Riwayat Raja Daud, pengalamannya dan tulisan kenabiannya, dijumpai dalam dua buku dalam Perjanjian Lama, Samuel dan Psalms (Zabur). Beliau adalah anak bungsu dari Yishai (Jessie) dari suku Yehuda (Judah). Ketika masih sebagai penggembala muda, beliau telah membunuh seekor beruang dan mencabik seekor singa menjadi dua. Anak muda pemberani itu menyambitkan batu kecil tepat di tengah dahi Goliath, pahlawan Filistin yang bersenjata dan menyelamatkan tentara orang-orang Israel. Hadiah tertinggi bagi hasil yang gemilang yang menunjukkan keberanian adalah tangan Michal, anak perempuan Raja Saul. Daud memainkan harpa dan seruling, dan seorang penyanyi yang baik. Pelariannya dari ayah mertuanya yang iri hati, petualangan-petualangannya dan pengalamannya yang berkaitan sebagai bandit sangatlah dikenal dalam Injil. Pada saat kematian Saul, Daud diundang orang-orangnya untuk meneruskan pemerintahan kerajaan, untuk mana beliau sudah lama diurapi sebelumnya oleh Nabi Samnuel. Beliau memerintah selama kira-kira tujuh tahun di Hebron. Beliau merebut Jeruzalem dari kaum Jebusit dan menjadikannya sebagai ibu kota kerajaannya.
Dua gunung atau bukitnya dinamakan "Moriah" dan "Sion". Kedua kata itu memiliki kesamaan arti dengan dan merupakan import sebagai bukit "Marwa" dan "Sapha" di Mekkah, yang arti katanya masing-masing ialah "tempat visi Tuhan" dan "batu karang" atau "batu". Peperangan yang dilakukan Daud, kesulitan keluarganya yang sangat menyedihkan, dosanya terhadap prajuritnya yang setia, Uriah, dan isterinya, Bathsheba, tidak dibiarkan sebagai priviliege. Beliau memerintah selama empat puluh tahun; hidupnya ditandai dengan perang dan kesedihan keluarga. Dalam Injil ada beberapa ceritera yang saling bertentangan mengenai beliau yang terbukti harus di rujuk ke dua sumber yang bertentangan.
Kejahatan yang dituduhkan kepada Daud seperti diklaim dalam Injil berhubungan dengan Uriah dan isterinya (2 Samuel xi.) bahkan tidak disinggung dalam Al Qur’an, malahan Al Qur’an merujuk kepada karakter saleh yang bagus sekali dan bahwa beliau bukan satu di antara Utusan-Utusan kelas tinggi. Itu adalah salah satu dari superioritas Al Qur’an yang Suci bahwa Al Qur’an mengajarkan kepada kita bahwa semua Nabi dilahirkan tanpa dosa dan wafat tanpa dosa. Tidak seperti Injil, Al Qur’an tidak melekatkan kepada para Nabi itu kejahatan dan dosa, umpamanya kejahatan ganda Daud yang tersebut dalam Injil yang menurut Hukum Musa dapat dihukum mati – yang jangankan Nabi yang merupakan pemuja Tuhan Yang Maha Kuasa yang terpilih, kepada nama orang biasa saja tak terpikirkan oleh kita untuk mengkaitkannya.
Ceritera tentang Daud melakukan perzinaan dan dua malaikat yang telah datang kepadanya untuk mengingatkannya akan dosanya adalah suatu kepalsuan yang gila – di manapun hal itu dapat dijumpai. Ceritera itu telah dibantah oleh pendapat terbaik orang Islam. Razl berkata: "Kebanyakan para terpelajar menyatakan tuduhan itu palsu dan mencercanya sebagai kebohongan dan ceritera yang jahat. Kalimat istaghfora dan ghafarna yang terdapat dalam Al Qur’an ayat 24 surah 38 tidaklah menunjukkan dengan cara apapun bahwa Daud telah melakukan suatu dosa, karena istighfar sesungguhnya berarti mencari perlindungan; dan Daud mencari perlindung Yang Maha Suci ketika beliau melihat musuhnya telah menjadi begitu berani terhadap beliau; dan dengan ghafarana dimaksudkan perbaikan atau koreksi masalahnya; karena Daud yang adalah penguasa yang agung, tidak dapat berhasil menahan musuhnya tetap dalam kendalinya sepenuhnya.
Perjanjian Lama tidak menyebutkan waktu kapan kemampuan meramal itu diberikan kepada Daud. Kita baca di sini bahwa sesudah Daud melakukan dua dosa itu, Nabi Nathan dikirimkan oleh Tuhan untuk memperingatkan Daud. Benar bahwa hingga akhir dari hidupnya kita dapati beliau selalu mencari bantuan dari para nabi lain. Menurut ceritera Injil, karena itu tampaknya bahwa kemampuan meramal itu datang kepadanya sesudah beliau bertobat dengan sebenar-benarnya.
Dalam salah satu artikel saya telah mencatat bahwa sesudah pecahnya kerajaan itu menjadi dua negara merdeka yang sering berperang satu dengan lainnya, sepuluh suku bangsa yang membentuk kerajaan Israel itu selalu bersikap bermusuhan dengan dinasti Daud dan tidak pernah menerima bagian lain dari Perjanjian Lama kecuali Taurat atau Hukum Musa seperti termuat dalam Pentateuch. Ini terbukti dalam lima kitab pertama dari Perjanjian Lama versi Samaritan . Kita tidak bertemu dengan satu katapun atau satu ramalanpun tentang keturunan Daud dalam memoir dari nabi besar seperti Eliyah, Elisha dan lain-lainnya yang berkembang di Samaria selama pemerintahan raja-raja Israel yang rusak. Hanya sesudah jatuhnya kerajaan Israel dan pemindahan sepuluh suku bangsa Israel ke Asiria bahwa Nabi dari Judea mulai meramal kebangkitan beberapa Pangeran dari Rumah Daud yang segera akan memulihkan seluruh negeri dan bangsa dan menundukkan musuh-musuhnya. Ada beberapa perkataan yang tidak jelas dan bermakna ganda dalam tulisan atau memoirs dari nabi-nabi yang kemudian itu yang telah memberikan kegembiraan yang menggairahkan dan luar biasa kepada Romo-Romo dari Gereja; namun dalam kenyataannya mereka itu tidak ada sangkut pautnya dengan Jesus Kristus.
Dengan singkat saya akan mengutip dua ramalan. Yang pertama ialah dalam Yesaya (Pasal vii. ayat 14), di mana Nabi meramalkan bahwa "Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan kamu akan menamakannya Emmanuel." Kata a’lmah dalam bahasa Ibrani tidak berari "perawan" seperti biasa diterjemahkan oleh teolog Kristen dan karena itu diterapkan pada Perawan Maryam, tetapi kata itu berarti "marriageable woman, maiden, damsel" atau wanita muda yang sudah mencapai umur pantas menikah. Perawan dalam bahasa Ibrani ialah "bthulah". Lalu nama anak itu Emmanuel, yang berarti "God-is-with-us" atau "Tuhan bersama kita". Ada ratusan nama dalam bahasa Ibrani yang terdiri dari "el" dan kata benda lain yang membentuk suku kata atau yang pertama atau yang terakhir dari nama benda majemuk itu. Tidak Yesaya, tidak Raja Ahaz, tidak pula seorang Yahudi yang manapun yang pernah berfikir bahwa anak yang baru lahir itu menjadi dirinya sendiri "Tuhan bersama kita". Mereka tidak pernah berfikir apapun lainnya kecuali bahwa namanya akan menjadi sebegitu rupa. Namun teks itu mengatakan bahwa adalah Ahaz (yang tampaknya sudah mengenal perempuan muda dengan anak itu) yang telah memberi nama pada anak laki-laki itu. Ahaz ada dalam bahaya, musuhnya mendesak maju ke Jeruzalem, dan janji ini dibuat baginya dengan menunjukkan kepadanya sebuah tanda , yaitu seorang wanita muda yang mengandung, dan bukan Perawan Maryam, yang akan datang ke dunia lebih dari tujuh ratus tahun kemudian! Ramalan sederhana tentang anak ini yang akan dilahirkan selama pemerintahan Ahaz telah sama di salah artikan oleh penulis Injil Matius (Matius i. 23). Nama "Jesus" itu diberikan oleh malaikat Jibril (Matius i. 21), dan beliau tidak pernah disebut "Emmanuel". Tidakkah ini suatu skandal mengambil nama ini sebagai argumen dan bukti tentang doktrin Kristen "inkarnasi"?
Dengan singkat saya akan mengutip dua ramalan. Yang pertama ialah dalam Yesaya (Pasal vii. ayat 14), di mana Nabi meramalkan bahwa "Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan kamu akan menamakannya Emmanuel." Kata a’lmah dalam bahasa Ibrani tidak berari "perawan" seperti biasa diterjemahkan oleh teolog Kristen dan karena itu diterapkan pada Perawan Maryam, tetapi kata itu berarti "marriageable woman, maiden, damsel" atau wanita muda yang sudah mencapai umur pantas menikah. Perawan dalam bahasa Ibrani ialah "bthulah". Lalu nama anak itu Emmanuel, yang berarti "God-is-with-us" atau "Tuhan bersama kita". Ada ratusan nama dalam bahasa Ibrani yang terdiri dari "el" dan kata benda lain yang membentuk suku kata atau yang pertama atau yang terakhir dari nama benda majemuk itu. Tidak Yesaya, tidak Raja Ahaz, tidak pula seorang Yahudi yang manapun yang pernah berfikir bahwa anak yang baru lahir itu menjadi dirinya sendiri "Tuhan bersama kita". Mereka tidak pernah berfikir apapun lainnya kecuali bahwa namanya akan menjadi sebegitu rupa. Namun teks itu mengatakan bahwa adalah Ahaz (yang tampaknya sudah mengenal perempuan muda dengan anak itu) yang telah memberi nama pada anak laki-laki itu. Ahaz ada dalam bahaya, musuhnya mendesak maju ke Jeruzalem, dan janji ini dibuat baginya dengan menunjukkan kepadanya sebuah tanda , yaitu seorang wanita muda yang mengandung, dan bukan Perawan Maryam, yang akan datang ke dunia lebih dari tujuh ratus tahun kemudian! Ramalan sederhana tentang anak ini yang akan dilahirkan selama pemerintahan Ahaz telah sama di salah artikan oleh penulis Injil Matius (Matius i. 23). Nama "Jesus" itu diberikan oleh malaikat Jibril (Matius i. 21), dan beliau tidak pernah disebut "Emmanuel". Tidakkah ini suatu skandal mengambil nama ini sebagai argumen dan bukti tentang doktrin Kristen "inkarnasi"?
Intepretasi lain yang aneh mengenai ramalan kenabian ialah dari Zakaria (ix. 9), yang salah dikutip dan disalah artikan seluruhnya oleh penulis Injil yang pertama ( xxi. 5). Nabi Zakaria berkata: " Banyaklah bergembira, wahai puteri Sion; berteriaklah, wahai puteri Jeruzalem: perhatikanlah, Rajamu datang kepadamu; lurus dan dengan penyelamatan, lemah lembut dan mengendarai seekor keledai; dan di atas anak keledai jantan anak keledai betina itu."
Dalam kalimat puitis ini penyair itu hanya menginginkan untuk melukiskan keledai jantan di atas mana Raja itu duduk - dengan mengatakan bahwa itu ialah keledai muda, dan itu anak keledai jantan juga, digambarkan sebagai anak keledai betina. Itu hanya seekor anak keledai jantan atau keledai muda. Kini Matius mengutipnya dengan cara berikut:
"Katakan kepada puteri Sion,
Lihat, Rajamu datang kepadamu,
Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai
Seekor keledai beban yang muda"
Apakah orang yang menulis ayat di atas itu percaya atau tidak percaya bahwa Jesus ketika berhasil memasuki kota Jeruzalem dengan gemilang dengan mengendarai atau duduk pada saat yang bersamaan baik di atas keledai induk maupun keledai anak, merupakan keajaiban bukanlah masalahnya.; bagaimanapun benar untuk berkata bahwa sebagian besar Pendeta-Pendeta Gereja memang mempercayainya begitu; dan tak pernah terpikir oleh mereka bahwa penampilan semacam itu akan tampak lebih sebagai lelucon daripada upacara kerajaan yang megah. Namun Lukas berhati-hati, dan tidak membuat kesalahan seperti kesalahan Matius. Apakah kedua penulis ini diilhami oleh Ruh yang sama?
Zakaria meramal di Jeruzalem sesudah kepulangan kembali orang-orang Yahudi dari tangkapan, tentang akan datangnya seorang raja. Meskipun lemah lembut dan sederhana, menaiki seekor anak keledai jantan dari seekor keledai betina, masih juga dia datang dengan penyelamatan dan akan membangun kembali rumah Tuhan. Zakaria meramalkan hal ini pada saat ketika orang-orang Yahudi sedang berusaha untuk membangun kembali Kuil dan kota yang sudah runtuh; orang-orang dari daerah sekliling mereka itu menentang mereka; pekerjaan membangun itu terhenti sehingga Darius, raja Persia, mengeluarkan perintah untuk pembangunan kuil itu. Meskipun tidak pernah muncul raja Yahudi semenjak abad ke 6 sebelum Kristus, bagaimanapun mereka memiliki pemerintahan yang otonom di bawah kekuasaan asing. Penyelamatan yang dijanjikan di sini, agar dicatat, adalah fisikal dan segera, dan bukan penyelamatan yang akan datang lima ratus dua puluh tahun kemudian, sesudah Jesus dari Nazareth mengendarai dua ekor keledai sekaligus pada saat yang sama dan memasuki Jeruzalem, yang sudah menjadi kota besar dan kaya dengan kuil yang indah, hanya untuk ditangkap dan disalib oleh orang-orang Yahudi sendiri dan oleh orang Romawi tuan mereka, sebagaimana diceriterakan oleh Injil sekarang ini kepada kita! Hal ini tidak akan menjadi hiburan sama sekali bagi orang Yahudi miskin yang dikelilingi oleh musuh dalam kota yang sudah hancur. Dengan sendirinya, dengan kata "raja" kita bisa mengerti adalah salah satu dari pemimpin utama mereka – Zerobabel, Ezra atau Nehemiah.
Dua contoh ini dimaksudkan untuk terutama menunjukkan kepada pembaca Muslim – yang mungkin tidak begitu mengenal Kitab-Kitab Suci Yahudi – bagaimana ummat Kristen telah diselewengkan oleh pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka (priests and monks) dengan memberikan penafsiran dan pengetian yang bodoh terhadap ramalan-ramalan yang termuat di dalamnya.
Kini aku datang kepada ramalan Daud; -
YahwaH berkata kepada ADON-ku,
Duduklah di sebelah kananku hingga aku menempatkan
Musuh-musuhmu di bawah kakimu"
Ayat Daud ini ditulis dalam Psalm cxi, dan dikutip oleh Matius (xxii. 44), Markus (xii. 36) dan Lukas (xx. 42). Kedua nama yang terdapat dalam baris kedua itu diterjemahkan dalam semua bahasa sebagai:"The Lord said unto my Lord" atau "Tuhan berfirman kepada Tuhanku". Tentu saja jika Lord yang pertama itu Tuhan, maka Lord yang kedua juga Tuhan; bagi para pendeta atau pastor agama Kristen tidak ada hal lain yang lebih menyenangkan dan sesuai sebagai argumen daripada hal berikut, yaitu pembicara itu Tuhan, dan orang kedua lawan bicara juga Tuhan; karenanya Daud mengenal dua Tuhan! Tidak ada hal yang lebih logis daripada alasan ini. Yang mana dari dua Domini itu yang Tuhannya Daud? Seandainya Daud telah menulis; "Dominus meus dixit Domino meo," maka Daud telah menjadikan dirinya tidak masuk akal dengan tulisannya itu, karena beliau akan telah mengakui dirinya sebagai seorang budak atau pemuja dua Tuhan, bahkan tanpa menyebut nama sebutan mereka. Pengakuan itu akan berlanjut lebih jauh daripada eksistensi dua Tuhan itu; hal itu akan berarti bahwaTuhan kedua Daud itu telah melindungkan diri di bawah Tuhan yang pertama, yang memerintahkannya untuk duduk di sebelah kanannya hingga Tuhan yang pertama menempatkan musuhnya di bawah kakinya.
Pertimbangan itu telah menyebabkan kita mengakui bahwa, agar dapat mengerti dengan baik agama anda, maka anda wajib mengetahui Injil atau Al Qur’an dalam bahasa aslinya dengan mana kitab itu ditulis, dan tidak tergantung dan menyandarkan diri pada terjemahan.
Pertimbangan itu telah menyebabkan kita mengakui bahwa, agar dapat mengerti dengan baik agama anda, maka anda wajib mengetahui Injil atau Al Qur’an dalam bahasa aslinya dengan mana kitab itu ditulis, dan tidak tergantung dan menyandarkan diri pada terjemahan.
Dengan sengaja saya telah menuliskan kata-kata dalam bahasa Ibrani "YaHWaH dan Adon" untuk menghindarkan kegandaan arti (ambiguity) dan salah faham dalam logika yang disampaikan dalam kata-kata itu. Nama yang Suci semacam itu yang ditulis dalam Kitab Suci agama harus dibiarkan sebagaimana adanya, kecuali jika anda dapat menemukan kata padanan yang tepat untuk dua kata itu dalam bahasa ke dalam mana anda ingin menterjemahkannya. Tetagram Yhwh biasanya diucapkan Yehovah (Jehovah), namun kini pada umumnya diucapkan Yahwah. Itu adalah nama sebutan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan nama itu dianggap begitu suci oleh orang Yahudi bahwa ketika membaca Kitab Suci mereka, mereka tidak pernah mengucapkannya, dan sebagai gantinya mereka baca "Adon". Nama lain, ‘Elohim" selalu diucapkan, tetapi Yahwah tidak pernah. Mengapa orang Yahudi membedakan dua nama dari Tuhan yang sama adalah suatu persoalan tersendiri, sekaligus di luar ruang lingkup subyek kita ini. Namun mungkin, sambil lewat, disebut bahwa Yahwah tidak seperti Elohim, tidak pernah dipergunakan dengan akhiran pronominal, dan tampaknya menjadi sebuah nama istimewa dalam bahasa Ibrani untuk Ketuhanan sebagai Tuhan nasional untuk orang Israel.
Sebenarnya "Elohim" ialah nama yang tertua yang dikenal oleh semua orang Semit; dan agar memberikan sebuah karakter khusus dalam konsep tentang Tuhan yang sejati, tetagram ini seringkali bersama dengan Elohim dipakai terhadap Tuhan. Bahasa Arab "Rabb Allah" artinya sama dengan Yahwah Elohim.
Kata yang lain itu , yaitu "Adon" berarti "Commander, Lord, Master" atau sama dalam bahasa Arab dan Turki "Amir, Sayyid dan Agha. Adon adalah lawan kata dari "prajurit, budak, dan hak milik". Dengan demikian maka bagian pertama atau baris kedua itu harus diterjemahkan sebagai: "God said to my Lord" atau "Tuhan berfirman kepada Tuanku". Dalam kapasitasnya sebagai raja, Daud adalah Sayyid dan Amir bagi setiap orang Israel dan Tuan dan Kerajaan itu. Kalau begitu Daud itu "pelayan" siapa? Sebagai orang yang berdaulat penuh, Daud tidak mungkin dalam kenyataannya sebagai seorang budak atau pemuja manusia lainnya siapapun. Begitupun tidak terbayangkan bahwa Daud akan menyebutkan "Tuanku" terhadap Nabi atau orang suci yang sudah meninggal yang manapun, seperti Ibrahim dan Yakub, yang kata panggilan yang biasa bagi mereka ialah "Bapak". Hal sama dapat dipikirkan bahwa Daud tidak akan mempergunakan sebutan "Tuanku" terhadap siapapun anak keturunannya, yang biasan disebut "anak". Maka di samping Tuhan, tiada lagi manusia lain yang tersisa yang mungkin jadi Tuan dari Daud kecuali manusia yang paling mulia dan paling tinggi di antara seluruh manusia. Sangat cerdas untuk berpikir bahwa dalam pandangan dan pilihan Tuhan pasti ada orang yang paling mulia, paling terpuji, dan paling disenangi oleh seluruh manusia. Pastilah para mereka yang bisa melihat ke depan (clair voyant) dan para Nabi mengetahui pribadi yang suci ini, dan seperti Daud memanggilnya "Tuanku".
Tentu saja para Rabbi Yahudi dan komentator Perjanjian Lama mengerti akan ungkapan Al Masih yang akan turun dari Daud sendiri, dan dengan begitu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Jesus Kristus kepada mereka seperti dikutip dari Matius (xxii. ) dan Sinoptik lainnya. Jesus dengan datar membantah orang-orang Yahudi ketika beliau menanyakan pertanyaan kedua: "Bagaimana mungkin Daud memanggilnya "Tuanku" kalau dia itu anaknya?" Persoalan tentang Master atau Agha ini menyebabkan para pendengarnya terdiam, karena mereka tidak dapat menemukan jawaban pertanyaan itu. Para penginjil (evangelist) dengan cepat memotong subyek pembicaraan yang penting ini. Berhenti di situ tanpa penjelasan lebih lanjut tidaklah berguna baik bagi Agha atau para reporternya. Karena, dengan mengesampingkan masalah god-head-nya Jesus, dan karakter kenabiannya, Jesus sebagai guru harus memecahkan masalah yang diajukan olehnya sendiri ketika beliau melihat bahwa para pengikutnya dan para pendengarnya tidak dapat mengetahui siapa gerangan "Tuan" itu.
Dengan ungkapan beliau bahwa "Tuan" atau "Adon" tidak mungkin anak Daud, Jesus dengan demikian menyatakan dirinya tidak berhak atas gelar itu. Pengakuan ini adalah menentukan dan seharusnya membangunkan para guru agama Kristen untuk membawa Kristus pada kedudukan yang selayaknya seorang pemuja tinggi dan suci Tuhan, dan menyanggah karakter suci yang berlebihan yang dilekatkan pada beliau yang sesungguhnya sangat memuakkan dan tidak menyenangkan bagi beliau.
Saya tidak bisa membayangkan seorang guru yang melihat anak didiknya tidak bisa menjawab pertanyaannya, lalu harus diam saja, kecuali dia sendiri juga bodoh seperti muridnya dan tidak dapat memberikan jawaban atas masalah itu. Namun Jesus bukan seorang guru yang bodoh atau berhati dengki. Beliau adalah seorang Nabi dengan cinta yang membara terhadap Tuhan dan ummat manusia. Beliau tidak meninggalkan masalah itu tidak terpecahkan atau pertanyaan itu tanpa jawaban. Injil dari gereja-gereja tidak menyebutkan jawaban Jesus atas pertanyaan: "Siapa Tuhan Daud itu? Namun Injil Barnabas menjawabnya. Injil ini telah ditolak oleh gereja-gereja karena bahasanya lebih banyak bersesuaian dengan Kitab Suci yang diwahyukan dan karena Injil Barnaba sangat ekspresif dan eksplisit tentang sifat dari misi Nabi Jesus Kristus, dan di atas segalanya karena Injil Barnabas menuliskan kalimat yang tepat diucapkan oleh Nabi Jesus mengenai Nabi Muhammad saw. Copy dari Injil ini dapat dengan mudah dibeli. Di situ anda akan menjumpai jawaban Jesus sendiri, yang mengatakan bahwa Perjanjian (Covenant) antara Tuhan dan Nabi Ibrahim telah dibuat untuk Ismail, dan bahwa orang "yang paling mulia atau terpuji" adalah keturunan Nabi Ismail dan bukan Nabi Ishaq melalui Nabi Daud. Nabi Jesus berulang kali dilaporkan telah bersabda mengenai Nabi Muhammad saw yang ruhnya atau jiwanya telah beliau lihat di sorga.
Insya Allah saya akan mempunyai kesempatan untuk menulis tentang Injil Barnabas ini kemudian.
Tidak diragukan bahwa mata kenabian Daniel yang melihat melalui visi yang indah berupa Barnasha yang agung, yang adalah Nabi Muhammad saw, juga merupakan mata kenabian Daud. Manusia yang paling mulia dan terpuji itu pula yang telah dilihat oleh Nabi Ayub (xix. 25) sebagai seorang Penyelamat dari kekuatan Iblis.
Lalu apakah Nabi Muhammad saw itu yang dipanggil Nabi Daud dengan sebutan "Tuanku’ or "Adonku"? Marilah kita lihat.
Argumentasi yang menguntungkan Nabi Muhammad saw, yang disebut "Sayyidu ‘l-Mursalin" sama dengan "Adon of the Prophets" adalah menentukan; begitu nyata dan jelas dalam kalimat Perjanjian Lama sehingga orang menjadi heran atas kebodohan dan kekerasan kepala mereka yang menolak untuk mengerti dan mematuhinya.
- Nabi terbesar dan Adon di Mata Tuhan dan mata manusia, bukanlah seorang penakluk dan pemusnah kemanusiaan, juga bukan seorang pertapa yang suci yang menghabiskan waktunya di dalam gua atau sel untuk bersemedi mengenai Tuhan guna mencari keselamatan dirinya sendiri, tetapi seseorang yang memberikan lebih banyak kebaikan dan jasa terhadap kemanusiaan dengan membawa mereka kepada cahaya pengetahuan tentang Satu Tuhan Sejati, dan dengan memusnahkan sama sekali kekuatan setan dan patung-patung mereka yang buruk sekali dan tradisi-tradisi yang merusak moral. Nabi Muhammad saw itulah yang "melukai kepala ular" dan karena itulah Al Qur’an menyebut setan, iblis dengan sebutan "yang dilukai"!! Beliau membersihkan Ka’aba dan seluruh Arabia dari berhala-berhala, dan memberikan cahaya, agama, kebahagiaan, dan kekuatan pada orang-orang Arab bodoh penyembah berhala, yang dalam waktu singkat menyebar luaskan cahaya itu ke seluruh empat arah di bumi ini. Dalam pengabdian kepada Tuhan, karya dan keberjayaan Nabi Muhammad saw adalah tidak tertandingi dan tidak tersaingi. Para Nabi, Orang-Orang Suci dan Martir dari tentara Tuhan terhadap kekuatan setan; Nabi Muhammad saw sendiri tidak dapat dipungkiri adalah seorang Komandan Utama dari mereka semua itu. Jelas, bahwa beliau sendiri itulah Adon dan Lord bukan saja bagi Daud tetapi untuk semua Nabi, karena beliau telah mensucikan Palestina dan negeri-negeri yang telah dibersihkan oleh Nabi Ibrahim dari penyembahan berhala.
- Karena Jesus Kristus sendiri mengakui bahwa beliau bukanlah "the Lord" dari Daud atau Al Masih yang datang dari keturunan Daud, maka tidak lagi ada siapapun kecuali Nabi Muhammad saw di antara para Nabi yang dapat menjadi Adon atau Lord dari Daud. Dan bila kita bandingkan revolusi keagamaan yang pantas mendapat pujian yang dibawa oleh Anak Laki-Laki Mulia dari Keluarga Ismail ke dunia ini dengan apa yang sudah dicapai oleh seluruh Nabi bersama-sama, kita bisa menyimpulkan bahwa hanya Nabi Muhammad saw sendirilah yang berhak menyandang gelar Adon.
- Bagaimana Daud bisa mengetahui bahwa "Yahwah berfirman kepada Adon, ‘Duduklah kamu di sebelah kananKu sehingga Aku menempatkan musuhmu di bawah kakimu’?" dan bagaimana Daud bisa mendengar firman Tuhan ini? Kristus sendiri yang menjawab, yaitu: "Ruh Daud menuliskan ini: "Dia melihat Adon Muhammad seperti Daniel telah melihatnya (Daniel vii), dan (seperti) Paul telah melihatnya (2 Corinthian xii) dan banyak yang lainnya lagi yang telah melihatnya. Tentu saja misteri: "Duduklah kamu di sebelah kananKu" tersembunyi dari kita. Namun dengan pasti kita bisa menerka bahwa itulah penobatan resmi dengan kehormatan mendudukkan dirinya sendiri di sisi kanan Tahta Tuhan, dan karenanya dinobatkan menjadi "Adon", bukan saja dari para Nabi tetapi untuk semua mahluk yang telah berlangsung di malam yang terkenal mi’raj Nabi Muhammad saw ke Sorga.
- Satu-satunya keberatan prinsip atas misi suci dan superioritas Nabi Muhammad saw ialah cercaannya terhadap trinitas. Namun Perjanjian Lama tidak mengenal Tuhan lain di samping Allah, dan Tuannya Daud tidak duduk di sisi kanan tuhan yang tiga, tetapi di sisi kanan Tuhan Yang Satu. Karenanya di antara Nabi-Nabi yang percaya dan memuja Allah, tiada apapun yang lain yang begitu agung, dan telah mewujudkan pengabdian yang begitu luar biasa bagi Allah dan kemanusiaan kecuali Nabi Muhammad saw.
-----------------------------------------------------------------------
Oleh PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI B.D. |
0 comments:
Posting Komentar