Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Kajian

Bantahan

Fiqih

Mengungkap Dalang Pembunuhan Husain radhiyallahu ‘anhu

27 Februari 2016


Iraq_map_karbala
Cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma  gugur terbunuh di tanah Karbala. Tragis dan mengenaskan. Dan Yazid bin Muawiyah pun jadi tersangka tunggal dalam tragedi ini. Nama Yazid busuk. Bahkan bapaknya Muawiyah radhiyallahu anhu pun tercemar. Laknat sekelompok manusia terus membayangi mereka, terlebih di hari terbunuhnya Husain radhiyallahu anhu, 10 Muharram atau hari Asyura.
Siapa yang tak akan benci dan murka kepada pembunuh cucu tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?
Namun benarkah Yazid membunuh Husain radhiyallahu anhu? Atau benarkah Yazid memerintahkan supaya Husain radhiyallahu anhu dibunuh di Karbala?
Sejenak, kita kembali ke tahun 61 H tepatnya di Padang Karbala.
PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU TERNYATA ADALAH SYIAH KUFAH
PENGAKUAN PARA PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU
Syiah Kufah telah mengakui bahwa merekalah yang membunuh Husain radhiyallahu anhu.  Pengakuan Syiah pembunuh-pembunuh Husain radhiyallahu anhu ini diabadikan oleh ulama-ulama Syiah yang merupakan rujukan dalam agama mereka seperti Baqir al-Majlisi, Nurullah Syusytari, dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing. Mullah Baqir al-Majlisi, seorang ulama rujukan Syiah menulis,
“Sekumpulan orang-orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, “Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang lain. Kita telah membunuh “Penghulu Pemuda Ahli Surga” karena Ibnu Ziyad anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk memberontak terhadap Ibnu Ziyad tetapi tidak berguna apa-apa.” (Jilaau al-‘Uyun, halaman 430).
Qadhi Nurullah Syusytari pula menulis di dalam bukunya Majalisu al-Mu’minin bahwa setelah  sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Husain radhiyallahu ‘anhu terbunuh, pemuka orang-orang Syiah mengumpulkan kaumnya dan berkata,
“Kita telah memanggil Husain radhiyallahu anhu dengan memberikan janji akan taat setia kepadanya, kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampuni kecuali kita berbunuh-bunuhan sesama kita.” Dengan itu berkumpullah sekian banyak orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat (artinya), “Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu.” (QS. Al-Baqarah: 54). Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama mereka. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan gelar “at-Tawwaabun.”
Sejarah tidak lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits bin Rab’i di dalam pembunuhan Husain radhiyallahu anhu di Karbala. Tahukah Anda siapa itu Syits bin Rab’i? Dia adalah seorang Syiah tulen, pernah menjadi duta Ali radhiyallahu anhu di dalam peperangan Shiffin, dan senantiasa bersama Husain radhiyallahu ‘anhu. Dialah juga yang menjemput Husain radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap pemerintahan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4.000 orang bala tentara untuk menentang Husain radhiyallahu anhu, dan dialah orang yang mula-mula turun dari kudanya untuk memenggal kepala Husain radhiyallahu anhu. (Jilaau al-Uyun dan Khulashatu al-Mashaaib, hal. 37).
Masihkah ada orang yang ragu-ragu tentang Syiah-nya Syits bin Rab’i dan tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mullah Baqir al-Majlisi, seorang tokoh Syiah terkenal? Secara tidak langsung hal ini berarti pengakuan dari pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu.
Lihatlah pula kepada Qais bin Asy’ats, ipar Husain radhiyallahu anhu, yang tidak diragukan tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas selimut Husain radhiyallahu anhu dari tubuhnya selepas pertempuran? (Khulashatu Al Mashaaib, halaman 192).
KESAKSIAN AHLUL BAIT YANG SELAMAT DALAM TRAGEDI KARBALA
Pernyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam rombongan Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala, yang terus hidup selepas peristiwa ini, juga membenarkan bahwa Syiahlah pembunuh Husain dan Ahlul Bait. Termasuk pernyataan Husain radhiyallahu anhu sendiri yang sempat direkam oleh sejarah sebelum beliau terbunuh. Husain radhiyallahu anhu berkata dengan menujukan kata-katanya kepada orang- orang Syiah Kufah yang saat itu tengah siaga bertempur melawan beliau,
“Wahai orang-orang yang curang, zalim, dan pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi ketika kami datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu, maka sekarang kamu justru menghunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang kami.” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Beliau juga berkata kepada Syiahnya, “Binasalah kamu! Bagaimana mungkin kamu menghunuskan pedang dendammu dari sarung-sarungnya tanpa adanya permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami? Mengapa kamu akan membunuh Ahlul Bait tanpa adanya sebab?” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Ali Zainal Abidin putra Husain radhiyallahu anhu yang turut serta di dalam rombongan ke Kufah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu, juga berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang meratap dengan mengoyak-ngoyak baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka,
“Mereka ini menangisi kami. Bukankah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka?” (Al-Ihtijaj karya At Thabarsi, halaman 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi, seorang ulama Syiah terkenal menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau, “Wahai manusia (orang-orang Kufah)! Dengan nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kepada kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwa kamu mengirimkan surat kepada ayahku (mengundangnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu.”
LAKNAT DAN KUTUKAN AHLUL BAIT ATAS SYIAH-NYA
Husain radhiyallahu anhu mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau, “Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan cerai-beraikanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami.” (Jilaau Al Uyun, halaman 391).
Ternyata, nasib Syiah yang sentiasa diuber-uber di beberapa daerah dan negara-negara Islam di sepanjang sejarah membuktikan terkabulnya kutukan dan laknat Sayyidina Husain di medan Karbala atas Syiah.
Beliau juga berdoa, “Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat… Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila kamu mati, kelak sudah tersedia adzab Tuhan untukmu  di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya.” (Mullah Baqir Majlisi – Jilaau Al Uyun, halaman 409).
Peringatan hari Asyura pada tanggal 10 Muharram oleh orang-orang Syiah, di mana mereka menyiksa badan dengan memukuli tubuh mereka dengan rantai, pisau, dan pedang sebagai bentuk berkabung yang dilakukan oleh golongan Syiah, sehingga mengalir darah dari tubuh mereka sendiri juga merupakan bukti diterimanya doa Husain radhiyallahu anhu. Upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah.
Zainab, saudara perempuan Husain radhiyallahu anhu yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, “Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian diuraikannya kembali. Kamu juga telah mengurai ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran… Adakah kamu meratapi kami, padahal kamu sendirilah yang membunuh kami? Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun.” (Jilaau Al  Uyun, halaman 424).
Kutukan dan laknat ini pun dapat kita saksikan saat ini. Syiah yang terus memperingati tragedi Karbala setiap 10 Muharram (Asyura) menjadikan hari tersebut sebagai hari berkabung. Mereka membacakan kisah terbunuhnya Husain, syair-syair sedih tentang kematian Husain, lalu mereka menangis, meratap pilu, dan seterusnya.
Adapun di kalangan Ahlus Sunnah (Sunni) yang dituduh Syiah membenci Ahlul Bait, tidak pernah terjadi upacara yang seperti ini yang menunjukkan bahwa laknat dan kutukan Husain beserta ahlul baitnya tidak menyentuh mereka. Sebaliknya, justru Syiah yang mengaku-ngaku sebagai pecinta Ahlul Baitlah yang terkena kutukan-kutukan ini. Maka dengan itu jelaslah bahwa Syiahlah golongan yang bertanggungjawab membunuh Husain radhiyallahu anhu.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kaum muslimin dan bangsa ini dari tipu daya mereka. 

Sumber: Buletin al-Fikrah, edisi 02 tahun ke-15/11 Muharram 1435H/15 November 2013 M

Mengikuti Misa di Gereja Dengan Alasan Akademis Ilmiah, Bolehkah?

Tanya:

Ustadz, bolehkah mahasiswa muslim mengikuti ibadah misa Natal di gereja dengan alasan akademis ilmiah?

Jawab :

Haram hukumnya seorang muslim mengikuti atau menghadiri ibadah misa Natal di gereja walaupun untuk alasan akademis ilmiah. Alasan akademis ilmiah ini meskipun kelihatannya baik, tetapi sesungguhnya tetap tidak dapat menghalalkan sesuatu yang haram. Karena sesuatu yang haram dalam Islam itu hukumnya tetap haram walaupun dilakukan dengan niat untuk melakukan kebaikan. (As Sayyid bin Hamudah, An Nafa`is fi Ahkam Al Kana`is, hlm. 183; Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wa Al Haram fi Al Islam, hlm. 33).

Mengenai keharamannya, As Sayyid bin Hamudah dalam kitabnya An Nafa`is fi Ahkam Al Kana`ismengatakan,”Para ahli fiqih telah sepakat mengenai haramnya seorang muslim untuk memasuki tempat-tempat ibadah kaum kafir pada saat hari-hari raya mereka dan pada saat momentum-momentum keagamaan mereka.” (ittafaqa al fuqoha ‘ala tahriim dukhul al muslim ma’aabida al kuffar waqta a’yadihim wa munasabatihim al diiniyyah). (As Sayyid bin Hamudah, An Nafa`is fi Ahkam Al Kana`is, hlm. 183).

Dalil keharamannya adalah firman Allah SWT (yang artinya),”Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain.” (QS Al An’aam [6] : 68). Ayat ini telah mengharamkan seorang muslim untuk ikut serta pada suatu majelis dimana dia mempersaksikan kebatilan (musyahadah al bathil) dan mendengarkan kebatilan (istima’ al bathil) di dalamnya. Maka dari itu, haram hukumnya seorang muslim ikut serta dalam ibadah misa Natal di gereja, karena dalam ibadah di gereja itu dapat dipastikan seorang muslim akan menyaksikan dan mendengar hal-hal yang batil dalam pandangan Aqidah Islam, seperti ketuhanan Yesus, doktrin Trinitas, dsb. (As Sayyid bin Hamudah, An Nafa`is fi Ahkam Al Kana`is, hlm. 183).

Dalil lainnya adalah firman Allah SWT (yang artinya),” ”Dan [ciri-ciri hamba Allah adalah] tidak menghadiri/mempersaksikan kedustaan/kepalsuan.” (walladziina laa yasyhaduuna az zuur). (QS Al Furqaan [25] : 72). Imam Ibnul Qayyim meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas, Adh Dhahhak, dan lain-lain, bahwa yang dimaksud az zuur (kedustaan/kepalsuan) dalam ayat ini adalah hari raya orang-orang musyrik (‘iedul musyrikiin). Maka berdasarkan ayat itu, Imam Ibnul Qayyim mengharamkan seorang muslim untuk turut serta merayakan (mumaala`ah), menghadiri (hudhuur), atau memberi bantuan (musa`adah) pada hari-hari raya kaum kafir. (Imam Ibnul Qayyim, Ahkam Ahlidz Dzimmah, 2/156).

Berdasarkan dua dalil atas, dan dalil-dalil lain yang semisalnya, haram hukumnya seorang muslim mengikuti atau menghadiri ibadah misa Natal di gereja. Di sini perlu ditegaskan supaya tidak ada kerancuan, bahwa sungguh tidak ada khilafiyah di kalangan fuqaha dalam masalah ini, yaitu haramnya seorang muslim untuk memasuki tempat-tempat ibadah kaum kafir pada saat hari-hari raya mereka dan pada saat momentum-momentum keagamaan mereka. Semua fuqaha sepakat mengharamkan. Yang ada khilafiyah adalah hukum masuknya seorang muslim ke dalam gereja di luar konteks hari raya atau momentum keagamaan Kristiani, misalnya untuk duduk-duduk, istirahat, mengamati bangunannya, dsb. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 38/155; Imam Al Qarafi, Al Dzakhiirah, 12/35; Imam Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur`an, 13/54; Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Al Fatawa Al Kubra, 2/485; Imam Ibnul Qayyim, Ahkam Ahlidz Dzimmah, 2/722).

Adapun mengapa alasan akademis ilmiah dalam hal ini tidak dapat diterima, karena dalam Islam terdapat kaidah-kaidah syariah yang tegas mengenai halal-haram. Di antaranya kaidah “an niyyat al hasanah laa tubarrir al haram” (niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram). Demikian juga kaidah “al ghaayah laa tubarrir al waasithah” (tujuan tidak dapat membenarkan segala macam cara). (Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wa Al Haram fi Al Islam, hlm. 33; Taqiyuddin An Nabhani, Muqadimah Ad Dustur, 2/181).

Dengan demikian, jelaslah bahwa alasan akademis ilmiah tidak dapat diterima sebagai justifikasi untuk membenarkan aktivitas mahasiswa muslim mengikuti ibadah misa Natal di gereja. Wallahu a’lam. (Ustadz Siddiq al Jawie)

revival of Islamic faith foundation

Sejarah

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.