Kita selama ini memperoleh informasi bahwa Rasulullah SAW telah melamar Aisyah RA ketika berumur 6 tahun dan berumah tangga ketika berusia 9 tahun.
apa benar informasi itu?
Aisyah RA menikah di usia 19 tahun
Nah, untuk menjawab pertanyaan benar
atau tidak masalah ini, melalui studi kritis terhadap hadits, Maulana
Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi menemukan informasi baru. Dalam
bukunya Umur Aesyah, ternyata ada berita baru yang lebih masuk akal
dan bisa diterima logika.
Rasulullah SAW berumah tangga dengan Aisyah RA saat Aisyah RA berusia 19 tahun.
Rasulullah SAW berumah tangga dengan Aisyah RA saat Aisyah RA berusia 19 tahun.
Jadi, bagaimana cerita runtutnya?!
Maulana Habibur Rahman Siddiqui
Al-Kandahlawi adalah seorang ahli hadits dari India. Ia lahir tahun 1924 M, putera ulama hadits terkenal Mufti
Isyfaq Rahman. Ayahnya ini pernah jadi mufti besar Bhopal India.
Adapun yang menjadi dasar kesimpulan
tersebut adalah riwayat yang menunjukkan beda usia Aisyah RA dengan
kakaknya Asma, sekitar 10 tahun. Riwayat ini ada di kitab Siyar
A’lamal Nubala karangan Al Zahabi. Sedangkan Asma meninggal di usia
100 tahun pada tahun 73 H (diriwayatkan Ibnu Kathir dan Ibnu Hajar).
Artinya, Asma lahir tahun 27 Sebelum Hijrah dan Aisyah
lahir tahun 17 Sebelum Hijrah.
Sementara itu, para ahli sejarah
sepakat bahwa pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah RA, terjadi pada
sekitar tahun 2 H. Berarti Aisyah RA berumah tangga dengan
Rasulullah SAW pada usia 19 tahun.
Mudah-mudahan dengan berita ini,
tidak ada lagi berita-berita miring yang dialamatkan kepada
Rasulullah SAW atas pernikahannya dengan Siti Aisyah. Kalau
umur 19 tahun di masa itu, sepertinya sudah layak dianggap dewasa.
Secara emosional dan psikologis, umur 19 tahun
juga sudah bukan umur anak-anak lagi.
WaLlahu a’lamu bishshawab
Dalil Tambahan :
1. Siti Aisyah Ra. berkata :
“Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)”
ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Shahih Bukhari, kitabu’l-tafsir,
Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr)…
Untuk dipahami, gadis muda
(jariah), adalah mereka yang telah berusia antara 6-13 tahun.
Jika Surat al Qamar,
diturunkan pada tahun ke 8 (delapan) sebelum hijriyah (The
Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), berarti usia Aisyah ra.
saat menikah antara 16-23 tahun…
Syekh Muhammad Sayyid At-Thanthawy berpendapat, Surat al Qamar diturunkan pada
tahun ke 5 (lima) sebelum hijriah. Jikapun pendapat ini, kita
jadikan patokan (dasar), maka akan diperoleh keterangan usia
Aisyah ra. saat beliau menikah, antara 13-20 tahun…
2. Ketika terjadi perang
Uhud (tahun 3H), Aisyah Ra. diperbolehkan ikut serta…
Di dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab
Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahawa pada hari
Uhud, orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya
melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit
pakaiannya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tersebut.”
Dengan mengambil asumsi
pada tahun 3H, usia Aisyah Ra. adalah 9 tahun…
Yang menjadi pertanyaan, benarkah anak usia 9 tahun diperkenankan ikut berperang… ???
Yang menjadi pertanyaan, benarkah anak usia 9 tahun diperkenankan ikut berperang… ???
Berdasarkan Hadis Shahih Bukhari,
seseorang baru diperkenankan ikut berperang setelah berusia 15 tahun:
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab
Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa
Rasulullah tidak mengizinkan dirinya menyertai dalam perang Uhud, pada ketika
itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia
15 tahun, Nabi mengizinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tersebut.”
Berdasarkan riwayat Hadits
Bukhari diatas, kanak-kanak lelaki berusia dibawah 15 tahun akan
dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang.
Sekali lagi, hal ini membuktikan
pada tahun 3H, Aisyah ra tidak berusia 9 tahun, melainkan telah berusia
15 tahun atau di atasnya…
3. Logika Budaya dari Guru
Besar IAIN, Prof.DR. Nasarudin Umar, beliau pernah menjelaskan, bahwa nikah
Sirri tidak pernah ada dalam budaya Jazirah Arab, juga Nikah Usia
Muda tidak pernah ada di Arab dari dulu sampai jaman sekarang.
Tradisi Arab mensyaratkan seorang gadis boleh menikah bila telah menstruasi, sedangkan saat zaman Nabi gadis mendapatkan menstruasi pertamanya umumnya umur 13-14 tahun, sekarang karena gizi yang lebih baik di Indonesiapun Gadis umur 11-12 tahun bisa mendapatkan menstruasi pertamanya, jadi tidak ada tradisi mengawinkan gadis belum menstruasi di Arab. Apalagi Abubakar Ra. adalah seorang sahabat yang tahu betul Fikih, jadi tidak mungkin mengawinkan Aisyah sebelum umur 13-14 tahun, apalagi 9 tahun.
Tradisi Arab mensyaratkan seorang gadis boleh menikah bila telah menstruasi, sedangkan saat zaman Nabi gadis mendapatkan menstruasi pertamanya umumnya umur 13-14 tahun, sekarang karena gizi yang lebih baik di Indonesiapun Gadis umur 11-12 tahun bisa mendapatkan menstruasi pertamanya, jadi tidak ada tradisi mengawinkan gadis belum menstruasi di Arab. Apalagi Abubakar Ra. adalah seorang sahabat yang tahu betul Fikih, jadi tidak mungkin mengawinkan Aisyah sebelum umur 13-14 tahun, apalagi 9 tahun.
4. Logika Budaya Arab Modern,
menurut beberapa sumber dari mereka yang pernah hidup di Baghdad,
Mekkah dan Kairo, hadist tentang Aisyah menikah umur 9 tahun disana
tidak laku, tidak pernah dibahas (hanya di Indonesia dan Malaysia
saja hadist itu dikenal secara populer). Jadi Jazirah Arab
tanpa mengkaitkan dengan hadist pun, masyarakat disana tidak ada
tradisi menikahkan anak gadis yang belum menstruasi, apalagi umur 9 tahun.
5. Berdasarkan Sirah An-Nabawiyah
(Ibnu Hisyam, 1/245-262.), dakwah secara siriyyah, yang
dilakukan Rasulullah sekitar kurang lebih 3 tahun dan sampai orang Islam
berjumlah 40 orang. Sejarah mencatat, Aisyah Ra.
adalah orang ke-19 yang menerima Islam, ini berarti beliau masuk
Islam pada masa dakwah disampaikan secara siriyyah (sembunyi-sembunyi).
Jika Aisyah Ra. pada tahun
2H saat ia menikah, baru berumur 9 tahun. Maka di masa dakwah
secara siriyyah, berdasarkan perhitungan tahun, kemungkinan
beliau belum lahir.
Bagaimana anak yang belum lahir, bisa bersyahadat ?
Mari kita pahami hadits berikut :Bagaimana anak yang belum lahir, bisa bersyahadat ?
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ لَمْ أَعْقِلْ أَبَوَيَّ قَطُّ إِلَّا وَهُمَا يَدِينَانِ الدِّينَ وَقَالَ أَبُو صَالِحٍ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ عَنْ يُونُسَ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمْ أَعْقِلْ أَبَوَيَّ قَطُّ إِلَّا وَهُمَا يَدِينَانِ الدِّينَ وَلَمْ يَمُرَّ عَلَيْنَا يَوْمٌ إِلَّا يَأْتِينَا فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَرَفَيْ النَّهَارِ بُكْرَةً وَعَشِيَّةً فَلَمَّا ابْتُلِيَ الْمُسْلِمُونَ خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ مُهَاجِرًا قِبَلَ الْحَبَشَةِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ بَرْكَ الْغِمَادِ لَقِيَهُ ابْنُ الدَّغِنَةِ وَهُوَ سَيِّدُ الْقَارَةِ فَقَالَ أَيْنَ تُرِيدُ يَا أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَخْرَجَنِي قَوْمِي فَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أَسِيحَ فِي الْأَرْضِ فَأَعْبُدَ رَبِّي قَالَ ابْنُ الدَّغِنَةِ إِنَّ مِثْلَكَ لَا يَخْرُجُ وَلَا يُخْرَجُ فَإِنَّكَ تَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ وَأَنَا لَكَ جَارٌ فَارْجِعْ فَاعْبُدْ رَبَّكَ بِبِلَادِكَ فَارْتَحَلَ ابْنُ الدَّغِنَةِ فَرَجَعَ مَعَ أَبِي بَكْرٍ فَطَافَ فِي أَشْرَافِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ فَقَالَ لَهُمْ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ لَا يَخْرُجُ مِثْلُهُ وَلَا يُخْرَجُ أَتُخْرِجُونَ رَجُلًا يُكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَيَصِلُ الرَّحِمَ وَيَحْمِلُ الْكَلَّ وَيَقْرِي الضَّيْفَ وَيُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ فَأَنْفَذَتْ قُرَيْشٌ جِوَارَ ابْنِ الدَّغِنَةِ وَآمَنُوا أَبَا بَكْرٍ وَقَالُوا لِابْنِ الدَّغِنَةِ مُرْ أَبَا بَكْرٍ فَلْيَعْبُدْ رَبَّهُ فِي دَارِهِ فَلْيُصَلِّ وَلْيَقْرَأْ مَا شَاءَ وَلَا يُؤْذِينَا بِذَلِكَ وَلَا يَسْتَعْلِنْ بِهِ فَإِنَّا قَدْ خَشِينَا أَنْ يَفْتِنَ أَبْنَاءَنَا وَنِسَاءَنَا قَالَ ذَلِكَ ابْنُ الدَّغِنَةِ لِأَبِي بَكْرٍ فَطَفِقَ أَبُو بَكْرٍ يَعْبُدُ رَبَّهُ فِي دَارِهِ وَلَا يَسْتَعْلِنُ بِالصَّلَاةِ وَلَا الْقِرَاءَةِ فِي غَيْرِ دَارِهِ ثُمَّ بَدَا لِأَبِي بَكْرٍ فَابْتَنَى مَسْجِدًا بِفِنَاءِ دَارِهِ وَبَرَزَ فَكَانَ يُصَلِّي فِيهِ وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَيَتَقَصَّفُ عَلَيْهِ نِسَاءُ الْمُشْرِكِينَ وَأَبْنَاؤُهُمْ يَعْجَبُونَ وَيَنْظُرُونَ إِلَيْهِ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَجُلًا بَكَّاءً لَا يَمْلِكُ دَمْعَهُ حِينَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَأَفْزَعَ ذَلِكَ أَشْرَافَ قُرَيْشٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَأَرْسَلُوا إِلَى ابْنِ الدَّغِنَةِ فَقَدِمَ عَلَيْهِمْ فَقَالُوا لَهُ إِنَّا كُنَّا أَجَرْنَا أَبَا بَكْرٍ عَلَى أَنْ يَعْبُدَ رَبَّهُ فِي دَارِهِ وَإِنَّهُ جَاوَزَ ذَلِكَ فَابْتَنَى مَسْجِدًا بِفِنَاءِ دَارِهِ وَأَعْلَنَ الصَّلَاةَ وَالْقِرَاءَةَ وَقَدْ خَشِينَا أَنْ يَفْتِنَ أَبْنَاءَنَا وَنِسَاءَنَا فَأْتِهِ فَإِنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْتَصِرَ عَلَى أَنْ يَعْبُدَ رَبَّهُ فِي دَارِهِ فَعَلَ وَإِنْ أَبَى إِلَّا أَنْ يُعْلِنَ ذَلِكَ فَسَلْهُ أَنْ يَرُدَّ إِلَيْكَ ذِمَّتَكَ فَإِنَّا كَرِهْنَا أَنْ نُخْفِرَكَ وَلَسْنَا مُقِرِّينَ لِأَبِي بَكْرٍ الِاسْتِعْلَانَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَأَتَى ابْنُ الدَّغِنَةِ أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ قَدْ عَلِمْتَ الَّذِي عَقَدْتُ لَكَ عَلَيْهِ فَإِمَّا أَنْ تَقْتَصِرَ عَلَى ذَلِكَ وَإِمَّا أَنْ تَرُدَّ إِلَيَّ ذِمَّتِي فَإِنِّي لَا أُحِبُّ أَنْ تَسْمَعَ الْعَرَبُ أَنِّي أُخْفِرْتُ فِي رَجُلٍ عَقَدْتُ لَهُ قَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنِّي أَرُدُّ إِلَيْكَ جِوَارَكَ وَأَرْضَى بِجِوَارِ اللَّهِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ بِمَكَّةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ رَأَيْتُ سَبْخَةً ذَاتَ نَخْلٍ بَيْنَ لَابَتَيْنِ وَهُمَا الْحَرَّتَانِ فَهَاجَرَ مَنْ هَاجَرَ قِبَلَ الْمَدِينَةِ حِينَ ذَكَرَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجَعَ إِلَى الْمَدِينَةِ بَعْضُ مَنْ كَانَ هَاجَرَ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ وَتَجَهَّزَ أَبُو بَكْرٍ مُهَاجِرًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رِسْلِكَ فَإِنِّي أَرْجُو أَنْ يُؤْذَنَ لِي قَالَ أَبُو بَكْرٍ هَلْ تَرْجُو ذَلِكَ بِأَبِي أَنْتَ قَالَ نَعَمْ فَحَبَسَ أَبُو بَكْرٍ نَفْسَهُ
عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَصْحَبَهُ وَعَلَفَ رَاحِلَتَيْنِ كَانَتَا عِنْدَهُ وَرَقَ السَّمُرِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari ‘Uqail berkata, Ibnu Syihab maka dia mengabarkan keada saya ‘Urwah bin Az Zubair bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anha isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata; “Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam”. Dan berkata, Abu Shalih telah menceritakan kepada saya ‘Abdullah dari Yunus dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepada saya ‘Urwah bin Az Zubair bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata; “Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam dan tidak berlalu satu haripun melainkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang menemui kami di sepanjang hari baik pagi ataupun petang. Ketika Kaum Muslimin mendapat ujian, Abu Bakar keluar berhijrah menuju Habasyah (Ethiopia) hingga ketika sampai di Barkal Ghomad dia didatangi oleh Ibnu Ad-Daghinah seorang kepala suku seraya berkata; “Kamu hendak kemana, wahai Abu Bakar?”
Maka Abu Bakar menjawab:
“Kaumku telah mengusirku maka aku ingin keliling dunia agar aku bisa beribadah kepada Tuhanku”.
Ibnu Ad-Daghinah berkata: “Seharusnya orang seperti anda tidak patut keluar dan tidap patut pula diusir karena anda termasuk orang yang bekerja untuk mereka yang tidak berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu dan selalu menolong di jalan kebenaran.
Maka aku akan menjadi pelindung anda untuk itu kembalilah dan sembahlah Tuhanmu di negeri kelahiranmu. Maka Ibnu Ad-Daghinah bersiap-siap dan kembali bersama Abu Bakar lalu berjalan di hadapan Kafir Quraisy seraya berkata, kepada mereka: “Sesungguhnya orang sepeti Abu Bakar tidak patut keluar dan tidak patut pula diusir. Apakah kalian mengusir orang yang suka bekerja untuk mereka yang tidak berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu dan selalu menolong di jalan kebenaran?” Akhirnya orang-orang Quraisy menerima perlindungan Ibnu Ad-Daghinah dan mereka memberikan keamanan kepada Abu Bakar lalu berkata, kepada Ibnu Ad-Daghinah:
“Perintahkanlah Abu Bakar agar beribadah menyembah Tuhannya di rumahnya saja dan shalat serta membaca Al Qur’an sesukanya dan dia jangan mengganggu kami dengan kegiatannya itu dan jangan mengeraskannya karena kami telah khawatir akan menimbulkan fitnah terhadap anak-anak dan isteri-isteri kami”. Maka Ibnu Ad-Daghinah menyampaikan hal ini kepada Abu Bakar.
Maka Abu Bakar mulai beribadah di rumahnya dan tidak mengeraskan shalat bacaan Al Qur’an diluar rumahnya. Kemudian AbuBakar membangun tempat shalat di halaman rumahnya sedikit melebar keluar dimana dia shalat disana dan membaca Al Qur’an. Lalu istrei-isteri dan anak-anak Kaum Musyrikin berkumpul disana dengan penuh keheranan dan menanti selesainya Abu Bakar beribadah. Dan sebagaimana diketahui Abu Bakar adalah seorang yang suka menangis yang tidak sanggup menahan air matanya ketika membaca Al Qur’an. Maka kemudian kagetlah para pembesar Quraisy dari kalangan Musyrikin yang akhirnya mereka memanggil Ibnu Ad-Daghinah ke hadapan mereka dan berkata, kepadanya: “Sesungguhnya kami telah memberikan perlindungan kepada Abu Bakr agar dia mberibadah di rumahnya namun dia melanggar hal tersebut dengan membangun tempat shalat di halaman rumahnya serta mengeraskan shalat dan bacaan padahal kami khawatir hal itu akan dapat mempengaruhi isteri-isteri dan anak-anak kami dan ternyata benar-benar terjadi. Jika dia suka untuk tetap beribadah di rumahnya silakan namun jika dia menolak dan tetap menampakkan ibadahnya itu mintalah kepadanya agar dia mengembalikan perlindungan anda karena kami tidak suka bila kamu melanggar perjanjian dan kami tidak setuju bersepakat dengan Abu Bakar”. Berkata, ‘Aisyah radliallahu ‘anha: Maka Ibnu Ad-Daghinah menemui Abu Bakar dan berkata: “Kamu telah mengetahui perjanjian yang kamu buat, maka apakah kamu tetap memeliharanya atau mengembalikan perlindunganku kepadaku karena aku tidak suka bila orang-orang Arab mendengar bahwa aku telah melanggar perjanjian hanya karena seseorang yang telah aku berjanji kepadanya”. Maka Abu Bakar berkata: “Aku kembalikan jaminanmu kepadamu dan aku ridho hanya dengan perlindungan Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kejadian ini adalah di Makkah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh aku telah ditampakkan negeri tempat hijrah kalian dan aku melihat negeri yang subur ditumbuhi dengan pepohonan kurma diantara dua bukit yang kokoh. Maka berhijrahlah orang yang berhijrah menuju Madinah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkanhal itu.
Dan kembali pula berdatangan ke Madinah sebagian dari mereka yang pernah hijrah ke Habasyah sementara Abu Bakar telah bersiap-siap pula untuk berhijrah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, kepadanya: “Janganlah kamu tergesa-gesa karena aku berharap aku akan diizinkan (untuk berhijrah) “. Abu Bakar berkata: “Sungguh demi bapakku tanggungannya, apakah benar Tuan mengharapkan itu?” Beliau bersabda: “Ya benar”. Maka Abu Bakar berharap dalam dirinya bahwa dia benar-benar dapat mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berhijrah. Maka dia memberi makan dua hewan tunggangan yang dimilikinya dengan dedaunan Samur selama empat bulan.
Sumber :
English Version : Bukhari, Book 37: Transferance of a Debt from One Person to Another (Al-Hawaala). Volume 3, Book 37, Number 494
1. http://www.sacred-texts.com/isl/bukhari/bh3/bh3_492.htm
2. http://www.searchtruth.com/book_display.php?book=37&translator=1
Perhatikan tulisan yang dicetak tebal, pada hadits di atas
‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata; “Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam…
Hal ini bermakna ketika Abu Bakar ra. masuk Islam, Aisyah ra. sudah lahir.
Berdasarkan catatan sejarah, Abu Bakar ra. masuk Islam pada tahun-1 Kenabian (tahun ke-10 Sebelum Hijriah). Dan jika pada saat itu Aisyah ra. telah berusia 7-8 tahun, maka saat beliau berumah tangga dengan Rasulullah, Aisyah ra. telah berusia 19-20 tahun.
0 comments:
Posting Komentar