Kain yang diyakini kafan Yesus mungkin merupakan artefak keagamaan paling kontroversial di dunia.
Kain yang memiliki sebutan Kain Kafan dari Turin yang dipercaya membungkus jenazah Yesus setelah wafat di kayu salib mencetak wajah Sang Juru Selamat.Tercetaknya wajah Yesus, yang kemudian menjadi acuan berbagai lukisan atau patung Yesus itu memicu debat soal keasliannya. Dan setelah kembali dipamerkan untuk pertama kalinya dalam 10 tahun, perdebatan itu tampaknya tengah menuju ke hasil akhir.
Berbagai referensi sejarah soal kain kafan Yesus sudah tersedia, namun satu-satunya catatan yang paling bisa diandalkan adalah yang tersimpan di Katedral Turin sejak abad ke-16.
Kain berpola kerangka berukuran 1,21m x 4,42m itu berlumuran bercak darah manusia dan tampak jelas menunjukkan sosok seseorang yang baru saja menjalani hukuman penyaliban.
Gambaran yang paling terkenal yaitu sosok wajah Yesus lengkap dengan janggut tebalnya memang tak bisa dengan mudah dilihat mata telanjang. Gambaran wajah itu baru terlihat pada akhir abad ke-19 dalam sebuah foto yang diambil oleh seorang fotografer amatir.
Kini, banyak kalangan yang mempertanyakan proses penelitian dan menganggap proses penelitian kurang akurat.
Seorang sejarawan yang telah banyak menulis buku seputar masalah ini, Ian Wilson yakin kain kafan Turin itu memang kain yang membungkus jenazah Yesus. Apa yang mendasari keyakinan Wilson itu?
"Sampel yang diambil untuk penelitian tahun 1988 itu diambil dari tempat yang tidak seharusnya, yaitu pojok kiri atas," kata Wilson.
"Sebab, sebelum tahun 1840 satu-satunya cara memamerkan kain itu adalah kain itu direntangkan dan dipegang oleh sedikitnya tiga orang uskup sehingga sangt mungkin ujung kain itu sudah terkontaminasi," papar Wilson.
Keraguan lainnya adalah sampel yang diambil adalah bagian yang sudah diperbaiki dengan menggunakan kain biasa.
"Masalah lain adalah kain itu nyaris terbakar tahun 1532 dan asap kebakaran mengakibatkan banyak pengaruh. Semua faktor inilah yang memungkinkan penelitian karbon menjadi tidak akurat," tambah Wilson.
Lubang pergelangan tangan
"Memang pada jaman Yesus hidup, ribuan orang dihukum mati dengan cara disalib. Namun, berbeda dapam proses penyaliban Yesus adalah mahkota duri dan di atas kain kafan itu terdapat noda luka tusukan di sekitar kepala yang terluka," tandas Wilson.
Dan meskipun banyak lukisan yang menggambarkan Yesus dipaku pada telapak tangannya, namun kain kafan itu menunjukkan bahwa Yesus dipaku pada pergelangan tangannya.
Cara memaku pada pergelangan tangan, papar Wilson, adalah agar tubuh Yesus tetap bisa tergantung di kayu salib. Tapi bagaimana menjelaskan soal gambaran wajah yang diyakini banyak orang sebagai wajah Yesus di atas kain itu?
"Itu memang hal yang aneh. Kain kafan ini berperan sebagai cetakan negatif badan yang dibungkusnya. Sehingga mungkin Anda akan bertanya benarkan ada kebangkitan Yesus?" tukas Wilson.
Gereja Katolik selalu menolak untuk mempedebatkan soal keaslian kain kafan itu. Namun, Vatikan berharap antara 1,5 sampai 2 juta orang akan datang melihat kain itu. Paus Benedictus XVI direncanakan akan datang ke pameran pada 2 Mei mendatang.
Sebelum pameran digelar Uskup Turin Kardinal Severino Poletto menegaskan arti penting obyek suci bagi Gereja Katolik itu.
"Pameran kain kafan suci adalah sebuah peristiwa rohani dan keagamaan bukan gelaran wisata atau komersial," kata Kardinal Poletto.
Sementara itu Direktur Pusat Sindologi Internasional Turin Bruno Barberis, menegaskan keaslian kain tersebut.
"Banyak penelitian membuktian bahwa noda di atas kain itu adalah darah manusia bukan buatan pelukis. Gambaran yang ditinggalkan memang sebuah citra yang diakibatkan oleh jenazah yang sesungguhnya. Sehingga saya pikir, tingkat keaslian kain kafan ini sangat tinggi, " kata Barberis yang lembanganya giat meneliti soal kain kafan Yesus ini.
Pandangan ilmuwan
Perdebatan soal kain kafan kemungkinan tak akan pernah berakhir
Profesor Hans Synal
"Metode pra perawatan yang kami lakukan seharusnya mampu menyingkirkan kontaminasi itu," kata Prof Cook yang dikenal sebagai pakar penanggalan karbon.
"Perhitungan karbon kami lakukan di tiga laboratorium berbeda sehingga kami yakin kami telah melakukan perhitungan yang benar," tambah dia.
Satu-satunya pertanyaan saat itu, lanjut Cook, adalah apakah kain kafan itu sudah tercampur dengan kain yang usianya jauh lebih mudah atau tidak.
Sebagian besar ilmuwan yang melakukan penelitian tahun 1988 sudah pensiun atau meninggal dunia. Salah satu peneliti Dr Hans Arno Synal mengingat saat-saat penelitian saat itu dengan baik.
Hans Synal yang kini adalah kepala Laboratorium Fisika Ion Universitas Zurich sangat yakin penelitian tahun 1988 sudah memecahkan misteri.
"Kami sudah melakukan prosedur yang benar dan ketat. Jika ada kontaminasi manusia maka kami akan melihat perbedaan suhu saat kami melakukan pembersihan. Namun, tak ada perbedaan itu," kata Synal.
Soal kain yang digunakan untuk memperbaiki kain kafan, Synal yakin para ahli tekstil saat itu sudah memisahkan semua material yang akan mengganggu penelitian.
Pendeknya, Synal yakin kain kafan Turin adalah kain buatan abad ke-14 bukan kain kafan yang membungkus jenazah Yesus. Meski demikian dia menilai kain itu tetaplah sebuah artefak sejarah yang menarik.
"Kain itu sangat menarik, tidak masalah apakah usianya 2.000 atau 700 tahun. Jadi saya tidak akan menilai apa-apa bagi mereka yang tertarik melihat pameran kain itu. Mungkin saya juga akan pergi melihat. Mengapa tidak? Kain itu sebuah obyek sejarah," tandas Synal.
Soal mengapa sebagian besar orang tidak mau mengakui hasil penelitian itu, Synal memiliki pandangan sendiri.
"Sangat jelas bahwa kain itu bukan berasal dari masa Yesus hidup dan perdebatan soal kain kafan kemungkinan tak akan pernah berakhir. Selalu ada kelompok orang yang percaya bahwa kain itu memang kain kafan Yesus," kata Synal.
Menariknya, kata Synal, yang sangat mempercayai keaslian kain ini justru bukan Gereja Katolik. "Mungkin sebagian orang ingin melihat bukti keberadaan Tuhan. Namun, saya tak yakin kain ini adalah buktinya."
BBC Indonesia
0 comments:
Posting Komentar