Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Kajian

Bantahan

Fiqih

Al Kautsar Dan Kenikmatan Yang Banyak

24 Oktober 2012

Surat Al Kautsar ini adalah surat yang berisi penjelasan akan nikmat yang banyak yang telah dianugerahkan pada Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, berisi pula perintah untuk shalat dan berqurban hanya untuk Allah dan akibat dari orang yang membenci Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al Kautsar: 1-3).


Makna Al Kautsar
Allah Ta’ala telah menyebutkan sebagian nikmat yang dikaruniakan kepada Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Allah Ta’ala berfirman pada Nabi kita Muhammad,


إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak”, maksudnya Kami telah menganugerahkan nikmat padamu (wahai Muhammad) dan juga Kami telah memberikan padamu Al Kautsar yaitu sungai di surga yang dijanjikan untuk Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dan sungai itu adalah telaga Nabi ‘alaihish sholaatu was salaam.


Terdapat hadits dalam shahih Muslim, dari Anas, ia berkata, suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kami dan saat itu beliau dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Lantas beliau mengangkat kepala dan tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” “Baru saja turun kepadaku suatu surat.” Lalu beliau membaca,


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al Kautsar: 1-3). Kemudian beliau berkata, “Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?” “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, jawab kami. Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda,


فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِى. فَيَقُولُ مَا تَدْرِى مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ
Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebgaian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut.  Allah berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah berbuat bid’ah sesudahmu.” (HR. Muslim no. 400).


Ada pelajaran berharga dari Ibnu Katsir mengenai cerita tentang surat Al Kautsar di atas, Beliau berkata, “Kebanyakan ahli qiroah berdalil dari sini bahwa surat Al Kautsar adalah surat Madaniyah. Dan kebanyakan dari fuqoha memandang bahwa basmalah adalah bagian dari surat ini karena ia turun bersamanya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 476). Namun Ibnul Jauzi mengatakan bahwa jumhur (mayoritas ulama) termasuk Ibnu ‘Abbas berpendapat bahwa surat ini adalah surat Makkiyah. (Zaadul Masiir, 9: 247)
Ibnul Jauzi merinci ada enam pendapat mengenai makna Al Kautsar:
  1. Al Kautsar adalah sungai di surga.
  2. Al Kautsar adalah kebaikan yang banyak yang diberikan pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas.
  3. Al Kautsar adalah ilmu dan Al Qur’an. Demikian pendapat Al Hasan Al Bashri.
  4. Al Kautsar adalah nubuwwah (kenabian), sebagaimana pendapat ‘Ikrimah.
  5. Al Kautsar adalah telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak manusia mendatanginya. Demikian kata ‘Atho’.
  6. Al Kautsar adalah begitu banyak pengikut dan umat. Demikian kata Abu Bakr bin ‘Iyasy. (Lihat Zaadul Masiir, 9: 247-249)
Nikmat Dibalas dengan Syukur
Syaikh Musthofa Al ‘Adawy berkata, “Orang yang masih berada dalam fitrah yang selamat, tentu ketika diberi nikmat akan dibalas dengan syukur. Maka kebaikan yang banyak yang telah diberi ini dibalas dengan:


فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah.” (Tafsir Juz ‘Amma, Musthofa Al ‘Adawi, hal. 293)


Dirikan Shalat dan Qurban Hanya untuk Allah
Yang dimaksud: Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah, adalah jadikanlah shalatmu hanya karena Allah dan jangan ada niatan untuk yang selain-Nya. Begitu pula jadikanlah hasil sembelihan unta ikhlas karena Allah. Jangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik di mana mereka melakukan sujud kepada selain Allah dan melakukan penyembelihan atas nama selain Allah. Bahkan seharusnya shalatlah karena Allah dan lakukanlah sembelihan atas nama Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,


قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS. Al An’am: 162-163)
Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul ‘Adha. Adapun maksud ‘naher’ adalah penyembelihan pada hari Idul Adha sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas ulama). (Lihat Zaadul Masiir, 9: 249)


Yang Membenci Nabi, Merekalah yang Terputus
Ayat terakhir,
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al Kautsar: 1-3). Yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang yang membenci dan memusuhi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya yang terputus dan tidak ada lagi penyebutan (pujian) untuknya setelah matinya. Orang-orang Quraisy menyatakan demikian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lagi memiliki keturunan laki-laki (semuanya meninggal dunia). Maka Allah pun membalasnya dengan meninggikan pujian bagi beliau. Beliau dipuji oleh orang terdahulu dan belakangan di tempat yang tinggai hingga hari pembalasan. Sedangkan yang memusuhi beliau, itulah yang terputus di belakang. (Keterangan dari Musthofa Al ‘Adawi, Tafsir Juz ‘Amma, hal. 294).


Ibnul Jauzi mengatakan bahwa yang dimaksud ‘abtar’ adalah terputus dari kebaikan (Zaadul Masiir, 9: 251).


‘Ikrimah berkata bahwa yang dimaksud ‘abtar’ adalah bersendirian. As Sudi mengatakan bahwa dahulu jika ada seseorang yang anak laki-lakinya meninggal dunia, maka disebut abtar (batar). Ketika anak laki-laki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, orang-orang Quraisy mengatakan, “Bataro Muhammad (Muhammad terputus).” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 483)


Ibnu Katsir menjelaskan, “Yang dimaksud abtar adalah jika seseorang meninggal dunia, maka ia tidak akan lagi disebut-sebut (disanjung-sanjung). Inilah kejahilan orang-orang musyrik. Mereka sangka bahwa jika anak laki-laki seseorang mati, maka ia pun tidak akan disanjung-sanjung. Padahal tidak demikian. Bahkan beliaulah yang tetap disanjung-sanjung dari para syahid (tuan) yang lain. Syari’at beliau tetap berlaku selamanya, hingga hari kiamat saat manusia dikumpulkan dan kembali.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 483)


Surat ini kata Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berisi penjelasan mengenai nikmat yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu beliau dikaruniakan kebaikan yang banyak. Kemudian di dalamnya berisi perintah untuk mengerjakan shalat dan berqurban juga ibadah lainnya atas dasar ikhlas karena Allah. Kemudian terakhir dijelaskan bahwa siapa yang membenci Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membenci satu saja dari ajaran beliau, merekalah yang nantinya terputus yaitu tidak mendapatkan kebaikan dan barokah (Tafsir Juz ‘Amma, 281).


Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad hingga Yaumat Tanaad (hari kiamat saat manusia diseru di padang Mahsyar).
Wallahu waliyyut taufiq.



---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi:
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah.
Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, Maktabah Adh Dhiya’.
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab Al Islami.


Prioritaskan Menghafal Al Quran

menghafal_al_quran_10Al Khotib Al Baghdadi berkata, "Selayaknya bagi setiap penuntut ilmu memulai dari menghafalkan Al Qur’an. Karena Al Qur’an adalah ilmu yang paling mulia dan yang paling pantas didahulukan." (Al Jaami' li Akhlaaqir Rowi wa Li Aadabis Saami’)


Diceritakan bahwa Ibnu Jarir Ath Thobari berkata, “Aku menghafal Al Qur’an pada usia 7 tahun, aku mulai belajar shalat jama’ah pada usia 8 tahun dan aku mulai menulis hadits pada usia 9 tahun.”


Ibnu Kholdun rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak merupakan bagian dari syi’ar agama Islam dan yang dipraktekkan umat ini. Praktek ini pun tersebar di setiap negeri. Pengaruhnya, hafalan quran bisa lebih mengokohkan iman. Setelah itu barulah kuasai akidah dari ayat-ayat Qur’an, lalu kuasai sebagian matan  hadits.”


Keutamaan menghafalkan Al Qur’an sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) Al Qur’an nanti : ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzi no. 2914, shahih kata Syaikh Al Albani).


Ibnu Hajar Al Haitami rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan keutamaan khusus bagi yang menghafalkan Al Qur’an dengan hatinya, bukan yang sekedar membaca lewat mushaf. Karena jika sekedar membaca saja dari mushaf, tidak ada beda dengan yang lainnya baik sedikit atau banyak yang dibaca. Keutamaan yang bertingkat-tingkat  adalah bagi yang menghafal Al Qur’an dengan hatinya. Dari hafalan ini, bertingkat-tingkatlah kedudukan mereka di surga sesuai dengan banyaknya hafalannya. Menghafal Al Qur’an seperti ini hukumnya fardhu kifayah. Jika sekedar dibaca saja, tidak gugur kewajiban ini. Tidak ada yang lebih besar keutamaannya dari menghafal Al Qur’an. Inilah yang dimaksudkan dalam hadits di atas dan inilah makna tekstual yang bisa ditangkap. Malaikat akan mengatakan pada yang menghafalkan Al Qur’an ‘bacalah dan naiklah’. Jadi yang dimaksud sekali lagi adalah bagi yang menghafal Al Qur’an dari hatinya.” (Al Fatawa Al Haditsiyah, 156)


Semoga Allah memudahkan kita menjadi penghafal-penghafal Al Qur’an dan penjaga kitabullah.
Wallahu waliyyut taufiq.



Sumber: Dalil Al Hifzh Al Muyassar (Petunjuk Menghafal Al Qur’an)

revival of Islamic faith foundation

Sejarah

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.