Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Kajian

Bantahan

Fiqih

Muslim di Inggris Menembus Tiga Juta Jiwa

4 Maret 2016



Jumlah warga Muslim di Inggris untuk pertama kalinya menembus angka tiga juta, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Nasional Statistik (ONS), yang dirilis pada akhir Januari 2016.

Data ONS memperlihatkan warga Muslim mencapai 3.114.992 orang pada 2014 atau setara dengan 5,4% dari total populasi.
Menurut mingguan Mail on Sunday yang mendapatkan data ONS, kenaikan warga Muslim ini disebabkan oleh imigrasi dan tingkat kelahiran.

Di beberapa kawasan di ibu kota London, proporsi penduduk Muslim mencapai hampir 50%, seperti di Tower Hamlets dan Newham di London timur. Mingguan ini memperkirakan, jika tren ini berlanjut, di dua kawasan ini Muslim akan menjadi warga mayoritas dalam kurun 10 tahun mendatang.

Di luar London, yang memiliki proporsi warga Muslim yang cukup signifikan adalah Blackburn (29%), Slough (26%), Luton (25,7%), Birmingham (23%), Leicester (20%), dan Manchester (18%).
Mengomentari data ini, juru bicara Dewan Muslim Inggris, mengatakan bahwa statistik menunjukkan keberagaman masyarakat Inggris yang modern.

Islam adalah salah satu agama dengan pertumbuhan tertinggi di Inggris.
Pada 1991 lalu jumlah warga Muslim di Inggris tercatat 950.000 jiwa atau sekitar 1,9% dari total penduduk.


(bbc.com)

Ayo Cari Sahabatmu

2 Maret 2016



Persahabatan yang hakikatnya dilakukan di dunia namun memiliki nilai dan ikatan kuat yang mampu menuntun kita menuju Syurga NYA. Persahabatan itu bukanlah sekedar persahabatan yang terurai dalam kata-kata manis nan indah. Namun persahabatan yang berisi dan berkualitas hingga ridho Allah pun turun kepada mereka.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.” (HR. Muslim)
Dari Mu’adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad).
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , diceritakan, “Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini’, jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia.”
Begitu mulianya arti persahabatan dalam Islam. Persahabatan yang di jalani dengan tulus karena Allah maka mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga ke Akhirat kelak. Allah berfirman, artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).

Dalam ayat ini jelas memerintahkan kita untuk mencari sahabat yang baik, kita di beri akal dan rasa untuk menilai seseorang. Jika orang yang kita anggap sahabat namun sama sekali tidak pernah ada dan mendukung kita dalam hal ibadah dan kebaikan, bahkan sering mencemooh kita dan melecehkan kita setiap kali kita mengingatkannya untuk melakukan yang di perintahkan oleh Allah maka dia bukanlah sahabat syurga itu.
IMAN SYAFI’I BERKATA “JIKA ENGKAU PUNYA TEMAN YANG SELALU MEMBANTUMU DALAM RANGKA KETAATAN KEPADA ALLAH, MAKA PEGANGLAH ERAT-ERAT DIA, JANGAN PERNAH KAU MELEPASKANNYA. KARENA MENCARI TEMAN BAIK ITU SUSAH, TETAPI MELEPASKANNYA MUDAH SEKALI” . DIRIWAYATKAN PULA DALAM HADITS “APABILA PENGHUNI SYURGA TELAH MASUK KE DALAM SYURGA LALU MEREKA TIDAK MENEMUKAN SAHABAT-SAHABAT MEREKA YANG SELALU BERSAMA MEREKA DAHULU DI DUNIA. MAKA MEREKA PUN BERTANYA KEPADA ALLAH SWT, ‘YA RABB .. KAMI TIDAK MELIHAT SAHABAT-SAHABAT KAMI YANG SEWAKTU DI DUNIA SHOLAT BERSAMA KAMI, PUASA BERSAMA KAMI DAN BERJUANG BERSAMA KAMI…’, MAKA ALLAH BERFIRMAN ‘PERGILAH KE NERAKA, LALU KELUARKAN SAHABAT-SAHABATMU YANG DI HATINYA ADA IMAN WALAUPUN HANYA SEBESAR ZARRAH’ (HR. IBNUL MUBARAK DALAM KITAB AZ-ZUHD)
Al-Hasan Al-Bashri berkata “Perbanyaklah sahabat-sahabat mu’minmu karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat”.
IBNUL JAUZI PERNAH PERNAH BERPESAN KEPADA SAHABAT-SAHABATNYA SAMBIL MENANGIS, “JIKA KALIAN TIDAK MENEMUKAN AKU NANTI DI SYURGA BERSAMA KALIAN, MAKA TOLONGLAH BERTANYA KEPADA ALLAH TENTANG AKU, ‘WAHAI RABB KAMI … HAMBA MU FULAN SEWAKTU DI DUNIA SELALU MENGINGATKAN KAMI TENTANG ENGKAU. MAKA MASUKKANLAH IA BERSAMA KAMI DI SYURGA-MU’ .
 Adapun kriteria sahabat yang baik sebagaimana yang di katakan oleh para sahabat dan sholihin terdahulu :
  • Imam Ali (as). Beliau berkata “Bersahabat dengan orang yang arif dan bijak akan menghidupkan jiwa dan ruh”.
  • Dalam al-Qur’an al-Karim, Allah Swt mengingatkan kita untuk tidak memilih kawan yang jahat, buruk, dan pendosa. Surat al-Furqan 28,29 menjelaskan kisah kawan yang buruk di hari kiamat kelak. Disebutkan di ayat itu bahwa seseorang yang berada di neraka menyesali karena salah memilih sahabat dan mengatakan, “Andai saja aku tidak menjadikan si Polan itu sahabatku. Dia telah mencegahku dari mengikuti kebenaran yang sebenarnya telah sampai kepadaku.”
  • Imam Ali (as) berkata “Bersahabat dengan orang yang durjana akan mengakibatkan kesengsaraan tak ubahnya seperti angin yang menyapu bangkai dan menyebarkan bau busuk bersamanya.”
  • Imam Muhammad Baqir (as) berkata, “Bersahabatlah dengan orang yang sederajat denganmu. Jangan engkau bersahabat dengan orang yang menjaminmu sebab hal itu akan mengakibatkan kehinaan dan kerendahan bagimu.”
  • Imam Ali (as) berkata, “Bersahabatlah dengan orang yang penyabar, dengan begitu engkau bisa belajar meningkatkan kesabaranmu.”
  • Imam Sadiq (as) menjelaskan, “Orang yang marah kepadamu sampai tiga kali tapi tak pernah mengucapkan kata-kata buruk terhadapmu, maka ia layak engkau jadikan sahabat.”
Imam Sadiq (as) dalam sebuah riwayat menjelaskan hal itu dalam sebuah ungkapan indah. Beliau berkata, “Berkawan ada batasnya. Siapa saja yang menjaga batasan itu berarti dia adalah sahabat yang benar. Jika tidak, jangan bersahabat dengannya.”Beliau lalu menjelaskan batas-batas persahabatan dan berkata,“Batasan-batasan persahabatan adalah; Pertama, dia mesti bersikap sama baik didepanmu maupun dibelakangmu (Yakni menjaga kejujuran dan persahabatan). Kedua, menganggap kebaikanmu sebagai kebaikannya dan celamu sebagai celanya. Ketiga, tidak mengubah perilaku ketika dia mendapat kedudukan atau harta. Keempat, jika memiliki harta, dia tak akan pernah segan membantumu. Kelima, tidak membiarkanmu seorang diri kala engkau ditimpa masalah dan kesulitan.”
Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu. Amin. (Ibnu Umar).
friendsYa Rabb … “Aku memohon kepada-MU karuniakanlah kepadaku sahabat-sahabat yang selalu mengajakku untuk tunduk, patuh dan taat kepada syariat-MU. Kekalkanlah persahabatan kami hingga kami bertemu di akhirat dengan-MU. Jika kelak sahabatku sekalian tidak menemukanku di syurga, sudilah kiranya sahabatku sekalian memanggil namaku dan bertanya pada Allah tentang diriku, dan jika ada sedikit saja kebaikanku pada kalian semoga itu bisa jadi penolongku, semoga Allah ridho padaku dan pada kalian dan menyelamatkanku, keluargaku dan kalian para sahabatku dari siksa api neraka. Aamiin.

Hijab Tempo Dulu

Berikut adalah kumpulan foto yang menunjukkan betapa mengakarnya praktek hijab syar’i di tengah kaum muslimah di berbagai penjuru dunia, yang diambil dari buku “Samudera Hikmah di Balik Jilbab Muslimah", karya Sufyan bin Fuad Baswedan, M.A. yang diterbitkan oleh Pustaka Al-Inabah.

Mengenakan hijab yang sempurna-termasuk menutup wajah-adalah ajaran islam yang telah diamalkan turun temurun sejak belasan abad lalu di hampir seluruh dunia. Ia bukanlah budaya Arab atau ciri khas madzab dan golongan tertentu. Namun ia (hijab syar’i) merupakan ijma’ amali kaum muslimin di seluruh madzab.

Sebagaimana yang dapat dilihat dalam gambar-gamabr di album ini, kaum muslimat di Andalusia, Tunisia, Maroko, dan Libya adalah penganut madzab Maliki. Sedangkan mereka yang tinggal di Mesir dan Suriah separuhnya bermadzab Syafi’i, sedangkan warga Hadramaut dan Somalia bisa dikatakan 100% bermadzab Syafi’i. Adapun mereka yang tinggal di Kuwait dan Arab Saudi merupakan pengikut madzab Hambali. Sedangkan di Balkan, Turki, Kaukasus, India, Afghanistan, Pakistan dan Kasymir adalah pengikut madzab Hanafi. Ternyata mereka semua biasa mengenakan hijab yang menutupi seluruh tubuhnya, termasuk wajah.



Salah satu kota di Andalusia yang masih kental dengan nuansa islami hingga abad 20 adalah Vejer de La Frontera. Kota ini oleh orang Arab dikenal dengan nama Qaryat al Basyir, yang kemudian diserap dalam bahasa Spanyol menjadi Vejer. Ia masuk ke pangkuan kaum muslimin sejak tahun711 M, setelah ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad yang menang melawan Duke Rodriguez.




Para wanita kota Vejer senantiasa menjaga pakaian islami mereka sejak saat itu. Mereka masih memendam rasa malu yang tinggi, yang nyaris sirna saat ini. Mereka menjadi saksi akan kuatnya pengaruh peradaban Arab-Islami bagi warga Andalusia. Demikianlah tradisi wanita-wanita Andalusia sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Abu Hayyan Al-Andalusi dalam kitabnya: Al-Bahrul Muhieth.

Ajaibnya, tradisi berpakaian seperti ini tetap eksis hingga sekitar tahun 1960 M, saat dimana larangan berpakaian islami mulai diberlakukan. Akan tetaapi ia kembali muncul pada era 70-an. Yang lebih ajaib lagi, orang-orang Spanyol sendiri mengakui kemuliaan pakaian tersebut, dan bahwasanya ia menandakan akhlak luhur pemakainya. Karenanya, tak heran jika mereka membuat patung wanita berhijab di Vejer, untuk mengabadikan sosok muslimah yang mulia.

Sumber: http://objetivocadiz.lavozdigital.es/fotos-manuel-septiem-diez/anscentral-343593.html


‘Abdul ‘Aziz al-Azhamah (1856-1943), adalah salah satu sejarawan Syam yang menyaksikan negaranya antara sebelum dan ketika penjajahan Perancis. Dalam bukunya yang terkenal (مرآة الشام), beliau mencatat berbagai perubahan yang dialami masyarakat akibat penjajahan Nasrani tersebut. Salah satu catatn yang penting bagi kita adalah sebagai berikut (hal 74):
“Konon, tiap kali para wanita keluar dari rumahnya, mereka mengenakan sarung putih yang terjulur hingga telapak kaki. Mereka juga senantiasa menutup wajahnya dengan burka (sapu tangan) berwarna, yang tidak memmperlihatkan sesuatupun dari baliknya. Sosok mereka penuh dengan wibawa dan sopan santun. Tidak ada seorang pun yang berani mendekati mereka, walaupun dari kerabat sendiri. Sebab berbicara dengan lawan jenis di pasar konon dianggap aib”

(Dinukil dari artikel tulisan Syaikh Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi, yang berjudul : 
(بدايات السفور في العالم الإسلامي (٥): سوريا), dari kolom beliau : http://www.saaid.net/Warathah/Alkharashy/m/42.htm)





Ini adalah foto-foto klasik yang menunjukkan bagaimana kebiasaan berpakaian muslimat Balkan. Semenanjung Balkan adalah sebuah daerah Eropa Tenggara yang luasnya mencapai 550.000 km2. Ia meliputi sejumlah negara seperti: Albania, Bosnia-Herzegovina, Bulgaria, Yugoslavia, Kroasia, Serbia, Hongaria, Macedonia, Kosovo, dan sebagian Turki. Mayoritas negara Balkan tadi termasuk bagian dari Daulah ‘Utsmaniyyah sejak abad 16 M, hingga masa-masa perang dunia I.







Sebagaimana wilayah Eropa lainnya yang tepengaruh ajaran Islam, wanita Turki juga memakai hijab yang sempurna saat di luar rumah. Gambar sebelah kiri adalah foto empat orang wanita dengan hijab syar’inya di kota Adana, Turki, yang diambil pada bulan April 1909.

Gambar sebelah kanan adalah foto dua orang wanita Turki, salah satunya mengenakan hijab syar’i. Catatan pada foto ini menyebutkan bahwa hijab yang menyeluruh tetap menjadi pakaian asli wanita Turki, sampai ia dilarang oleh si antek yahudi: Mustapha Kamal Ataturk, lewat aturan-aturan pertama yang dibuatnya begitu ia merebut tampuk kekuasaan. 




Dahulu, Uzbekistan adalah negeri muslim bersejarah yang berperadaban tinggi. Ia merupakan ngeri berpenduduk terbanyak di Asia Tengah (Turkistan). Sejumlah propinsinya cukup populer dalam sejarah islam, seperti Bukhara, Samarkand, Tashkand, dan Khawarizim. Propinsi-propinsi tadi telah menyumbangkan tokoh-tokoh khazanah dalam keilmuan islam. Sebuat saja Imam Bukhari, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, al-Khawarizmi, al-Biruni, az-Zamakhsyari dan banyak lagi tokoh lainnya. Konon, wanita-wanita disana menggunakan sejnis hijab yang dikenakan dengan nama “Branji”, yang menutup seluruh tubuh dari atas sampai bawah.





Dahulu, Tunisia tak berbeda dengan negeri Islam lainnya. Kaum wanitanya taat menggunakan hijab syar’i. Mereka senantiasa menutup wajah dari laki-laki ajnabi , sampai pada masa jatuhnya negeri mereka ke tangan penjajah.


Kondisi wanita Lebanon –sebelum jatuh ke tangan penjajah Barat- tak jauh beda dengan wanita Arab lainnya yang akrab dengan hijab di luar rumah. Anda mungkin akan heran jika wanita Lebanon tempo dulu biasa menutup wajahnya dengan niqab. Bahkan Anda lebih heran lagi saat mengetahui bahwa kebiasaan ini juga berlaku bagi wanita nasrani di sana.

Seorang doktor Nasrani bernama Phillip Hitti dalam bukunya, Tarikh Lubnan (hal.516-518) menceritakan keadaan kota Beirut sebagai berikut:
“Selama 10 tahun sejak Mesir menduduki Suriah, pengaruh Barat semakin merasuk ke pedalaman Lebanon. Beirut pun menjadi pelabuhan utama, dan tetap demikian kondisinya sampai haari ini...”. Phillip melanjutkan, “Saat itu bukanlah pemandangan yang biasa bila ada seorang lelaki yang mengapit lengan wanita dengan ketiaknya di luar rumah. Jarang sekali terlihat orang-orang Eropa mengenakan pakaian ala Barat di jalan-jalan. Kalaupun ada wanita Barat-istri Dubes atau pengusaha- yang nekad keluyuran dari satu rumah ke rumah lainnya , pastilah akan menarik perhatian masyarakat. Tidak ada satu kota pun di Lebanon yang bisa menyaingi Beirut. Tripoli hanyalah kota kecil yang dihuni oleh 7 ribu jiwa. Sedangkan kota Saida telah kehilangan daya tarik dan keanggunannya. Adapun kota Sur tengah terlelap dalam tidur nyenyaknya sejak abad pertengahan. Di kota-kota tersebut, wanita Nasrani senantiasa menutup wajahnya dengan hijab, sebagaimana wanita muslimah”


Sekitar 30-40 tahun silam, bisa dikatakan bahwa seluruh wanita Kuwait tidak mengenal apa yang namanya ‘menyingkap wajah’. Mereka senantiasa taat mengenakan hijab syra’i termasuk niqab.

Dalam buku (الكويت زهرة الخليج العربي) hal 162-163, seorang tokoh Irak bernama Mahmud Bahjat Sinan, menulis kenangannya tentang Kuwait sebagai berikut:
“Wanita Kuwait hingga beberapa tahun silam, senantiasa mengenakan jilbab ketika keluar rumah. Jilbab itu berupa kain atasan yang sangat panjang dan ekornya terjulur ke tanah hingga satu meter. Hal itu demi memastikan bahwa kaki mereka tertutup saat berjalan, sebab mayoritas mereka lebih suka berjalan tanpa alas kaki, dan jarang menggunakan sandal atau teklek. Mereka juga senantiasa menutup wajahnya dengan cadar tebal yang memiliki dua celah kecil di bagian mata. Salah satu keistimewaan wanita kuwait adalah mereka demikian fanatik terhadap aturan agama, dan tidak mengenal tabarruj sama sekali...”

Lawrence Dionna adalah wartawati Swiss yang mengunjungi Kuwait tahun 1968, dan menulis kesan-kesannya dalam buku (المرأة في الكويت بين الحصير والمقعد الوٕثير ). Dalam hal 22, ia mengatakan, “Tiga puluh tahun lalu, semua wanita Kuwait selalu mengenakan niqab dan abaya. Sedangkan kerudung hitam tipis yang dikenal dengan istilah “busyiah”, mereka sisipkan dibalik niqab. Kebiasaan gadis-gadis kota menutup wajahnya masih berlaku di tengah keluarga-keluarga yang agamis”.

(Dinukil dari artikel tulisan Syaikh Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi, yang berjudul : 
(الكويت: دايات السفور في العالم الإسلامي (٦), dari kolom beliau : http://www.saaid.net/Warathah/Alkharashy/m/72.htm)


Dalam artikel berjudul “Veiled Ladies in Syria (1854)”, penulisnya (pria Eropa non muslim) mengatakan sebagai berikut:
“There is another great difference between the general appearance in London and Damascus-viz., in the Eastern city, you see not the bright, joyous contenance of woman; she is deeply veiled. In Egypt she is enveloped from head to foot in a dark, and in Syria in a white sheet, which effectually obliterates all traces of shape, absolutely equalizes to the eye all ranks, age, and condotions, and suggest to the beholder the idea of a company of ghosts. During five years in the East, I never saw the face of a woman on the streets, nor did I ever see the face of a Mahommedan lady at all! I walked into the house of a Moslem on one occasion without having signified my approach, when the ladies, being unveiled, raised such shouts of terror ang indignations that I speedily made my way to the street again...”

(Artikel ini dipublikasikan oleh the New York Observer and Chronicle, [ http://blogs.commons.georgetown.edu/cs525-671project/long-long-history-of-veils/women-and-the-veil/veiled-ladies-in-syria-1854/]



Dalam buku (المجتمع المغربي كما عرفته خلال خمسين سنة، من عام ١٣٥٠-١٤٠٠ ه)
Prof. Muhammad bin Ahmad Asymagho menceritakan tentang strata masyarakat Maroko, mulai dari papan atas, menengah hingga fakir miskin. Kata beliau (hal 23), “Mengingat bahwa kaum wanita-dari ketiga strata tadi- senantiasa berhijab, dan tidak ada yang menampakkan dirinya di depan umum, baik yang cantik, biasa-biasa maupun yang buruk rupa; maka biasanya sang suami bersyukur kepada Allah atas pemberian ini. Ia akan memandang istrinya sebagai ratu walaupun dirinya telah mengenal seluk beluk kehidupan dunia seluruhnya, baik yang nampak maupun tersembunyi. Hal itu karena sang istri memiliki keistimewaan sebagai ‘rumah yang aman’ dan ‘teman perjalanan’ dalam mengarungi kehidupan. Istri juga berperan sebagai pembantu setia dalam menghadapi setumpuk kewajiban rumah tangga. Ia juga cukup sabar saat menghadapi kondisi yang sulit. Sehingga dengan demikian , sosok istri tadi tampak demikian berharga di mata para suami yang mulia.” (Dinukil dari artikel tulisan Syaikh Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi, yang berjudul : 
(بدايات السفور في العالم الإسلامي (٥): المغرب), dari kolom beliau 


Kesabaran dan keuletan wanita Hadramaut memang mengagumkan. meski negeri mereka tergolong amat minim fasilitas, terbelakang dalam iptek, dan kering kerontang; mereka tetap memegang erat ajaran islam yang satu ini. Baik saat berada di sekolah, bekerja di ladang, maupun ketika menggembala ternak, hijab tak pernak mereka tinggalkan.

Dalam gambar ini mereka yang bekerja di ladang atau menggembala sengaja mengenakan topi anyaman berbentuk kerucut yang tingginya bisa mencapai setengah meter. Udara yang masuk lewat celah-celah anyaman tadi dapat memberi sedikit kesejukan bagi kepala pemakainya, saat dirinya berada di bawah terik matahari yang kadang mencapai 50 derajat celcius!


Salib Bukan Simbolnya Orang Kristen

28 Februari 2016



Jika Anda berkunjung ke rumah seseorang yang baru Anda kenal dan melihat di atas ambang pintu atau di ruang tamu terdapat kayu salib, Anda sudah pasti bisa menebak, kalau si pemilik rumah tersebut adalah orang Kristen, karena kekristenan itu identik dengan salib. Jika mereka ditanya kenapa di rumah ini ada salib, mereka akan berkata kalau salib itu adalah simbolnya orang Kristen karena dahulu Yesus mati di atas kayu salib, dan salib itu melambangkan kasih Tuhan, demikian sebagian besar orang Kristen berpendapat. Tetapi apakah benar yang diucapkan dan pendapat orang-orang Kristen itu? Mari kita lihat apakah simbol salib itu benar-benar baru ada ketika Yesus mati di atasnya atau memang sudah ada sebelum Yesus ada di dunia ini.

Kapan sebenarnya simbol salib itu muncul?
Salib adalah salah satu lambang keagamaan yang kuno, namun cukup dikenal luas oleh masyarakat pada waktu itu. Agama-agama kuno yang dianut oleh masyarakat Asia tengah kuno sudah mengenal salib. Salib bukan saja digunakan sebagai cara menghukum para penjahat, namun lebih dari itu, salib telah digunakan sebagai objek penyembahan dari agama-agama kafir pada waktu itu. Salib di Mesir dikenal dengan nama ”Crux Ansata” atau biasa disebut ”Key of the Nile.” Menurut penelitian, pada masa itu ada bermacam-macam salib yang tersebar dan diterima oleh masyarakat Mesir kuno. Di dalam penelitian itu, ada dugaan bahwa salib Mesir Kuno menunjuk kepada simbol seksual. Hal ini berkaitan dengan ritual penyembahan terhadap Dewa Matahari. Salib yang merupakan simbol seksual ini kemudian oleh masyarakat Mesir kuno dihubungkan dengan simbol “Kehidupan” dan “Pemberi Hidup” yang menunjuk kepada Dewa Matahari. Jadi pada masa sebelum kekristenan ada, salib bagi masyarakat Mesir kuno dihubungkan dengan simbol “Kehidupan” dan “Pemberi hidup” yang menunjuk kepada penyembahan Dewa Matahari. Bentuk salib berbeda dari salib yang digunakan oleh masyarakat Persia, atau Mesir. Salib yang dikenal oleh masyarakat Yunani ini memiliki empat sisi yang sama (equal arms). Keempat sisi yang sama dianggap sebagai 4 elemen dasar, yaitu bumi, udara, air dan api.

Masyarakat Roma mengenal salib tidak hanya dalam proses penyembahan kepada para dewa, tetapi juga sebagai salah satu cara penghukuman yang paling keji. Pada masa pemerintahan Roma, penghukuman salib hanya ditujukan kepada para penjahat dan golongan budak yang merupakan masyarakat golongan bawah. Yesus disalibkan  ironisnya -- bukan diputuskan oleh pengadilan Romawi, melainkan atas permintaan dan desakan dari bangsa Yahudi sendiri kepada Pilatus (Matius 27:15-26; Markus 15:6-15; Lukas 23:18-25).
Simbol salib dipakai dasar untuk Kekristenan diambil dalam 1 Kor 1:17 apakah benar demikian? Kenapa tidak cambuk atau paku atau rantai? Apakah benar Salib itu punya arti yang sesuai dengan Nuansa Ibrani?
Jelas tidak karena Salib itu justru simbol dari kutuk dan penderitaan (Galatia 3:13)

Dalam Encyclopedia of Funk and Wagnalls dikatakan:
"Tanda salib sudah digunakan sebagai lambang sebelum zaman Kristen." Di Italia –- letak Roma yang menjadi salah satu pusat paling dini bagi penyebaran agama Kristen -- terdapat salib sebagai peninggalan dari zaman prasejarah.

Di Mesir purba, salib dijadikan lambang keagamaan yang umumnya berbentuk huruf T, yang oleh para ahli disebut dengan tau. Ada pula salib tau yang di atasnya dipasang sebuah "gagang" yang berupa lingkaran. Lingkaran itu melambangkan kekekalan. Salib yang di atasnya bergagang lingkaran itu melambangkan kekelalan hidup atau kehidupan yang abadi. Salib berlingkaran (crux ansata/salib ankh) biasa dipakai di leher para pendeta Mesir kuno sebagai kalung. Di kalangan berbagai bangsa purba di sekitar wilayah Mediterania, termasuk Funisia yang bertetangga dengan Palestina, lambang salib Mesir itu juga mengandung pengertian hikmah atau kebijaksanaan rahasia."

Suatu simbol pra-Kristen kuno yang ditafsirkan oleh beberapa pakar ilmu ghaib sebagai menyatukan zakar lelaki (palang menegak) dengan vagina perempuan (palang melintang). Ianya juga suatu simbol bagi empat arah angin dan suatu senjata kuat untuk menentang kejahatan.
Berry (Encyclopaedia Heraldica) menyebut pasal 385 jenis salib yang berlainan. Kebanyakannya hanya digunakan untuk tujuan perhiasan ataupun sebagai lambang keturunan (ERE, art. Cross, Vol. 4, mukasurat 324 dan seterusnya).

Sejak “pertobatannya” pada tahun 312-313 M, Konstantin yang telah menguasai Romawi memberikan kemudahan-kemudahan bagi gereja, di mana sebelumnya gereja ditindas dan banyak orang-orang Kristen dibunuh serta diberhentikan dari segala jabatan di dalam pemerintahan. Hal ini dilakukan sebagai tanda terima kasih, karena melalui tanda salib, ia telah memenangkan pertempuran dengan Maximius. Peristiwa ini ditandai dengan dikeluarkannya ‘Edict of Milan" yang menjamin kebebasan beragama, khususnya agama Kristen di wilayah kekaisaran Romawi. Sejak saat itu, tanda salib menjadi tanda yang penting, bukan saja di dalam gereja, tetapi juga pada pemerintahan Romawi, khususnya masa kaisar Konstantin Di dalam abad-abad pertengahan, ketika kekuasaan Romawi semakin luas, maka bersamaan itu pula kekristenan menjadi agama negara yang sangat diagungkan. Di satu sisi, salib menjadi tanda dari kepercayaan gereja, sekaligus menjadi lambang kekuasaan yang dipakai oleh kekaisaran Romawi. Lebih dari pada itu para Paus yang akhirnya menjadi pemimpin atas kerajaan/negara di kemudian hari, telah menggunakan tanda salib sebagai tanda "paksa" untuk mewujudkan segala keinginannya.

 
Melalui khotbah-khotbahnya tentang salib para Paus telah membakar semangat prajurit Romawi untuk maju berperang dengan Islam-Turki. Hal ini dikenal dengan skisma besar antara Kristen-Islam pada abad 11-12 M yang tercatat di dalam sejarah gereja sebagai peristiwa perang salib yang berlangsung hampir selama 200 tahun (1096-1291 M).
  • Perang Salib I terjadi pada tahun 1096-1099 M.
  • Perang Salib II pada tahun 1147-1149 M.
  • Perang Salib III pada tahun 1189-1192 M.
  • Perang Salib IV terjadi pada 1202-1204 M.
  • Perang Salib Anak-Anak terjadi di tahun 1212 M.
  • Perang Salib V pada tahun 1218-1221 M.
  • Perang Salib VI terjadi pada tahun 1228-1229 M.
  • Perang Salib VII pada tahun 1248-1254 M
  • Perang Salib VIII terjadi di tahun 1270 M.
Sejarah mencatat bahwa perang salib telah membuktikan 2 hal: pertama, kegagalan para pemimpin gereja pada waktu itu; kedua, tanda salib menjadi ”tanda kekuasaan dan keangkuhan” bagi para pemimpin gereja dan negara pada waktu itu.

Pada tahun 788 M, ditetapkan sebuah aturan "penyembahan terhadap salib". Peristiwa ini dimulai oleh Dowager Irene dari Konstantinopel, yang kemudian prosesi ini menjadi keputusan di dalam konsili gereja yang ditetapkan oleh Paus Hadrian I dari Roma. Sejak saat itu, ritual penyembahan terhadap salib mulai dilakukan.

Walker berkata, "…orang-orang Kristen dini bahkan menolak salib karena (berwatak) pagan….Patung-patung Yesus mula2 tidak menggambarkan dia di atas salib, tetapi dalam samaran "Gembala yang Baik" yang membawa domba." (Acharya, The Christ Conspiracy)
Orang Kristen non Yahudi abad pertama tidak mau memakai simbol salib tetapi simbol ikan yang disebut ICHTUS yang dalam bahasa Yunani berarti Ikan.
Sekalipun demikian dengan berkembangnya waktu simbol salib lama kelamaan diterima juga tetapi dicampur dengan ICHTUS.

Akhirnya simbol ICHTUS hilang total dan kembali pada simbol mesir kuno. Sangat tragis sekali, ada banyak orang2 Kristen yang memakai simbol salib harus mati dianiaya, simbol yang tidak pernah kitab suci tuliskan. Kalau begitu apa sebenarnya simbolnya orang Kristen itu?


--------------------------------------------
Sumber:
1. The sign of the cross. :atschool.eduweb.co.uk
2. The non christian  cross: enquiry in to The Origin and History of the symbol Eventually Adopted as that of our relegion, 1896
3. "Cross" In Encyclopedia Americana, p 246, Writes : A cross having four equal arms meant for all ancient peoples the four Elements (Earth, air, water, and fire)
4. Hangel, Crucificxion, p 35, 47
5. Encyclopedia of funk and wagnalls
6. Kamus Drury (Dictionary of Misticism an occult
7. Berry (Encyclopedia Heraldica)
8. Kenneth Scott Latourette, a History of Christianity :Vol 1, Beginnings to 1500, (Peabody MA : Prince press 1975); Philip Schaff,History of Christian Church,Vol .5, in AGES Software. Albany , OR USA . Version 1.0 . 1997

Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain



Sahabat dunia islam, salam sejahtera untuk kita semua semoga Allah SWT memberikan selalu keberkahan untuk kita semua. Sebagai manusia yang hidup dalam bermasyarakat tentu kita selalu bersinggungan dengan orang lain. Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat dianjurkan oleh agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”
Hadist di atas menunjukan bahwa Rasullullah menganjurkan umat islam selalau berbuat baik terhadap orang lain dan mahluk yang lain. Hal ini menjadi indikator bagaimana menjadi mukmin yang sebenarnya. Eksistensi manusia sebenarnya ditentukan oleh kemanfataannya pada yang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi parasit buat yang lainnya.
Setiap perbuatan maka akan kembali kepada orang yang berbuat. Seperti kita Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri dan juga sebaliknya. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)
Tentu saja manfaat dalam hadits ini sangat luas. Manfaat yang dimaksud bukan sekedar manfaat materi, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pemberian harta atau kekayaan dengan jumlah tertentu kepada orang lain. Manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain bisa berupa :

 
Pertama Ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum/dunia;
Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Bahkan, seseorang yang memiliki ilmu agama kemudian diajarkannya kepada orang lain dan membawa kemanfaatan bagi orang tersebut dengan datangnya hidayah kepada-Nya, maka ini adalah keberuntungan yang sangat besar, lebih besar dari unta merah yang menjadi simbol kekayaan orang Arab.
Ilmu umum yang diajarkan kepada orang lain juga merupakan bentuk kemanfaatan tersendiri. Terlebih jika dengan ilmu itu orang lain mendapatkan life skill (keterampilan hidup), lalu dengan life skill itu ia mendapatkan nafkah untuk sarana ibadah dan menafkahi keluarganya, lalu nafkah itu juga anaknya bisa sekolah, dari sekolahnya si anak bisa bekerja, menghidupi keluarganya, dan seterusnya, maka ilmu itu menjadi pahala jariyah baginya.

“Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu
yang manfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim)

Kedua Materi (Harta/Kekayaan)
Manusia juga bisa memberikan manfaat kepada sesamanya dengan harta/kekayaan yang ia punya. Bentuknya bisa bermacam-macam. Secara umum mengeluarkan harta di jalan Allah itu disebut infaq. Infaq yang wajib adalah zakat. Dan yang sunnah biasa disebut shodaqah. Memberikan kemanfaatan harta juga bisa dengan pemberian hadiah kepada orang lain. Tentu, yang nilai kemanfaatannya lebih besar adalah yang pemberian kepada orang yang paling membutuhkan.
Ketiga Tenaga/Keahlian
Bentuk kemanfaatan berikutnya adalah tenaga. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan tenaga yang ia miliki. Misalnya jika ada perbaikan jalan kampung, kita bias memberikan kemanfaatan dengan ikut bergotong royong. Ketika ada pembangunan masjid kita bisa membantu dengan tenaga kita juga. Saat ada tetangga yang kesulitan dengan masalah kelistrikan sementara kita memiliki keahlian dalam hal itu, kita juga bisa membantunya dan memberikan kemanfaatan dengan keahlian kita.

Keempat, Sikap yang baik
Sikap yang baik kepada sesama juga termasuk kemanfaatan. Baik kemanfaatan itu terasa langsung ataupun tidak langsung. Maka Rasulullah SAW memasukkan senyum kepada orang lain sebagai shadaqah karena mengandung unsur kemanfaatan. Dengan senyum dan sikap baik kita, kita telah mendukung terciptanya lingkungan yang baik dan kondusif.
Semakin banyak seseorang memberikan kelima hal di atas kepada orang lain -tentunya orang yang tepat- maka semakin tinggi tingkat kemanfaatannya bagi orang lain. Semakin tinggi kemanfaatan seseorang kepada orang lain, maka ia semakin tinggi posisinya sebagai manusia menuju “manusia terbaik”.
mari kita belajar dari penggalan kisah diceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman Asy-Syafii, berkata kepada kami Al-Qasim bin Hasyim As-Samsar, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Qais Adl-Dlibbi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sukain bin Siraj, berkata kepada kami Amr bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, maka ia bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah? Dan apakah amal yang paling dicintai Allah azza wa jalla?” Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain…” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir li Ath-Thabrani juz 11 hlm.84). Wallahu a’lam*
Semoga bermanfaat

Mengendalikan Nafsu Dengan Bijak Menilai Diri Sendiri


Sahabat dunia islam, Selain akal, manusia juga dibekali hawa nafsu. Nafsu ibarat mesin yang selalu mendorong manusia untuk melakukan sesuatu, sementara akal ialah tali kekang untuk mengontrol dan mengendalikan keinginan tersebut. Kedua hal ini mesti dijaga keseimbangannya. Memenangkan salah satu keduanya akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Manusia akan menjadi benda mati bila tidak memiliki nafsu dan sebaliknya, dia dapat berubah menjadi mesin penghancur jika akal sudah hilang di dalam dirinya.

Mengendalikan Nafsu tentu bukan pekerjaan ringan. Ia lebih sulit dibandingkan mengendalikan kuda liar. Bahkan menaklukan musuh di medan perang jauh lebih ringan ketimbang menaklukan nafsu yang ada di dalam diri kita sendiri. Saking sulitnya mengendalikannya, seorang penyair menendangkan:

“Hatiku selalu mendorongku terhadap sesuatu yang merusakku
Bahkan ia sering kali membuatku sakit
Bagaimana aku bisa membentengi diriku dari musuhku
Sementara musuhku bersembunyi di balik tulang rusukku”
Untuk menuju proses keseimbangan tersebut, perlu dilakukan penilaian, evaluasi, dan koreksi atas diri sendiri. Dalam perjalanan kehidupan ini, kira-kira apakah kita pernah salah melangkah, berbuat salah, sudah baikkah tingkah laku kita kepada orang lain? Pertanyaan kritis seperti ini perlu ditujukan sesekali untuk diri guna menimbulkan perbuatan positif pada tahap berikutnya.

Implementasi Bijak Menilai Diri Sendiri Dalam proses introspeksi diri, seseorang juga mesti adil terhadap dirinya. Hal ini sama ketika mengintrospeksi dan mengadili orang lain. Mesti adil dan tidak boleh berat sebelah.
Seseorang insan juga tidak boleh berlebih-lebihan dalam memuja kebaikan yang pernah dilakukannya dan dia juga tidak boleh menganggap dirinya makhluk paling hina, buruk, dan jelek karena pernah melakukan kesalahan. Seberat apapun kesalahan yang dilakukan, arif lah ketika menilai. Sebagaimana yang dijelaskan al-Mawardi dalam Adabud Dunia wad Din:

“Prasangka baik terhadap diri sendiri secara berlebihan akan membuat keburukan ‘di pelupuk mata tidak terlihat’, sedangkan terlalu berlebihan berprasangka buruk akan membuat kebaikan diri sendiri ‘di pelupuk mata tidak terlihat’. Cara seperti ini tidak akan menghilangkan keburukan dan tidak mengarahkan kita pada kebaikan. Al-Jahizh mengatakan di dalam al-Bayan, ‘Kita perlu adil dan bijak dalam menilai diri.’”
Setiap manusia tentu tidak ada yang sempurna dan tidak ada pula manusia yang sepanjang detik, menit, dan hari mengerjakan maksiat terus-menerus. Sudah dimaklumi bahwa perjalanan kehidupan manusia selalu diwarnai dengan sifat baik dan buruk. Sebab itu, jangan berlebihan menilai diri. Apapun hasil evaluasi tersebut, harus diterima dengan lapang dada supaya menimbulkan perubahan yang positif. Wallahu a‘lam.


--------------------
Sumber : NU.or.id

revival of Islamic faith foundation

Sejarah

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.