanyakan para wanita pada zaman ini, dengan menanggalkan pakaianya, bersolek, berhias, menampakan perhiasaan yang di pakainya, serta kelakuan lainnya yang tidak lebih dari memikul seabrek perbuatan dosa lainnya di tambah lagi tanpa mereka sadari bahwasannya mereka sedang menyerupai para wanita kafir yang membikin fitnah bagi kaum laki-laki.

       Yang demikian itu, di sebabkan, karena keluarnya seorang wanita yang membuka auratnya, seperti rambut, leher, betis, paha, atau yang lainya termasuk perbuatan dosa dan kemungkaran yang sangat besar, di mana hal itu menyelisihi syari'at yang indah. Demikian pula keluarnya seorang wanita dengan pakaian yang menimbulkan fitnah bagi lelaki atau memakai pakaian tipis menerawang yang menampakan lekuk tubuhnya, maka perbuatan ini atau yang semisalnya juga termasuk dari kategori tabaruj yang telah di haramkan oleh Allah dan RasulNya. [2]

        Dan termasuk perbuatan dosa yang paling besar serta fitnah yang sangat mematikan adalah apa yang di lakukan oleh kebanyakan para wanita pada zaman ini, mulai dari keluarnya mereka dari rumah-rumahnya, membikin fitnah serta terfitnah tatkala ia keluar dengan bersolek, memakai perhiasaan, minyak wangi, serta menampilkan keelokan tubuhnya dengan berkumpul campur baur bersama laki-laki, itu semua adalah faktor yang menyebabkan kemurkaan Allah Azza wa jalla, dan berhak mendapat azab serta hukumanNya.


Dalil-dalil yang menerangkan keharaman tabarruj

         Telah banyak di jelaskan di dalam al-Qur'an, dalam ayat-ayatnya serta hadits-hadits shahih dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, yang keduanya merupakan sumber hukum yang paling pokok di dalam syari'at agama Islam. Di dalam ayat-ayat mau pun hadits-hadits tersebut, begitu banyak bertebaran dalil yang menjelaskan serta mengharamkan perbuatan tabaruj disertai ancaman yang sangat keras bagi siapa saja yang melanggarnya, karena di dalam tabaruj tersebut terkandung akibat dan kerusakan yang sangat fatal bagi agama, masyarakan serta lingkungan. Di antara dalil-dalil tersebut yaitu:

Pertama: Firman Allah Ta'ala:

"Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu".  (QS al-Ahzab: 33).

        Maksud ayat yaitu tetapilah rumahmu jangan keluar rumah tanpa ada keperluan yang mendesak, karena hal itu tentu lebih selamat dan bisa lebih menjaga dirimu.

Dan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Sesungguhnya seorang wanita adalah aurat, yang apabila keluar dari rumahnya maka setan mempercantik (orang yang) melihatnya". HR Tirmidzi dan al-Bazaar.[3]

         Kalau kita perhatikan ayat mulia di atas tadi, akan kita dapati bahwasanya kandungan yang ada di dalamnya di tujukan kepada istri-istri Nabi Shalallahu 'alihi wa sallam secara khusus, akan tetapi hukumnya berlaku umum bagi seluruh wanita kaum muslimin, karena istri-istri Nabi merupakan ibunda kaum muslimin, di samping itu mereka adalah teladan yang baik bagi wanita lain, serta contoh bagi seluruh wanita pada setiap zaman dan tempat.

        Dan yang lebih menegaskan lagi akan hal itu adalah keumumam hukum yang berkaitan dengan masalah ini, sebelum berdalil dengan ayat di atas atau yang akan kita sebutkan sesudah ayat ini, yaitu dalil yang menunjukan tidak bolehnya seorang wanita melembutkan suaranya di hadapan laki-laki serta perintah supaya mereka para wanita berbicara seperlunya dan tidak di buat-buat yang membuat seorang laki-laki tergoda atau ingin menggodanya, dan juga larangan bertabaruj seperti tabarujnya orang-orang Jahiliyah yang pertama dahulu, dan tabaruj artinya menampakan perhiasaan dan kemolekan tubuhnya, dan juga perintah untuk mengerjakan sholat, membayar zakat, serta mentaati Allah dan RasulNya. Maka semua perintah ini umum, masuk di dalamnya istri-istri Nabi dan juga seluruh para wanita kaum muslimin.

         Berkata Imam Qurthubi menafsirkan ayat yang mulia ini: "Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumahmu". Di sini ada perintah supaya para wanita tetap tinggal di dalam rumahnya, walaupun pada asalnya hukum ini di arahkan kepada istri-istri Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam akan tetapi hukum ini juga berlaku bagi wanita yang lain secara makna. Dan ini kalau seandainya tidak ada dalil secara umum yang menjelaskan masalah ini bagi seluruh wanita, bagaimana tidak karena syari'at penuh dengan perintah bagi wanita untuk tetap tinggal di dalam rumahnya dan menjaga diri agar tidak keluar rumah melainkan kalau memang ada urusan yang sangat mendesak". [4]

         Di sebutkan dalam sebuah hadits bahwa Saudah binti Zam'ah salah seorang istri Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah di tanyakan kepadanya: "Kenapa engkau tidak pergi haji dan umrah seperti saudari-saudarimu? Dia menjawab: "Saya telah menunaikan ibadah haji dan juga umrah, sedangkan Allah telah memerintahkan kepada saya supaya tetap tinggal di dalam rumahku". Berkata salah seorang rawi hadits; "Sungguh demi Allah, beliau tidak pernah keluar dari pintu rumahnya sampai beliau di keluarkan dari dalam rumahnya ketika sudah menjadi mayat, semoga Allah meridhoinya". [5]

        Syaikh Abdurahman as-Sa'di mengatakan di dalam tafsirnya: "Firman Allah Ta'ala "Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu". Maknanya janganlah kalian banyak keluar rumah dengan bersolek dan berdandan atau memakai minyak wangi ketika keluar rumah seperti kebiasaan orang-orang jahiliyah dahulu, yang mana mereka tidak memiliki ilmu maupun agama". [6]

Kedua: Di antara salah satu dalil yang menerangkan keharaman bertabaruj adalah firman Allah Ta'ala:


"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya". (QS an-Nuur: 31).

        Dan makna zinah di dalam bahasa Arab mempunyai tiga kemungkinan makna yang pertama bisa bermakna pakain yang bagus, yang kedua bermakna perhiasaan, dan yang ketiga bermakna sesuatu yang biasa di pakai oleh wanita secara umum mulai dari ujung rambutnya, wajah dan anggota badan yang lainnya, yang sering di ungkapkan pada zaman sekarang dengan alat-alat kecantikan.

         Ketiga makna inilah yang di maksud dengan zinah yang para wanita di perintahkan supaya mereka tidak menampakan pada laki-laki yang bukan mahramnya, kecuali sesuatu yang telah di kecualikan oleh Allah dari mereka. Adapun firmannya Allah Ta'ala; "Kecuali yang (biasa) nampak dari padanya". Maksudnya yaitu sesuatu yang biasa nampak dan tidak mungkin bisa di tutupi, seperti baju luar yang biasa nampak, atau tersingkap sedikit anggota tubuhnya tanpa di sengaja. Dan di ambil dari ayat ini dalil yang menunjukan bahwa wanita tidak boleh secara sengaja menampakan zinahnya yang seperti ini. [7]

         Imam al-Qurthubi menyatakan: "Yang di maksud dengan zinah ada dua macam, yang sifatnya sudah dari penciptaan asalnya dan yang kedua adalah di cari. Adapun yang memang sudah asal dari penciptaannya adalah seperti wajahnya, maka wajah merupakan asas dari zinahnya seorang wanita dan keindahan anggota tubuh karena padanya tersimpan begitu banyak manfaat dan sarana untuk bisa memperoleh ilmu, sedangkan zinah yang di cari adalah perhiasaan yang biasa di usahakan oleh seorang wanita guna mempercantik tubuhnya, seperti pakaian dan perhiasaan, maka ini semua masuk di dalam makna firman Allah Ta'ala; "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya". [8]

Ketiga: Diantara yang lainnya adalah firman Allah Azza wa jalla:


"Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada lagi berkeinginan untuk kawin (lagi), Tidaklah berdosa atas mereka menanggalkan pakaiannya dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan ".  (QS an-Nuur: 60).

        Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti masa haidnya, maksudnya adalah orang tua yang sudah sampai pada masa menopause, yang sudah tidak mungkin lagi untuk haid dan hamil di karenakan usianya yang sudah tua, di mana biasanya mereka sudah tidak punya keinginan lagi untuk menikah dan sudah tidak punya hasrat terhadap lawan jenis.

        Dan jangan di pahami bahwa maksud ayat; tidak berdosa bagi mereka menanggalkan pakaiannya, dengan menanggalkan seluruh pakaian yang biasa di pakainya sehingga menjadi bugil. Oleh karena itu, berdasarkan hal itu maka para ulama tafsir telah bersepakat bahwa yang di maksud dengan pakaian di dalam ayat ini adalah jilbab, sebagaimana di jelaskan dalam ayat lain, di mana Allah menyuruh untuk menurunkan jilbab agar bisa menutupi zinahnya, hal itu seperti yang  Allah Ta'ala firmankan dalam surat al-Ahzab:

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (QS al-Ahzaab: 59).

        Adapun firman Allah Ta'ala; "Dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan". Maksudnya yaitu tidak menampakan zinahnya. Karena hakekat tabaruj adalah pembebanan diri dengan menampakan sesuatu hal yang seharusnya wajib untuk di tutupi, akan tetapi kalimat ini lebih khusus sering di gunakan bagi wanita karena ada larangannya, yaitu agar mereka tidak membuka perhiasaannya di depan lelaki yang bukan mahramnya serta tidak menampakkan kemolekan tubuhnya di hadapan mereka.

       Adapun makna ayat maksudnya yaitu izin untuk menanggalkan jilbabnya dan khimarnya untuk semua wanita akan tetapi izinnya di tujukan bagi perempuan yang sudah tua, yang sudah tidak punya hasart lagi untuk berhias, dan sudah tidak punya keinginan pada lawan jenis, apa lagi menikah, akan tetapi walaupun sudah ada izin yang membolehkan mereka untuk menanggalkan jilbabnya, tapi jika mereka menjaga dirinya dengan tidak melepas jilbabnya tentu hal itu lebih baik lagi bagi mereka. [9]

        Kalau sekiranya hukum ini bagi orang tua yang sudah tidak punya hasrat pada lawan jenis, lalu bagaimana dengan para wanita muda yang banyak memfitnah lelaki dan juga terfitnahnya mereka oleh lelaki, oleh karena itu, Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:


"Tidak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki setelahku (melainkan) fitnahnya para wanita". HR Bukhari dan Muslim.

Dalam sabdanya yang lain beliau mengatakan:


"Takutlah kalian (dari fitnahnya) dunia dan wanita. Sesungguhnya fitnah pertama yang terjadi di kalangan Bani Israil adalah wanita". HR Muslim.

Keempat: Adanya ancaman yang sangat keras bagi para wanita yang suka bersolek dengan di ancam akan di masukkan kedalam neraka dan di haramkan baginya untuk masuk surga. Di antara dalil yang menunjukan akan hal itu adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anahu, ia berkata: "Rasulallah Shalallahu 'alaih wa sallam bersabda:


"Ada dua calon penduduk  neraka yang saya belum pernah melihatnya, sekelompok kaum yang bersama mereka pecut seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk memukul manusia, (yang kedua) para wanita yang perpakaian akan tetapi pada hakekatnya telanjang, di kepala mereka ada punuk seperti punuknya onta, mereka semua tidak akan masuk surga, dan tidak akan mencium baunya, sesungguhnya bau surga bisa tercium sejauh perjalanan ini dan itu". HR Muslim.

        Dalam hadits ini terdapat peringatan yang sangat keras bagi para wanita yang bertabaruj, atau bersolek, berdandan, dan memakai pakaian yang tipis menerawang, dan juga peringatan yang keras bagi orang yang berbuat zalim pada orang lain, dengan ancaman bagi siapa saja yang berbuat semacam itu tidak di masukan ke dalam neraka. 

        Dan maksud dari perkataan beliau :"Yang aku belum melihat keduanya". Yaitu pada masa ketika beliau masih hidup, dan hadits ini termasuk salah satu dari sekian banyak mu'jizat yang Allah berikan kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, tatkala mendapati keadaan para wanita yang berpakain namun pada hakekatnya telanjang, pakainnya pendek yang menampakan anggota tubuhnya. Dan di perlihatkan pada beliau wanita-wanita yang berpakaian dengan baju yang tipis menerawang, tidak menutupi bagian dalamnya, yang pada hakekatnya ia sedang telanjang karena lekuk tubuhnya begitu jelas tergambar bagi orang yang melihatnya walaupun terbungkus rapi oleh pakaian, mereka di samakan dengan orang yang sedang telanjang bahkan bisa jadi lebih dari hanya sekedar telanjang saja, karena fitnah yang timbul akibat memakai pakaian yang tipis dan sempit lebih besar, di karenakan menampakan lekuk tubuhnya secara jelas seperti orang yang telanjang.

         Dan makna maailaat, di katakan: "Dari ketaatan kepada Allah, dan perkara-perkara yang harus mereka jaga". Sedangkan makna mumiilaat yaitu wanita tersebut mengetahui kalau orang lain sedang menilai dirinya dan tahu kalau perbuatanya tersebut tercela di lingkungan. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa makna maailaat yaitu perempuan yang menyisir rambutnya, dengan model mailaa di mana cara berdandan seperti itu termasuk kebiasaannya para pelacur, sedangkan makna mumiilaat menyisir wanita lain dengan cara seperti di atas. [10]

         Dan sabdanya beliau: "Kepala-kepala mereka di sanggul seperti punuk onta". Maknanya mereka merasa sombong dan bangga dengan potongannya seperti itu, sebagaimana yang banyak di lakukan oleh kebanyakan para wanita zaman sekarang, yang mana mereka menyatukan rambutnya untuk di sanggul di bagian belakang maupun depan kepalanya, dan lain cara yang lainnya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan fitnah, yang nampak maupun yang tersembunyi.

Kerusakan yang timbul akibat wanita senang bersolek di depan laki-laki lain

        Berpijak dari pembahasan yang telah lalu, kita mengetahui bahwa tabaruj akan mengakibatkan kerusakan yang sangat banyak, baik bagi wanita maupun para lelaki, di dunia dan akhirat nanti, tabaruj juga merupakan perkara yang tabu bagi seorang wanita yang menunjukan betapa hina dan bodohnya dirinya. Sedangkan hukum tabaruj itu sendiri adalah haram bagi semua wanita, baik yang masih muda maupun yang sudah tua, wanita yang berparas cantik maupun tidak.

       Adapun kerusakan yang di akibatkan oleh wanita yang bertabaruj itu sangatlah besar, bahayanya luar biasa banyaknya, di antara sekian banyak kerusakannya adalah bisa mengakibatkan hancurnya sebuah rumah tangga, membawa kehinaan bagi seorang wanita, akan menjadi tren di kalangan wanita untuk terbiasa menanggalkan pakaiannya, ditambah bencana dan fitnah yang muncul oleh ulahnya. Demikian juga membuktikan bahwa wanita yang berbuat seperti itu pada hakekatnya sedang mengikuti jalan-jalan setan yang mengantarkan pada kehancuran, dan menyelisihi perintah Allah dan RasulNya serta melampaui batasan yang telah di gariskan oleh Allah Ta'ala yaitu dengan menggabungkan diri bersama orang munafik dan para pelaku maksiat. [11]

     Dan fenomena yang sangat menyedihkan, yang membuat air mata menitik, serta menyayat hati, bila melihat fenomena yang banyak terjadi pada sebagian para pemudi, yang berada di jalan-jalan, atau di rumah sakit, dan di dua tempat yang paling mulia, yaitu kota Makah dan Madinah, serta tempat-tempat lainnya, kita menyaksikan begitu banyak di antara mereka yang membuka wajahnya, berhias, terbuka kakinya tanpa peduli kepada perintah Allah dan Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang telah melarang dari tabaruj, membuka wajah, dan menyuruh mereka supaya menutup seluruh tubuhnya dan memakai hijab.

       Saudariku muslimah. Hati-hatilah kalian dari bahaya tabaruj serta menampakan perhiasaanmu kepada lelaki yang tidak halal bagimu, hati-hatilah kalian dari sering keluar rumah tanpa ada tuntutan syar'i yang di bolehkan, lakukan itu semua dalam rangka mentaati Allah dan RasulNya, menjaga kehormatan diri, pribadi dan agama dari kerusakan dan kehinaan.

        Dan di antara kerusakan tabaruj yang paling besar adalah penyerupaannya wanita-wanita muslimah dengan wanita kafir, baik dari kalangan orang-orang nashrani maupun selain mereka, seperti dalam masalah berpakain, dengan memakai pakain pendek dan ketat, tidak menutupi rambutnya, serta membiarkan bagian tubuhnya yang elok di pandang oleh lelaki lain, berdandan ala orang barat dengan rambut yang di sambung sebagaimana yang sering di namakan dengan wig, padahal Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah melarang kita untuk menyerupai orang kafir, beliau pernah bersabda:


"Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum maka ia sama seperti mereka". HR Abu Dawud, Ibnu Hiban dan Imam Ahmad. [12]

 


[1] . Tafsir ayat hijab oleh al-Maududi  hal: 13.
[2] . al-Irsyaad ilaa thoriqin najaah  hal: 48.
[3] . Tafsir Ibnu Katsir 3/481.
[4] . Tafsir al-Qurthubi  14/179.
[5] . Ibiid  14/180.
[6] . Tafsir Ibnu Sa'di  6/107.
[7] . Lihat Tafsir surat an-Nuur oleh al-Maududi  hal: 157.
[8] . Tafsir al-Qurthubi  12/229.
[9] . Lihat Tafsir al-Maududi  hal: 225.
[10] . Lihat Riyadhus shalihin hal: 685, dan al-Kabair karya Imam adz-Dzahabi hal: 130.
[11] . Lihat Risalah at-Tabaruj  karya Ni'mah Shidqi  hal: 19, 28, 36.
[12] . Lihat Risalah as-Sufur wal hijab oleh Syaikh Ibnu Baz  hal: 13-14.

Apakah kaum muslimin di setiap negara diharuskan untuk berpuasa dengan rukyat yang sama?

29 Mei 2013



oleh : Muhammad Ibn Saleh al-Utsaimin   
Tanya :
Apakah   kaum  muslimin di   setiap  negara  diharuskan  untuk  berpuasa dengan  rukyat  yang  sama?  Bagaimana  dengan  kaum  muslimin  yang tinggal di negeri kafir yang tidak memiliki rukyat sar’iyah?
Jawab:
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, yaitu jika salah satu  negeri Islam melihat  hilal dan  ditetapkan  sebagai rukyat syar’i,  apakah negeri lain harus  mengikutinya? Di  antara  ulama ada yang berpendapat mengharuskan   negeri-negeri lain  untuk   beramal  dengan  rukyat  itu, berdalil dengan keumuman firman Allah -ta'âla-:
"...Karena    itu,    barangsiapa    di  antara   kamu   hadir    (di    negeri   tempat tinggalnya) di bulan itu,  maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..."  (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan sabda Nabi -shalallahu alaihi wasalam-:                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             
"Jika kalian melihat hilal awal Ramadhan maka berpuasalah.."
َMereka mengatakan bahwa ungkapannya umum untuk  seluruh  kaum muslimin.
Sangat dimaklumi jika maksud  dari ungkapan  ayat dan  hadits  di  atas tidaklah memaksudkan rukyat setiap orang, karena hal itu suatu  yang tidak mungkin. Yang dimaksud adalah jika dilihat oleh siapa saja yang persaksiannya dapat diterima. Ini adalah umum di setiap tempat.
Ulama yang lain berpendapat  bahwa jika berbeda  matla'(Matla' maksudnya tempat terbit bulan.,  maka  setiap tempat memiliki rukyat sendiri. Jika tidak berbeda maka wajib bagi yang tidak melihatnya untuk  beramal dengan rukyat pada matla'nya. Mereka berdalil dengan dalil yang sama dengan pendapat pertama:
Firman Allah -ta'âla-:
"...Karena    itu,    barangsiapa    di  antara   kamu   hadir    (di    negeri   tempat tinggalnya) di bulan itu,  maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..."  (QS. Al-Baqarah: 185)
Tentu maksudnya bukan setiap orang menyaksikannya sendiri-sendiri. Ini diamalkan di  tempat yang sama matla' hilalnya. Bagi yang berbeda matla', ia belumlah melihat secara hakiki maupun hukum jika belum melihatnya secara langsung. Mereka mengatakan:  demikian pula yang kami katakan
mengenai sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
"Jika kalian melihat hilal awal Ramadhan maka berpuasalah, jika engkau melihatnya hilal awal Syawal maka berbukalah."
Siapa yang berada  di  matla' berbeda dengan matla' orang yang melihat hilal berarti belum melihatnya secara hakikat ataupun hukum.
Mereka mengatakan: 'Perhitungan bulan sama dengan perhitungan hari.' Sebagaimana setiap  negeri berbeda  dalam penentuan  waktu imsak dan ifthar   harian,  musti  berbeda  pula  pada  penentuan  imsak  dan  ifthar bulanan.  Sangat  dimaklumi bahwa  perbedaan  hari  memiliki pengaruh, dengan kesepakatan  kaum muslimin. Siapa yang berada di  timur, akan lebih dulu berpuasa sebelum mereka yang berada di  barat, demikian juga dalam berbuka.
Jika  kita  menghukumi perbedaan  matla'  pada  pewaktuan  hari,  maka seperti itu pula pada pewaktuan bulan.
Tidak mungkin seseorang mengatakan bahwa firman Allah -ta'âla-:
"Maka  sekarang  campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah  ditetapkan Allah  untukmu, dan  makan  minumlah hingga terang bagimu benang putih dari   benang   hitam,  yaitu   fajar.   Kemudian  sempurnakanlah   puasa  itu sampai (datang) malam..." (QS. Al-Baqarah: 187)
Dan sabda Nabi -shalallahu alaihi wasalam- :
"Jika   malam  datang  dari   sini  (timur)   dan  berakhir   dari   sini  (barat)   dan matahari tenggelam, maka waktu bagi orang yang puasa telah usai."  HR. Ibnu Khuzaimah no. 30005.
Tidak mungkin  seorang  pun  mengatakan  bahwa  hal  ini  umum  untuk setiap orang di tiap negeri.
Demikian pula kita katakan pada keumuman firman Allah -ta'âla-:
"...Karena    itu,    barangsiapa    di  antara   kamu   hadir    (di    negeri   tempat tinggalnya) di bulan itu,  maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..."  (QS. Al-Baqarah:
Dan sabda Nabi -shalallahu alaihi wasalam-:
"Jika kalian melihat hilal awal Ramadhan maka berpuasalah, jika engkau melihatnya hilal awal Syawal maka berbukalah."
Ungkapan-ungkapan    tersebut    memiliki   kekuatan    dari    sisi    lafal, pengamatan  sahih  dan  kias  sahih,  yang mengiaskan pewaktuan  bulan dengan pewaktuan hari.
Sebagian ulama  berpendapat  bahwa perkaranya  berpulang pada  Waliul Amr  (pemimpin).  Bilamana ia menentukan wajibnya puasa  atau  berbuka dengan sandaran syar'i maka keputusannya amalkan, agar manusia tidak berselisih  dan  berbeda  dalam  satu   wilayah.  Mereka  berdalil  dengan
keumuman hadits:
"Hari  puasa (Ramadhan)  adalah  hari  manusia  berpuasa dan hari  berbuka adalah hari semua manusia berbuka."
Ada pula pendapat lain yang disebutkan oleh ulama dalam membahas perbedaan pendapat dalam hal ini.
Mengenai pertanyaan  kedua,  yaitu  bagaimana  dengan  kaum  muslimin yang berpuasa di negeri kafir yang tidak memiliki rukyat sar'i?
Sesungguhnya  mungkin  sekali  bagi  mereka  untuk   menetapkan   hilal dengan cara syar'i, hal itu dengan memperhatikan hilal awal bulan jika memungkinkan.  Jika   tidak  memungkinkan,  maka  kami  berpendapat dengan pendapat pertama, yaitu bilamana ditetapkan hilal di negeri islam, maka mereka beramal dengan penetapan itu, sama saja apakah mereka melihatnya atau tidak.
Jika kita katakan dengan pendapat kedua, di mana setiap negara memiliki rukyat sendiri pada matla' yang berbeda dan tidak dapat terlihat dari negerinya,  maka  mereka  ikut  kepada  negeri  Islam  lain  yang  terdekat kepada mereka, karena itulah yang paling dapat di lakukan.


Mukjizat Al Quran dan Keajaiban Proses Terciptanya Awan

24 Mei 2013





Awan yang terdapat di langit, pada mulanya terbentuk dari air yang berada di permukaan bumi yang mengalami penguapan. Setelah terbentuk, awan ini digiring oleh angin dari tempat penguapannya ke tempat pengendapannya atau ketempat di mana ia akan dicurahkan sebagai hujan.
 
Kecepatan angin yang menggiring awan lebih cepat dari awan itu sendiri. Angin ini berfungsi untuk mengumpulkan gumpalan-gumpalan awan yang satu dengan yang lainnya sehingga terhimpun di satu wilayah tertentu di kawasan atmosfir bumi. Di mana di tempat ini terdapat arus udara yang menekannya dari arah bawah gumpalan awan tersebut, dan terdapat butiran-butiran es dari arah atas dan bulir-bulir air dari bawahnya.
 
Awan yang telah terhimpun di suatu tempat, tidak hanya terhimpun karena proses pertemuan antara beberapa gumpalan awan yang dibawa oleh angin. Namun hal itu juga disebabkan arus dan aliran listrik yang terdapat pada awan-awan tersebut, baik arus positif maupun arus negatif, di mana pertemuan kedua arus, mengakibatkan percikan listrik yang berpengaruh pada awan.
 
Proses terhimpunnya awan ini terbentuk dalam pola yang menumpuk, di mana awan yang telah terkumpul, masih terus ditambahi oleh awan yang berikutnya. Dan berdasarkan penelitian para ilmuwan, penumpukan awan ini berbentuk seperti gunung, di mana pada bagian bawah lebih luas daerahnya dan bagian atas lebih menyempit.
 
Pergesekan yang terjadi antara himpunan awan yang berbeda-beda dengan kilat sebagai percikan listrik mengakibatkan terjadinya suara halilintar yang menggelegar dan mengguncangkan siapa saja yang dekat dengan tempat kejadiannya, sebagai akibat dari gelombang suara yang memiliki tingkat frekwensi yang sangat tinggi. Suara halilintar ini sering terjadi, sambil mengiringi jatuhnya air hujan ke bumi.


 
Demikianlah proses terjadinya awan, halilintar dan hujan. Hakikat ilmiah ini, tidak diketahui secara pasti dan detail, kecuali setelah kemajuan pesat dalam bidang penelitian luar angkasa dan ilmu meteorologi. 
 
Padahal Al-Qur'an sendiri, sejak 14 abad yang lalu, telah memberikan petunjuknya berkaitan dengan fenomena alam ini, dalam surah An-Nur ayat 43. Allah SWT berfirman:
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan."
 
Dari ayat di atas, kita mendapatkan Al-Qur'an telah menjelaskan proses terciptanya awan dan proses pengumpulan awan-awan yang kecil sehingga menjadi gumpalan awan yang besar. Sebagaimana, ia juga menjelaskan tentang akibat dari himpunan gumpalan awan tersebut, yaitu terjadinya kilat dan halilintar dan bentuk dari gumpalan awan tersebut, yang berbentuk seperti gunung.

Sebagaimana firman Allah SWT: "dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung"(rol/DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal/Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunna

Proses Penuaan, Antara Sunnah dan Keterbatasan Sains




Penuaan merupakan proses biologis disebabkan karena sel-sel hidup sudah tidak ada lagi, dan dapat mengakibatkan sel-sel tersebut tidak berfungsi secara optimal akibat penumpukan unsur-unsur yang hilang. Hal ini akan mengakibatkan kematian karena sulit menghilangkan pengaruh unsur-unsur ini.
 
Akan tetapi bisa menghindari kemungkinan negatif pada sel di saat tua melalui pengaktifan sel untuk membersihkan sel-sel dari unsur-unsur yang merugikan tatkala pembentukan awal, juga guna menjaga stabilitas akfitas sel.
 
Para pakar psikologi dan kimia berusaha untuk menciptakan unsur-unsur penawar yang dapat mencegah keseimbangan sel dengan cara membersihkan sel dari sisa-sisa asimilasi. Serta mereka mengharapkan mampu menciptakan obat yang menjaga sel dari sebab-sebab penuaan.
 
Dan mereka belum menyakini proses penyembuhan penuaan sel serta pencegahannya kecuali setelah kemajuan ilmu pengetahuan dan munculnya ilmu tentang sel dengan segala permasalahan dan teknologinya. 
 
Akan tetapi Rasulullah SAW telah menuturkan hal tersebut melalui sabdanya,
"Carilah obat wahai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak memberikan satu penyakit pun melainkan Dia telah memberikan penawar (obat) kecuali penyakit pikun." (HR Bukhari
 
Dan yang dimaksud dengan penyakit pada hadits ini adalah kondisi kurang fit, dan tak ada satu obat pun yang mampu menyembuhkan penyakit penuaan. Yang demikian merupakan batasan waktu untuk penggunaan obat.  (rol/DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal/Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Alquran dan Sunnah)

Manfaat Rasa Lapar

22 Mei 2013


Ibnu Abi ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Muhammad bin Wasi’ rahimahullah bahwa dia berkata, “Siapa yang sedikit makannya dia akan bisa memahami, membuat orang lain paham, bersih, dan lembut. Sungguh, banyak makan akan memberati seseorang dari hal-hal yang dia inginkan.”

Diriwayatkan dari Utsman bin Zaidah rahimahullah, dia berkata bahwa Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengirim surat kepadanya (di antara isinya), “Apabila engkau ingin tubuhmu sehat dan tidurmu sedikit, kurangilah makan.”

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham rahimahullah, “Siapa yang menjaga perutnya, dia bisa menjaga agamanya. Siapa yang bisa menguasai rasa laparnya, dia akan menguasai akhlak yang terpuji. Sungguh, kemaksiatan akan jauh dari orang yang lapar, dekat dengan orang yang kenyang. Rasa kenyang akan mematikan hati. Akan muncul pula darinya rasa senang, sombong, dan tawa.”

Diriwayatkan dari Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah, “Jika jiwa merasakan lapar dan dahaga, kalbu akan bersih dan lembut. Jika jiwa merasakan kenyang dan puas minum, kalbu menjadi buta.”
Diriwayatkan pula dari asy-Syafi’i rahimahullah, “… Rasa kenyang akan memberati badan, menghilangkan kewaspadaan, mendatangkan rasa kantuk, dan melemahkan pemiliknya dari beribadah.”
(Jami’ al-Ulum wal Hikam, hlm. 576-577)

Sains Membuktikan, Hewan Saat Disembelih Tidak Merasa Kesakitan






Penyembelihan hewan dengan cara Islami terlihat penuh darah dan mengerikan. Beberapa mengatakan cara seperti ini tidak manusiawi dan sadis. Tapi penelitian membuktikan, cara membunuh seperti ini justru yang paling baik untuk hewan.

Dalam laporan hasil penelitian yang dilansir Islamweb.net, disebutkan hewan tidak merasakan rasa sakit saat disembelih. Ketika urat nadi yang terletak di bagian depan tenggorokan digorok, hewan akan segera kehilangan kesadaran, sehingga tidak mungkin merasakan sakit.

Soal gerakan kejang-kejang yang umumnya terjadi saat hewan disembelih, menurut studi, bukan wujud rasa sakit. Dijelaskan, saat pembuluh darah putus, otak tidak lagi menerima aliran darah, tapi otak besar masih tetap hidup, sistem saraf di belakang leher juga masih terkait dengan semua sistem tubuh.

Akibatnya, sistem saraf mengirimkan sinyal ke jantung, otot, usus dan seluruh sel tubuh untuk mengirim darah ke otak besar. Pengiriman darah ke otak besar inilah yang membuat pergerakan sporadis saat hewan disembelih.

Darah yang mengalir ke otak besar ke luar melalui lubang sembelihan di leher. Hewan mati ketika darahnya habis. Seluruh rasa sakit tidak dirasakan lagi, karena hewan hilang kesadaran ketika urat nadinya putus.

Berbeda dengan mematikan hewan dengan cara lain, misalnya dipukul atau dicekik. Saat dicekik hewan bisa mengalami kesakitan akibat pusing yang hebat karena darah tidak bisa mencapai otak.

Jika dipukul, hewan mati dengan darah masih dalam tubuh. Hal ini menyebabkan membran yang melapisi usus besar kehilangan kemampuan mempertahankan bakteri. Dengan demikian, bakteri menembus tubuh hewan, berkembang dalam darah dan menyebar ke seluruh daging.

Pengukuran Ilmiah Profesor Schultz dan rekannya, Dr Hazim, dari Universitas Hanover, Jerman, juga memperkuat metode penyembelihan lebih aman dibanding metode pemukulan, melalui eksperimen.

Dua peneliti itu menggunakan alat electroencephalograp (EEG) dan elektrokardiogram (EKG) untuk menguji dua metode penjagalan hewan. Caranya dengan menanamkan beberapa elektroda di berbagai tengkorak hewan bahkan sampai ke permukaan otak. Sepanjang uji coba dua alat itu merekam kondisi otak dan jantung pada dua metode itu.

Hasilnya, untuk metode penyembelihan, tiga detik setelah disembelih, EEG tidak menunjukkan perubahan grafik dari saat sebelum disembelih. Ini menunjukkan hewan tidak merasakan sakit selama saat itu.

Lantas, tiga detik berikutnya, EEG mencatat hewan dalam kondisi tak sadarkan diri akibat darah yang terkuras. Setelah enam detik, EEG mencatat level nol, penanda hewan tidak merasakan sakit apapun.

Sementara EEG turun ke level nol, jantung hewan masih berdebar dan tubuh kejang-kejang bersamaan darah terkuras. Karena darah terkuras, bakteri tak bisa berkembang dalam tubuh hewan. Maka menurut pengukuran ini, hewan dengan metode penyembelihan sangat sehat untuk dikonsumsi.

Bagaimana dengan pengukuran metode barat?

Dengan pemukulan, memang hewan jadi tak sadar. Namun pengukuran EEG menunjukkan hewan mengalami sakit parah, jantung hewan berhenti berdetak lebih awal dibandingkan hewan dengan metode penyembelihan. Kondisi ini mengakibatkan pengendapan darah dalam daging, konsekuensinya tidak sehat bagi konsumen.

Di Pulau Misterius Itu Kami Berjumpa Dajjal

8 Mei 2013







Namanya Tamim bin Aus bin Kharijah Ad-Dari, Abu Ruqayyah seorang Arab Nasrani. Beliau telah menjadi salah seorang shahabat rasul yang mulia.
Namanya tidak asing bagi kaum muslimin, masuk islam ketika Rasulullah di Madinah. Sepeninggal Khalifah Utsman bin Affan, Tamim meninggalkan kota Madinah dan menetap di Baitul Maqdis hingga meninggal di sana pada tahun 40 H.
Shahabat inilah yang pernah melihat Dajjal dengan kedua matanya. Shahabat ini pulalah yang pernah berbicara dan mendengar pembicaraan Dajjal dengan kedua telinganya. Sebelum islam, Tamim beragama nasrani. Saat dirinya nasrani itulah dia melihat Dajjal. Hingga kemudian Allah lapangkan dadanya untuk menerima islam dan ia beritakan kisahnya kepada Rasulullah saw.
Di Mana Tamim Ad-Dari melihat Dajjal? Bagaimana kisahnya ?

Tiba saatnya kita baca bersama sebuah riwayat shahih mengenai Dajjal dalam sebuah hadits yang dikenal dikalangan ulama dengan sebutan Hadits Jassasah. Hadits ini dikisahkan seorang shahabiyah, Fathimah binti Qois Ra.
‘Amir bin Syarohil Asy-Sya’bi berkata kepada Fathimah bintu Qais: “Kabarkan kepadaku sebuah hadits yang kau dengar dari Rasulullah SAW yang tidak kamu sandarkan kepada seorangpun selain beliau.”
Fathimah mengatakan: “Jika engkau kehendaki akan aku sampaikan.” “Iya berikan aku hadits itu.”  jawab Asy Syabi.
Fatimahpun berkisah : “Suatu hari Aku mendengar seruan orang yang berseru. Penyeru Rasulullah saw menyeru: “Ashsholatu jamiah !”
Akupun segera keluar menuju masjid. Aku shalat bersama Rasulullah saw dan aku berada pada shaf wanita yang langsung berada di belakang shaf laki-laki. Tatkala Rasulullah selesai dari shalat, beliau duduk di mimbar dan tertawa seraya mengatakan:
لِيَلْزَمْ كُلُّ إِنْسَانٍ مُصَلَّاهُ
“Hendaknya masing-masing kalian tetap berada di tempat shalatnya !” Lalu beliau bersabda:

أَتَدْرُونَ لِمَ جَمَعْتُكُمْ

“Tahukah kalian, mengapa aku kumpulkan kalian ?”
Para Shahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui!”
Kemudian Rasulullah saw kembali bersabda dengan kisah yang cukup panjang, beliau berkata:

إِنِّي وَاللَّهِ مَا جَمَعْتُكُمْ لِرَغْبَةٍ وَلَا لِرَهْبَةٍ وَلَكِنْ جَمَعْتُكُمْ لِأَنَّ تَمِيمًا الدَّارِيَّ كَانَ رَجُلًا نَصْرَانِيًّا فَجَاءَ فَبَايَعَ وَأَسْلَمَ وَحَدَّثَنِي حَدِيثًا وَافَقَ الَّذِي كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ عَنْ مَسِيحِ الدَّجَّالِ حَدَّثَنِي أَنَّهُ رَكِبَ فِي سَفِينَةٍ بَحْرِيَّةٍ مَعَ ثَلَاثِينَ رَجُلًا مِنْ لَخْمٍ وَجُذَامَ فَلَعِبَ بِهِمْ الْمَوْجُ شَهْرًا فِي الْبَحْرِ ثُمَّ أَرْفَئُوا إِلَى جَزِيرَةٍ فِي الْبَحْرِ حَتَّى مَغْرِبِ الشَّمْسِ فَجَلَسُوا فِي أَقْرُبْ السَّفِينَةِ فَدَخَلُوا الْجَزِيرَةَ فَلَقِيَتْهُمْ دَابَّةٌ أَهْلَبُ كَثِيرُ الشَّعَرِ لَا يَدْرُونَ مَا قُبُلُهُ مِنْ دُبُرِهِ مِنْ كَثْرَةِ الشَّعَرِ فَقَالُوا وَيْلَكِ مَا أَنْتِ فَقَالَتْ أَنَا الْجَسَّاسَةُ قَالُوا وَمَا الْجَسَّاسَةُ قَالَتْ أَيُّهَا الْقَوْمُ انْطَلِقُوا إِلَى هَذَا الرَّجُلِ فِي الدَّيْرِ فَإِنَّهُ إِلَى خَبَرِكُمْ بِالْأَشْوَاقِ قَالَ لَمَّا سَمَّتْ لَنَا رَجُلًا فَرِقْنَا مِنْهَا أَنْ تَكُونَ شَيْطَانَةً قَالَ فَانْطَلَقْنَا سِرَاعًا حَتَّى دَخَلْنَا الدَّيْرَ فَإِذَا فِيهِ أَعْظَمُ إِنْسَانٍ رَأَيْنَاهُ قَطُّ خَلْقًا وَأَشَدُّهُ وِثَاقًا مَجْمُوعَةٌ يَدَاهُ إِلَى عُنُقِهِ مَا بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى كَعْبَيْهِ بِالْحَدِيدِ قُلْنَا وَيْلَكَ مَا أَنْتَ قَالَ قَدْ قَدَرْتُمْ عَلَى خَبَرِي فَأَخْبِرُونِي مَا أَنْتُمْ قَالُوا نَحْنُ أُنَاسٌ مِنْ الْعَرَبِ رَكِبْنَا فِي سَفِينَةٍ بَحْرِيَّةٍ فَصَادَفْنَا الْبَحْرَ حِينَ اغْتَلَمَ فَلَعِبَ بِنَا الْمَوْجُ شَهْرًا ثُمَّ أَرْفَأْنَا إِلَى جَزِيرَتِكَ هَذِهِ فَجَلَسْنَا فِي أَقْرُبِهَا فَدَخَلْنَا الْجَزِيرَةَ فَلَقِيَتْنَا دَابَّةٌ أَهْلَبُ كَثِيرُ الشَّعَرِ لَا يُدْرَى مَا قُبُلُهُ مِنْ دُبُرِهِ مِنْ كَثْرَةِ الشَّعَرِ فَقُلْنَا وَيْلَكِ مَا أَنْتِ فَقَالَتْ أَنَا الْجَسَّاسَةُ قُلْنَا وَمَا الْجَسَّاسَةُ قَالَتْ اعْمِدُوا إِلَى هَذَا الرَّجُلِ فِي الدَّيْرِ فَإِنَّهُ إِلَى خَبَرِكُمْ بِالْأَشْوَاقِ فَأَقْبَلْنَا إِلَيْكَ سِرَاعًا وَفَزِعْنَا مِنْهَا وَلَمْ نَأْمَنْ أَنْ تَكُونَ شَيْطَانَةً فَقَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ نَخْلِ بَيْسَانَ قُلْنَا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ أَسْأَلُكُمْ عَنْ نَخْلِهَا هَلْ يُثْمِرُ قُلْنَا لَهُ نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ لَا تُثْمِرَ قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ بُحَيْرَةِ الطَّبَرِيَّةِ قُلْنَا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ هَلْ فِيهَا مَاءٌ قَالُوا هِيَ كَثِيرَةُ الْمَاءِ قَالَ أَمَا إِنَّ مَاءَهَا يُوشِكُ أَنْ يَذْهَبَ قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ عَيْنِ زُغَرَ قَالُوا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ هَلْ فِي الْعَيْنِ مَاءٌ وَهَلْ يَزْرَعُ أَهْلُهَا بِمَاءِ الْعَيْنِ قُلْنَا لَهُ نَعَمْ هِيَ كَثِيرَةُ الْمَاءِ وَأَهْلُهَا يَزْرَعُونَ مِنْ مَائِهَا قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ نَبِيِّ الْأُمِّيِّينَ مَا فَعَلَ قَالُوا قَدْ خَرَجَ مِنْ مَكَّةَ وَنَزَلَ يَثْرِبَ قَالَ أَقَاتَلَهُ الْعَرَبُ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ كَيْفَ صَنَعَ بِهِمْ فَأَخْبَرْنَاهُ أَنَّهُ قَدْ ظَهَرَ عَلَى مَنْ يَلِيهِ مِنْ الْعَرَبِ وَأَطَاعُوهُ قَالَ لَهُمْ قَدْ كَانَ ذَلِكَ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّ ذَاكَ خَيْرٌ لَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ وَإِنِّي مُخْبِرُكُمْ عَنِّي إِنِّي أَنَا الْمَسِيحُ وَإِنِّي أُوشِكُ أَنْ يُؤْذَنَ لِي فِي الْخُرُوجِ فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِي الْأَرْضِ فَلَا أَدَعَ قَرْيَةً إِلَّا هَبَطْتُهَا فِي أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَيَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِي مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِي عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلَائِكَةً يَحْرُسُونَهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَطَعَنَ بِمِخْصَرَتِهِ فِي الْمِنْبَرِ هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ

يَعْنِي الْمَدِينَةَ أَلَا هَلْ كُنْتُ حَدَّثْتُكُمْ ذَلِكَ فَقَالَ النَّاسُ نَعَمْ فَإِنَّهُ أَعْجَبَنِي حَدِيثُ تَمِيمٍ أَنَّهُ وَافَقَ الَّذِي كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ عَنْهُ وَعَنْ الْمَدِينَةِ وَمَكَّةَ

“Sesungguhnya demi Allah, tidaklah aku kumpulkan kalian untuk sesuatu yang menggembirakan atau menakutkan kalian, namun aku kumpulkan kalian karena tamim Addari.”

“Dahulu ia seorang nasrani yang kemudian datang berbaiat (memberikan sumpah setia) dan masuk islam serta mengabariku sebuah kisah yang kisah itu sesuai dengan apa yang pernah aku kisahkan kepada kalian tentang Al-Masih Ad-Dajjal.”

Ia memberitakan bahwa ia naik kapal bersama 30 orang dari kabilah Lakhm dan Judzam. Di tengah perjalanan, mereka dipermainkan badai ombak hingga berada di tengah laut selama satu bulan sampai mereka terdampar di sebuah pulau di tengah lautan tersebut saat tenggelam matahari merekapun duduk di perahu-perahu kecil.

Mereka pun memasuki pulau tersebut hingga menjumpai binatang yang berambut sangat lebat dan kaku hingga mereka tidak tahu mana kubul (kemaluan) mana dubur (bokong)  karena demikian lebat bulunya.”

Merekapun berkata: “Celaka, kamu ini apa?
ia menjawab: “Aku adalah al-jassasah .”

Merka mengatakan: “Apakah al jasasah itu ?.
Ia berkata: “Wahai kaum (terdampar) pergilah kalian kepada seorang lelaki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian!”

Berkata Tamim: “Ketika dia menyebutkan untuk kami seorang laki-laki, kami menjadi khawatir kalau-kalau binatang itu ternyata setan. Kamipun bergerak menuju kepadanya dengan cepat sehingga kami masuk ke tempat ibadah itu.”

“Ternyata didalamnya ada orang yang paling besar yang pernah kami lihat, dan paling kuat ikatannya. Kedua tangannya terikat dengan leher, antara dua lutut dan dua mata kaki terikat dengan besi.”

Kami katakana kepadanya: “Celaka, kamu ini apa?”
Ia menjawab: “Kalian telah mampu mengetahui tentang aku, maka beritakan kepadaku siapa kalian ini

Rombongan Tamim menjawab: “Kami ini orang-orang Arab, kami menaiki kapal ternyata kami bertepatan mendapati laut sedang bergelombang luar biasa, sehingga kami dipermainkan ombak selama satu bulan sampai hingga terdampar di pulaumu ini. Kamipun naik perahu-perahu kecil memasuki pula ini dan bertemu dengan binatang yang sangat lebat dan kaku rambutnya tidak diketahui mana kubul dan mana dubur karena lebat rambutnya.

Kamipun mengatakan: “Celaka kamu, kamu ini apa?”
Ia menjawab: Aku adalah jasasah.

Kamipun bertanya: Apa itu Jassasah, Ia malah berkata: Wahai kaum pergilah kalian kepada laki-laki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian.”

Kami pun segera menuju kepadamu, kami khawatir kalau binatang itu ternyatra setan

Lalu orang itu (Ad-Dajjal) mengatakan: “Kabarkan kepadaku tentang pohon-pohon kurma di Baisan
Kami mengatakan: Tentang apa engkau meminta beritanya ?”

Dia berkata: “Aku bertanya kepada kalian tentang pohon kurma apakah masih berbuah.”
Kami menjawab: iya

Ia mengatakan: “Sesungguhnya hampir-hampir dia tidak akan mengeluarkann buahnya.”

“Kabarkan pula kepadaku tentang danau Thobariyah (Tiberias)?” tanya orang ini.
Kami menjawab: “Tentang apa engkau meminta beritanya?”
“Apakah masih ada airnya, jawabnya.

Mereka menjawab: Danau itu banyak airnya
Dia mengatakan: Sesungguhnya hampir-hampir air akan hilang.

Kabarkan kepadaku tentang mata air Zughor
Mereka mengatakan: Tentang apa kamu minta berita?
Apakah di mata air itu masih ada airnya? Dan apakah penduduk masih bertani dengan airnya? Tanya Dajjal

Kami menjawab: “Iya, mata air itu deras airnya dan penduduk bertani dengannya.”

Ia berkata: “Kabarkan kepadaku tentang Nabi Ummiyyin apa yang dia lakukan ?”
Mereka menjawab: “Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib.”

Ia mengatakan: “Apakah orang-orang arab memeranginya?”
Kami menjawab: “Ya.”

Ia mengatakan lagi: “Apa yang ia lakukan terhadap orang-orang Arab.”
Maka kami beritakan bahwa ia telah menang atas orang-orang arab dan mereka taat kepadanya
Ia mengatakan: “Itu sudah terjadi?”
Kami katakan: “Ya.”

Ia mengatakan: “Sesungguhnya baik mereka untuk taat kepadanya (Muhammad SAW).”
“Sekarang aku akan beritakan kepada kalian tentang aku: “Sesungguhnya aku adalah Al-Masih dan hampir-hampir aku diberi izin untuk keluar, hingga aku keluar lalu berjalan di bumi dan tidak kutinggalkan satu negeripun kecuali aku akan turun padanya dalam waktu 40 malam kecuali Mekah dan Thaybah, keduanya haram bagiku. Setiap kali aku akan masuk pada salah satu kota ini, malaikat menghadangku dengan pedang terhunus di tangan menghalangiku darinya dan sesungguhnya pada tiap celah ada para malaikat yang menjaganya.
Fatimah mengatakan: Maka Rasulullah saw bersabda dengan menusukkan tongkat di mimbar sambil mengatakan: “Inilah Thaiybah, Inilah Thaiybah, Inilah Thaiybah, yakni Kota Madinah.”

Apakah aku telah beritahukan kalian tentang hal itu ?
Orang-orang menjawab: Iya

Nabi berkata: Sesungguhnya cerita Tamim menakjubkanku, kisahnya sesuai dengan apa yang aku ceritakan kepada kalian tentang Dajjal serta tentang mekah dan madinah.
Kemudian beliau bersabda:

إِنَّهُ فِي بَحْرِ الشَّأْمِ أَوْ بَحْرِ الْيَمَنِ لَا بَلْ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ أَلَا مَا هُوَ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى الْمَشْرِقِ

Ketahuilah bahwa ia berada di lautan Syam atau lautan Yaman,” Oh, tidak! Bahkan dari arah timur! Tidak Dia dari arah timur, Tidak Dia dari arah timur dan beliau mengisyaratkan dengantangan ke arah timur.

Hadits Jassasah diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya Kitabul Fitan Wa Asyrotis Sa’ah. bab Qishoshul Jassasah (4/2261 no. 2942).
Demikian pembaca, kisah nabawi yang penuh ibroh mengisahkan perjalanan Tamim Ad-Dari yang menegangkan namun perjalanan itu menjadi salah satu sebab dia mendapatkan hidayah. (Abu Ismail Muhammad Rijal Lc)

revival of Islamic faith foundation

Sejarah

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.