Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Kajian

Bantahan

Fiqih

Adanya Siksa Kubur

5 April 2012


Bismillah ..

Sebenarnya adanya azab kubur itu sesuatu yang sudah qath’i dan pasti sifatnya. Tidak perlu dipermasalahkan .Tentunya hadits Rasulullah SAW, kita mendapatkan dalil yang jelas dan qath’i. Demikian juga Rasulullah SAW menyebut-nyebut azab kubur secara tegas, jelas dan terang.

Disebutkan pula dalam Al Qur’an. Sehingga dengan sangat pasti kita dapat katakan bahwa pembicaraan mengenai siksa kubur adalah mutawatir karena riwayat Al Qur’an adalah mutawatir dan bukan Ahad.

Allah Ta’ala berfirman,
وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ



46)
Dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang , dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras".” (QS. Al Mu’min: 45-46).
Mari kita perhatikan penjelasan para pakar tafsir mengenai potongan ayat ini:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.”
Al Qurtubhi –rahimahullah- mengatakan,
“Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini tentang adanya adzab kubur. ... Pendapat inilah yang dipilih oleh Mujahid, ‘Ikrimah, Maqotil, Muhammad bin Ka’ab. Mereka semua mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan adanya siksa kubur di dunia.” (Al Jaami’ Li Ahkamil Qur’an, 15/319)
Asy Syaukani –rahimahullah- mengatakan,
“Yang dimaksud dengan potongan dalam ayat tersebut adalah siksaan di alam barzakh (alam kubur). ” (Fathul Qodir, 4/705)
Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i –rahimahullah- mengatakan,
“Para ulama Syafi’iyyah berdalil dengan ayat ini tentang adanya adzab kubur. Mereka mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa siksa neraka yang dihadapkan kepada mereka pagi dan siang (artinya sepanjang waktu) bukanlah pada hari kiamat nanti. Karena pada lanjutan ayat dikatakan, “dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras” [Berarti siksa neraka yang dinampakkan pada mereka adalah di alam kubur.

Tidak bisa juga kita katakan bahwa yang dimaksudkan adalah siksa di dunia. Karena dalam ayat tersebut dikatakan bahwa neraka dinampakkan pada mereka pagi dan siang, sedangkan siksa ini tidak mungkin terjadi pada mereka ketika di dunia. Jadi yang tepat adalah dinampakkannya neraka pagi dan siang di sini adalah setelah kematian (bukan di dunia) dan sebelum datangnya hari kiamat. Oleh karena itu, ayat ini menunjukkan adanya siksa kubur bagi Fir’aun dan pengikutnya. Begitu pula siksa kubur ini akan diperoleh bagi yang lainnya sebagaimana mereka.” (Mafaatihul Ghoib, 27/64)
Ibnu Katsir –rahimahullah- mengatakan,
“Ayat ini adalah pokok aqidah terbesar yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengenai adanya adzab (siksa) kubur yaitu firman Allah Ta’ala,
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
7/146)

Penolakan terhadap siksa kubur ,beralasan bahwa riwayat yang menerangkan aqidah semacam ini adalah hadits ahad. Sedangkan hadits ahad tidak boleh dijadikan rujukan dalam masalah aqidah karena aqidah harus 100 % qoth’i, tidak boleh ada zhon (sangkaan) sedikit pun.

Bukankah Al Qur’an adalah mutawatir?
Lalu bagaimana dengan do’a berlindung dari adzab kubur yang dibaca ketika tasyahud akhir.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Jika salah seorang di antara kalian selesai tasyahud akhir (sebelum salam), mintalah perlindungan pada Allah dari empat hal: [1] siksa neraka jahannam, [2] siksa kubur, [3] penyimpangan ketika hidup dan mati, [4] kejelekan Al Masih Ad Dajjal.” (HR. Muslim). Do’a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allahumma inni a’udzu bika min ‘adzabil qobri, wa ‘adzabin naar, wa fitnatil mahyaa wal mamaat, wa syarri fitnatil masihid dajjal [Ya Allah, aku meminta perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka, penyimpangan ketika hidup dan mati, dan kejelekan Al Masih Ad Dajjal].” (HR. Muslim)
 Dalil-Dalil As Sunnah
Dalil-dalil Syar’i dari As Sunnah Ash Shahihah tentang adanya azab kubur sangat banyak, di antaranya:

1. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

أَنَّ يَهُودِيَّةً دَخَلَتْ عَلَيْهَا فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَقَالَتْ لَهَا أَعَاذَكِ اللَّهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالَ نَعَمْ عَذَابُ الْقَبْرِ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدُ صَلَّى صَلَاةً إِلَّا تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
زَادَ غُنْدَرٌ عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ

Bahwa wanita Yahudi masuk kepada ‘Aisyah, lalu dia menyebutkan tentang azab kubur, maka dia berkata kepadanya: “Berlindunglah kamu kepada Allah dari azab kubur.” Maka ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang azab kubur. Rasulullah menjawab: “Benar, azab kubur ada.” ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata: “Maka aku tidaklah pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan melainkan setelah shalat pasti ia meminta perlindungan dari azab kubur.” Ghundar menambahkan bahwa azab kubur adalah benar. (HR. Bukhari , Kitab Al Janaiz Bab Maa Ja’a fi Azabil Qabri, No. 1372)

2. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda::

أَيُّهَا النَّاسُ اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَإِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ حَقٌّ

“Wahai manusia, berlindunglah kalian dari azab kubur, sesungguhnya azab kubur itu benar adanya.” (HR. Ahmad No. 24520, Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini sesuai syarat (standar) Imam Bukhari. Lihat Fathul Bari, 3/236, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Shahih sesuai syarat syaikhan (Bukhari-Muslim).” Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 24520)

3. Dari Asma’ binti Abu bakar Radhiallahu ‘Anha:

قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيبًا فَذَكَرَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ الَّتِي يَفْتَتِنُ فِيهَا الْمَرْءُ فَلَمَّا ذَكَرَ ذَلِكَ ضَجَّ الْمُسْلِمُونَ ضَجَّةً

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah dan menyebutkan tentang fitnah kubur, yang akan di alami oleh seseorang di dalm kubur, sehingga kaum muslimin merasakan ketakutan yang sangat. (HR. Bukhari, Kitab Al Janaiz Bab Maa Ja’a fi Azabil Qabri, No. 1373)

Apabila kita mengamati nash-nash yang shahîh dari al-Qur‘ân dan Sunnah serta ditopang oleh pemahaman dan pandangan para Ulama dalam memahami nash-nash tersebut, maka diketahui bahwa manusia akan melewati empat alam kehidupan, yaitu: alam rahim, alam dunia, alam barzakh (kubur), alam akhirat.

Semua proses kehidupan setiap alam tersebut memiliki kekhususan masing-masing, tidak bisa disamakan antara satu dengan lainnya. Misalnya alam rahim, mungkin saja bisa diketahui sebagian proses kehidupan di sana melalui peralatan kedokteran yang canggih, tapi di balik itu semua, masih banyak keajaiban yang tidak terungkap dengan jalan bagaimana pun.

Semua itu merupakan rahasia yang sengaja Allah Azza wa Jalla tutup dari ilmu dan pandangan umat manusia. Allah Azza wa Jalla telah menerangkan dalam firman-Nya yang berbunyi:
ﻭَﻣَﺎ ﺃُﻭﺗِﻴﺘُﻢ ﻣِّﻦَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺇِﻟَّﺎ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ

Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit saja. [al-Isrâ‘/17:85]

Apalagi bila kita hendak berbicara tentang kehidupan alam kubur dan alam akhirat, tiada pintu yang bisa kita buka kecuali pintu keimanan terhadap yang ghaib, melalui teropong nash-nash al-Qur‘ân dan Sunnah. Beriman dengan hal yang ghaib adalah barometer pembeda antara seorang Mukmin dengan seorang kafir, sebagaimana termaktub dalam firman Allah Azza wa Jalla :

ﺫَٰﻟِﻚَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏُ ﻟَﺎ ﺭَﻳْﺐَ ۛ ﻓِﻴﻪِ ۛ ﻫُﺪًﻯ ﻟِّﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟْﻐَﻴْﺐِ

Kitab (al-Qur‘ân) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib”. [al-Baqarah/2:2-3]


KEADAAN MANUSIA DI ALAM KUBUR
Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti akan melewati alam kubur. Alam ini disebut pula alam
barzakh yang artinya perantara antara alam dunia dengan alam akhirat, sebagaimana firman Allah yang artinya, “Apabila kematian datang kepada seseorang dari mereka, ia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.

Sekalikali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada Barzakh (pembatas) hingga hari mereka dibangkitkan. [al-Mukminûn/23:100]

Para ahli tafsir dari Ulama Salaf sepakat mengatakan, “Barzakh adalah perantara antara dunia dan akhirat, atau perantara antara masa setelah mati dan hari kebangkitan. [1].

Alam Barzakh dinamakan dengan alam kubur adalah karena keadaan yang umum terjadi. Karena pada umumnya jika manusia meninggal dunia, dia dikubur dalam tanah. Namun, bukan berarti orang yang tidak dikubur terlepas dari peristiwa-peristiwa alam barzakh. Seperti orang yang dimakan binatang buas, tenggelam di lautan, dibakar ataupun terbakar. Sebab Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Seperti yang diceritakan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮ َﻳْﺮَﺓَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪ ﺻَﻠﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻠَﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻟَﻢْ ﻳَﻌْﻤَﻞ ﺧَﻴْﺮًﺍﻗَﻂُّ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻣَﺎﺕَ ﻓَﺤَﺮِّﻗُﻮْﻩُ ﻭَﺍﺫْﺭُﻭْﺍﻧِﺼﻔَﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺒَﺮِّ
ﻭَﻧِﺼﻔَﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻓَﻮَ ﺍﻟﻠَِّﻪِ ﻟَﺌِﻦْ ﻗَﺪَﺭَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻟَﻴُﻌَﺬِ ﺑَﻨَّﻪُ ﻋَﺬَﺍﺑًﺎ ﻻَ ﻳُﻌَﺬِّﺑُﻪُ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ ﻓَﺄَﻣَﺮَ ﺍﻟﻠّﻪُ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮَ ﻓَﺠَﻤَﻊَ ﻣَﺎﻓِﻴْﻪِ ﻭَﺃَﻣَﺮَ ﺍﻟْﺒَﺮَّ ﻓَﺠَﻤَﻊَ
ﻣَﺎ ﻓِﻴْﻪِ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻢَ ﻓَﻌَﻠْﺖَ ﻗَﺎﻝَ ﻣِﻦْ ﺧَﺸْﻴَﺘِﻚَ ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻓَﻐَﻔَﺮَﻟَﻪُِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang tidak pernah beramal baik sedikit pun berkata kepada keluarganya: apabila ia meninggal maka bakarlah dia, lalu tumbuk tulangnya sehalus-halusnya. Kemudian sebarkan saat angin kencang bertiup, sebagian di daratan dan sebagian lagi di lautan. Lalu ia berkata, ‘Demi Allah, jika Allah mampu untuk menghidupkannya, tentu Allah akan mengazabnya dengan azab yang tidak diazab dengannya seorang pun dari penduduk alam. Maka Allah memerintahkan lautan dan daratan untuk mengumpulkan abunya yang terdapat didalamnya. Maka tiba-tiba ia berdiri tegak. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut? Ia menjawab, “karena takut kepada-Mu dan Engkau lebih mengetahui (isi hatiku)”. Kemudian Allah mengampuninya. [2]

Dari kisah di atas dapat kita lihat bagaimana seseorang tersebut berusaha untuk lari dari azab Allah Azza wa Jalla dengan cara yang menurut akal pikirannya dapat membuatnya lolos dan lepas dari azab Allah Azza wa Jalla. Tetapi hal tersebut tidak dapat melemahkan kekuasaan Allah Azza wa Jalla . Bila seandainya ada seseorang mau melakukan tipuan terhadap Allah Azza wa Jalla agar ia terlepas dari azab kubur, sesungguhnya kekuasaan Allah Azza wa Jalla jauh lebih kuat daripada tipuannya. Pada hakikatnya yang ditipu adalah dirinya sendiri.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melewati sebuah tembok di Madinah atau Makkah lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kubur mereka, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : (( sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa dan tidaklah mereka disiksa karena satu perkara besar, kemudian beliau berkata : benar karena perkara besar, yaitu satu seorang dari mereka tidak menjauhi manusia atau tidak bersih ketika buang air kecil, dan yang lain selalu mengadu domba, lalu beliau meminta pelepah kurma dan membelahnya dan meletakkannya pada setiap kuburan, lalu beliau ditanya : kenapa anda melakukan itu Ya Rasulullah ? beliau berkata : mudah-mudahan mereka diringankan siksanya selama pelepah itu masih basah )) HR Imam Bukhari dan Muslim.
Adapun secara akal sehat ini, perkara ini mungkin terjadi walaupun beberapa golongan mengingkarinya karena mereka hanya mengandalkan akal mereka dalam menerima atau menolak suatu perkara dari syariat.
Mereka mengatakan : kita melihat orang yang sudah mati yang disiksa dalam kubur, namun ketika dibongkar kembali jasadnya tetap tidak berubah, demikian juga kadang-kadang orang yang mati karena dimangsa binatang buas dan tidak dikubur. Apa yang mereka saksikan adalah hanya secara dhahir-nya saja, karena yang dapat merasakan adanya siksa adalah sebagian hati kita, dan tidak mesti siksa itu nampak pada gerakan atau perubahan badan. Atau bisa saja ketika kita membongkar kembali kuburan maka Allah Taalaa mengembalikan tubuhnya seperti sedia kala sebagai ujian bagi keimanan kita karena Allah Taalaa Berkuasa atas segala-galanya.
Seandainya kita menolak hadits ahad hanya karena bersifat dzanni, maka berapa banyak perkara syariat yang kita tolak karena kebanyakannya berasal dari hadits-hadits ahad, padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengutus para sahabat sendiri-sendiri untuk menyebarkan Islam, seandainya hadits ahad tidak diterima, tentunya dakwah mereka akan ditolak orang-orang, tidak berbeda apakah itu dalam perkara akidah maupun furu’ (cabang).
Jadi menolak siksa kubur sebenarnya merupakan pemahaman dan keyakinan Mutazilah bukan keyakinan Ahlu Sunah Wal Jamaah.
Wallahu alam bishowab.




Lantunan Adzan Syaikh Misyari Rasyid_by Yuddie

1 April 2012

Hanya Ada Satu Agama,Yaitu Islam


Dalam ajaran ketiga agama samawi (yang besumber dari pewahyuan dari Tuhan)) terdapat suatu kesamaan bahwa kehidupan manusia dimulai oleh Adam dan Hawa, sepasang manusia yang dulunya hidup di sorga, namun karena bujuk rayu Iblis, telah melanggar larangan Allah, akhirnya dihukum, dilemparkan ke dunia, menjalani kehidupan penuh keringat, susah payah, perjuangan, beranak pinak, saling bermusuhan dan membunuh, sampai sekarang.

Juga terdapat suatu kesamaan, bahwa kemudian Allah selalu mengiringi sejarah kehidupan manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya agar manusia punya panduan, mana cara menjalani hidup yang benar menurut Allah, mana cara yang salah. Disini kemudian terjadi ‘persimpangan jalan’. Fakta yang ada sekarang, ketiga agama samawi itu punya konsep yang berbeda tentang tata-cara menjalani hidup, bahkan juga konsep yang berbeda tentang eksistensi Allah. Padahal secara logika, kalau ketiganya sama-sama punya nenek moyang yang satu, maka ajaran yang diturunkan dari nenek moyang tersebut seharusnya sama, terutama ajaran tentang bagaimana gambaran Tuhan. Disini hanya ada 2 kemungkinan, hanya ada SATU ajaran yang benar, yang sama sejak manusia pertama ada, atau ketiga-tiganya salah semua, artinya baik Islam, Kristen maupun Yahudi nyasar semua, tidak sama lagi dengan apa yang dituntun Allah sejak dulu.

Adalah tidak mungkin ketika Allah memberikan sekumpulan petunjuk-Nya kepada manusia, mulai dari manusia pertama dan memberikan ‘judul’ terhadap petunjuk itu dengan sebuah nama, lalu disaat selanjutnya, Allah juga memberikan ajaran lain yang berbeda, lalu juga memberi ‘judul’ yang lain terhadap ajaran tersebut. Al-Qur’an mengistilahkan kata agama dengan ‘diin’ sesuatu yang menggambarkan hubungan antara dua pihak, dimana yang satu mempunyai posisi lebih tinggi dari yang lain. Ada juga istilah lain untuk kata agama ini, yaitu ‘millat’ yang berarti membacakan kepada orang lain. Ar-Raghib al-Asfahani mendefinisikan kata diin adalah menggambarkan keseluruhan suatu agama termasuk rinciannya, sedangkan millat menggambarkan keseluruhan suatu agama tidak dalam rinciannya, Diin bisa diartikan suatu sistem kepercayaan yang sudah terstruktur, milllat artinya suatu ajaran. Menurut Al-Qur’an, dari dulu hanya ada satu nama agama yang benar-benar berasal dari Allah, yaitu Islam.

19. Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam. (Ali Imran) – innadiina = sesungguhnya agama, indallaahi = disisi Allah, al-Islaam = Islam

Dalam ayat ini kata Islam dikemukakan dengan ‘al-Islaam’ berupa kata benda yang mengartikan sebuah nama.

84. Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ’Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri."

85. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran)
– waman = dan barang siapa, yabtagi = mencari, gaira = selain, al-islaami = Islam, diinan = agama.

Dari kedua ayat tersebut disimpulkan bahwa petunjuk-petunjuk Allah mulai dari manusia pertama, dijuluki oleh Allah dengan ‘al-Islam’. Yang merupakan ‘diin = agama’, dan adanya ketegasan bahwa dari dulunya apa yang diajarkan oleh Allah melalui para nabi dan rasul adalah sama, dalam konteks gambaran eksistensi Allah dan penyembahan kepada-Nya. Pemeluk agama Islam tersebut dinamakan ‘Muslim’

78….(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu..(Al Hajj) – millata = agama, abiikum = bapakmu, Ibraahiima = Ibrahim, huwa = Dia, sammaakumu = menampakkan kamu, al-muslimiina = orang-orang muslim.

Kata ‘al-muslimiina’ juga merupakan kata benda, yang berarti : orang yang memeluk agama Islam’, dan ini sudah dinamai Allah bagai pemeluk Islam sejak dahulunya. Dari uraian ayat-ayat Al-Qur’an diatas, sebenarnya kita mendapat gambaran yang jelas, bahwa dilihat dari sisi ‘penamaan’, yaitu diin atau millah, al-Islam, dan al-Muslimiin, serta pernyataan Allah bahwa yang diakuinya sebagai agama yang Dia turunkan dari dulunya, adalah Islam.

Nabi Ibrahim adalah ‘al-Muslimiin’, anak keturunannya juga, Ismail, Ishak, Ya’kub, Musa, ‘Isa, adalah ‘al-Muslimuun’ pemeluk Islam. Semua nabi dan Rasul itu termasuk dalam keluarga para Rasul, yang ditugaskan Allah untuk menyampaikan ajaran-Nya, tentang eksistensinya, yang sama dari dulunya, dan ajaran Islam tidak membeda-bedakan antara satu nabi dengan nabi yang lain :

136. Katakanlah (hai orang-orang mu’min): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan ’Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Al Baqarah)

Jadi ketika Nabi Ibrahim, dan Nabi Ya’kub berwasiat kepada anak keturunannya :

132. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub : "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Al Baqarah)


Kalimat ‘Allah telah memilih agama ini’, menarik sekali karena wasiat Nabi Ibrahim memakai kata ‘diin’ untuk menyatakan ‘agama’, bukan millat, sedangkan dalam surat al-Hajj 78, Al-Qur’an memakai kata ‘millat’ dalam kalimat ‘agama orangtuamu Ibrahim’. Bisa ditafsirkan bahwa ketika mewasiatkan anak keturunannya, nabi Ibrahim sudah mengetahui bahwa adanya suatu ‘sistem kepercayaan’ yang diridhoi Allah, dan millatnya punya intisari yang sama dengan sistem kepercayaan tersebut. Untuk menghubungkan millat (ajaran) Ibrahim dengan Islam sebagai suatu sistem kepercayaan, maka diakhir ayat tersebut dikatakan : ‘kecuali dalam memeluk agama Islam’. Al-Qur’an memakai kata ‘muslimuuna’ untuk kata yang diartikan ‘agama Islam’, kata muslimuuna adalah kata sifat diartikan = orang yang tunduk/berserah diri.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana mungkin Ibrahim, Ismail, Ishak, Musa, ‘Isa, dikatakan memeluk agama Islam, padahal mereka sudah ada sebelum nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam diturunkan. Para nabi dan Rasul tersebut juga tidak melaksanakan shalat 5 waktu, puasa Ramadhan, haji, dll seperti ritual yang dilakukan oleh umat Muhammad SAW, bahkan tidak mengucapkan shahadat ‘Ashadu Allailaaha illa Alllah, wa’ashadu anna Muhammad Rasulullah’, yang merupakan ‘proklamasi’ seseorang memeluk agama Islam.

Yang pasti semua nabi dan Rasul tersebut mengucapkan ‘Tidak ada Tuhan selain Allah’, anda bisa menemukan banyak ayatnya dalam Al-Qur’an, suatu pernyataan bahwa dari dahulunya eksistensi Allah tidaklah berganti, dan penyembahan terhadap-Nya juga tidak berubah. Namun untuk setiap umat, Allah menetapkan SYARI’AT’ yang berbeda-beda, syari’at disini bisa diartikan : tata-cara penyembahan, aturan-aturan menjalani kehidupan, mana yang boleh mana yang tidak, dll :

67. Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (Al Hajj)

Itulah makanya untuk kaum Yahudi dan Nasrani, disyari’atkan mengkuduskan hari Sabbath, untuk umat Islam tidak, atau sebaliknya untuk umat Islam disyari’atkan shalat 5 waktu, puasa Ramadhan, dll, untuk umat sebelumnya tidak. Ada juga syari’at umat Muhammad yang terkait dengan syari’at nabi terdahulu :

13. Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ’Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Asy Syuura)

Maka kata-kata ‘Wa ashadu anna Muhammad Rasulullah’, artinya sipengucap sumpah ini menyatakan dirinya adalah penganut agama Islam dan menjalankan syari’at yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, sedangkan nabi dan rasul sebelumnya, beserta pengikut-pengikutnya adalah penganut Islam yang menjalankan syari’at sesuai ajaran masing-masing. Namun semuanya dinyatakan sebagai penganut agama Islam, satu-satunya agama yang diakui Allah, dan disebut sebagai Muslim.

Yang jadi pertanyaan sampai sekarang, apakah ketika nabi Musa menyampaikan Taurat, dan nabi “Isa Almasih menyampaikan Injil, menerangkan apa nama agama yang mereka bawa..??, apakah ada pernyataan nabi Musa misalnya yang menyatakan : “Inilah ajaranku, yaitu AGAMA YAHUDI”, atau nabi ‘Isa Almasih menyatakan :”Inilah ajaran AGAMA KRISTEN”. Al-Qur’an sering menyinggung kata : Yahudi dan Nasrani, namun itu merujuk kepada nama suatu kelompok atau kaum, bukan nama agama, lalu apa nama agama yang dibawa oleh nabi Musa dan nabi ‘Isa Almasih tersebut..???

Orang Yang Bangkrut




Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT yg tlah memberi sebaik-baik nikmat berupa
Iman dan Islam. Pujian dan keselamatan terlimpah kpd Nabi Muhammad SAW, sang kekasih Ar-Rahman, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS.Alhujuran: 12)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang diridhai Allah, tanpa dia sadari Allah mengangkat derajatnya karena ucapannya itu, dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang dimurkai Allah, tanpa dia sadari Allah menjebloskan dia ke dalam neraka karena ucapannya itu" (HR.al-Bukhari)

Kawan mulai dari sekarang kita instropeksi diri dulu yuk,sebelum intropeksi orang lain,karena Masih banyak orang2 kaya,cantik,berpangkat,berilmu menilai seseorang hnya dngan sekilas dia tak pernah menilai dari kesehariannya,,,,

Kawan mreka itu ialah golongan yg dberi kenyamanan hidup oleh Allah, ikut mengaji tanpa ada gangguan,,,berpakaian muslim mndpat ridho teman dan ortu,, pergi ke masjid tak ada ejekan, mereka memang berilmu tapi sayang mata mereka melihat hnya dari satu kesalahan saudaranya saja,,

Mereka asal bcara dan menghujat saudaranya dengan kata MUNAFIK,,,, padahal Tidak ada yang tahu Seseorang itu Munafik atau tidak,,,hanya Allah SWT yang tahu  .

Dosa pada Allah SWT sangat mudah termaafkan, sangat mudah terhapuskan karena Allah SWT memang Maha Memaafkan. Dosa pada sesama manusia hitunganya berdasarkan keiklasan hati untuk memaafkan. Bila tidak bisa menghambat perjalanan sepiritual, memutuskan rezeki, kebahagiaan, kesehatan, terkabulnya doa. Di akhirat kelak sangat bisa menjadi penghalang dalam memperoleh hak surga. Na’udzubilah Mindzalik.

Sungguh tidak ada lagi malapateka yang paling dah­syat menimpa manusia selain bangkrut di pengadilan akhirat. Betapa tidak, di pengadilan tersebut tidak ada lagi Jaksa penun­tut umum, tidak ada pengacara, tidak ada jual-beli hukum; tidak ada majelis hakim; tidak ada saksi ahli dan sebagainya. Di pengadilan itu hanya ada hakim tunggal yakni ”The caster the day after”, sang raja di raja. Dialah Allah, Hakim yang Maha Adil; Maha Tahu, Maha Berkuasa, dan Maha segala­-galanya.

Baginda Rasulullah SAW, pernah mengajukan pertanyaan kepada para sahabatnya, Beliau bertanya: “Tahukah kamu siapakah orang yang bangkrut itu?”. Mendengarkan pertanyaan tersebut, be­berapa sahabat menjawab, “Menurut kami, orang yang bangk­rut itu adalah orang yang dulunya kaya raya dan memiliki harta banyak namun kini telah habis”. Mendengar jawaban itu, Bag­inda Rasulullah SAW. memberikan penjelasan. “orang yang bangkrut itu adalah ummatku yang pada saat pengadilan akhirat berlangsung, ia datang melaporkan amal kebajikannya; na­mun saat memproses amalan tersebut beberapa orang menun­tutnya. “Ya Rasulullah, benar orang ini kuat ibadah, hebat ber­puasa, gemar berzakat dan berbuat amal kebajikan lainnya. Namun orang tersebut juga selama hidup di dunia suka mem­fitnah, suka mencerita belakang sesamanya, suka menebar issu, menebar gosip, suka membunuh karir sesamanya bahkan suka memakan harta anak yatim. Karena itu, di pengadilan akhirat ini kami menuntut perbuatan orang ini terhadap diri kami”.


Mendengarkan pengaduan tersebut; maka segala amal ke­bajikan yang pernah diperbuat oleh ahli ibadah tadi diberikan kepada seluruh orang yang disakiti. Meskipun tuntutan telah diselesaikan namun masih juga berderet orang menuntut. Un­tuk mengatasi tuntutan itu maka dosa orang yang “antri” menuntut “ganti – rugi ” diberikan kepada sang ahli ibadah tadi. Karena seluruh amalan telah habis> dan dosa orang yang dianiaya dipikul semuanya ma’ka sang ahli Ibadah ini dilempar­kan ke dalam api neraka. Inilah yang saya maksudkan dengan orang yang bangkrut itu,” Kunci Rasulullah dalam dialog den­gan sahabat-sahabatnya.

Dialog di atas menunjukkan pada kita, betapa manusia harus selalu menjaga hubungan baik, antar sesama manusia. Sebab, dosa antar sesama manusia tidak dapat terampunkan tanpa orang tersebut memaafkan. Ketahuilah bahwa sujud, tasbih, memuja Allah, berpuasa, berhaji, berinfak dan sebagainya akan sia-sia, apabila manusia tidak menjaga hubungan yang baik antar sesama manusia. Karena itulah, mari kita buang rasa ben­ci, rasa dendam dan iri hati, mari kita taut rasa persaudaraan dan persahabatan; mari kita buka hati untuk saling memaaf­kan; mari kita saling merangkul bukan sal­ing memukul. Semoga dengan hati yang bening kita tetap meraih hidayah dan taufiq dari Allah SWT. Dalam mengarungi kehidupan ini. Kita berharap pula, semoga di pengadilan akhirat kelak kita tidak termasuk “orang yang bangkrut” sebagaimana yang digambarkan oleh Baginda Rasulullah SAW.

wassalam.

revival of Islamic faith foundation

Sejarah

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.