Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Fiqih Prioritas Dalam Islam

26 April 2012





Bismillah ..

Islam mengajarkan seluruh tata cara beramal dalam kehidupan ini, termasuk dalam hal-hal yang membutuhkan skala prioritas. Dengan kata lain, umat Islam perlu memahami tentang aktifitas-aktifitas yang wajib dan mendesak untuk didahulukan dan juga perlu mengetahui hal-hal yang diahirkan dari keseluruhan aktifitas-aktifitas. Pemahaman ini (fiqh) mutlak dibutuhkan agar umat Islam mampu mengerjakan seluruh kewajiban-kewajibannya secara optimal dan mampu meninggalkan larangan-larangan Alah SWT secara bertahap.

Fiqh prioritas memiliki hubungan yang sangat erat dengan fiqh lainnya terutama fiqh pertimbangan (muwazanah). Kaitannya dengan fiqh muwazanah itu dapat dilihat dari peranan pentingnya yaitu :- Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan- Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan , mudharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama- Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antara kebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain.

Kemaslahatan itu ada tiga macam yaitu kemaslahtan yang mubah, kemaslahatn yang sunnah, dan kemaslahatan yang wajib. Demikian juga dengan kerusakan ada dua macam yaitu kerusakan yang makruh dan kerusakan yang haram. Dari berbagai pertimbangan tersebut dapat dirumuskan urutan amal (prioritas) mana yang lebih didahulukan atas satu dengan yang lainnya.


Ukuran penting atau tidaknya suatu hal dalam kehidupan kita telah ada sumbernya, yaitu Al Qur-an. Kita bisa mengetahuinya dari banyaknya ayat-ayat yang menyinggung hal tersebut. Misalnya saja tentang ilmu pengetahuan. Ada banyak ayat dalam Al Quran yang menyerukan untuk mengkaji. Baik mengkaji ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis (alam). Juga banyak ayat yang diakhiri dengan `apakah kamu tidak memikirkan?` , `apakah kamu tidak mengetahui?`
Contoh lain lagi adalah ayat-ayat yang berhubungan dengan aqidah, tauhid yang merupaka pokok ajaran agama. Juga ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah, baik individu maupun sosial. Hal lain yang diberi perhatian adalah yang terkait dengan akhlak, sifat-sifat yang baik, kejujuran, kebenaran, kesederhanaan, rasa malu, rendah hati, harga diri, berbuat baik pada orang tua, memelihara silaturrahim, menyantuni fakir miskin, menyayangi anak yatim. 

Penentuan Skala Prioritas sangat berhubungan dengan kondisi, waktu, juga tempat. Misalnya Prioritas bagi ibu rumah tangga berbeda dengan prioritas bagi pemuda. Prioritas dalam kondisi darurat tentu berbeda dengan prioritas dalam kondisi normal. Al Quran mencontohkan hal-hal ini tidak bisa disamakan. Prioritas tiap zaman juga berbeda. 
Begitu pun dengan ilmu,ilmu adalah petunjuk amal. Dengan ilmu maka amal yang dilakukan menjadi benar. Orang yang berilmu lebih utama daripada ahli ibadah sekalipun bila itu dilakukan tanpa ilmu.

Bila kita dihadapkan pada dua pilihan amal, maka pilihlah yang ringan dan mudah dikerjakan daripada yang berat dan sulit dikerjakan. Demikianlah Islam mempermudah kehidupan kita, dan tidak mempersulitnya. Bisa kita lihat begitu banyak hal-hal yang diberikan keringanan (rukhsah) oleh Allah, dan lebih diutamakan kita mengambil rukhsah itu. Misalnya sholat jama` dan qashar ketika bepergian, boleh berbuka puasa di bulan ramadhan untuk yang sakit, tua, ibu hamil dan menyusui, dll.


Prioritas ilmu atas amal
Dalam masalah ini, kita perku mengetahui bahwa ilmu adalah prioritas daripada amal karena ilmu akan menuntun dan memotivasi timbulnya suatu amal. Sedangkan amal tidak mampu mendatangkan ilmu. Selain itu, pemahaman juga harus didahulukan daripada hafalan belaka, juga prioritas atas maksud dan tujuan (hal substantif) ketimbang penampilan luar .

Ilmu  pengetahuan  mesti  didahulukan  atas  amal perbuatan,  karena  ilmu  pengetahuanlah yang mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil dalam keyakinan umat  manusia; antara  yang  benar  dan yang salah di dalam perkataan mereka;antara perbuatan-perbuatan yang  disunatkan  dan  yang  bid’ah dalam  ibadah; antara yang benar dan yang tidak benar di dalam melakukan muamalah; antara tindakan yang  halal  dan  tindakan yang  haram; antara yang terpuji dan yang hina di dalam akhlak manusia; antara ukuran yang diterima dan ukuran yang  ditolak; antara  perbuatan  dan  perkataan  yang bisa diterima dan yang tidak dapat diterima.
Oleh sebab itu, kita seringkali menemukan ulama pendahulu kita yang   memulai   karangan   mereka  dengan  bab  tentang  ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang dilakukan oleh  Imam  al-Ghazali ketika menulis buku Ihya’ ‘Ulum al-Din; dan Minhaj al-’Abidin. Begitu pula yang dilakukan oleh al-Hafizh  al-Mundziri  dengan bukunya   at-Targhib   wat-Tarhib.   Setelah  dia  menyebutkan hadits-hadits tentang  niat,  keikhlasan,  mengikuti  petunjuk al-Qur’an  dan  sunnah  Nabi saw; baru dia menulis bab tentang ilmu pengetahuan.
Fiqh prioritas yang sedang kita perbincangkan  ini  dasar  dan porosnya  ialah ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan kita dapat mengetahui apa yang mesti didahulukan dan apa yang harus diakhirkan.  Tanpa ilmu pengetahuan kita akan kehilangan arah, dan melakukan tindakan yang tidak karuan.
Benarlah apa yang pernah diucapkan oleh khalifah Umar bin  Abd al-Aziz,  “Barangsiapa  melakukan  suatu  pekerjaan tanpa ilmu pengetahuan tentang itu maka apa yang dia rusak  lebih  banyak daripada apa yang dia perbaiki.”

"
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang
apa yang telah mereka kerjakan dahulu." (QS al-Hijr: 92-93)

Prioritas dalam bidang fatwa dan Da'wah
Di dalam bidang fatwa dan dakwah, kita perlu memprioritaskan persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan yang berat dan sulit. Berbagai nash memberikan petunjuk pada kita bahwa perkara-perkara yang mudah dan ringan lebih dicintai oleh Allah SWT. Nabi SAW ketika memulai dakwahnya sangat memberikan kemudahan dan keringanan bagi umat. Ketika ditanyakan tentang suatu hal, maka beliau cukup memberikan defenisi-defenisi sederhana, mudah, dan tidak sulit. Beliau mengarahkan kemudahan untuk mengerjakan hal-hal yang wajib daripada hal-hal yang sunnat.

Di dalam berdakwah, dikenal istilah marhalah (pentahapan). Pengharaman khamar di dalam Al-Qur’an juga dilakukan secara bertahap. Segala bentuk perintah dan larangan dari Allah SWT harus melalui pentahapannya sehingga setiap muslim pada akhirnya mampu menyanggupi seluruh perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya.

Ukuran yang benar dalam memperhatikan segala sesuatu harus berdasakan perhatian terhadap isu-isu yang disorot oleh al-Qur'an saja. Sehingga kita dengan mudah mengetahui manakah perkara yang diprioritaskan/disorot secara jelas oleh Al-Qur’an dan mana yang sedikit diperhatikan.

Tuntunan Prioritas Dalam Hal Amal
1. Memprioritaskan amal yang kontinyu diatas amal yang terputus putus " Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang kontinyu meskipun sedikit" (Muttafaq `Alaih, dari Aisyah ra—Shahih Al Jami` As-shaghir 163)

2. Memprioritaskan amal yang lebih banyak dan lebih lama manfaatnya diatas amal yang sedikit dan  sebentar menfaatnya. 

3. Memprioritaskan beramal pada zaman fitnah. Zaman fitnah yang dimaksud adalah masa ketika terjadi fitnah, ujian, cobaan, sehingga kondisi dan situasi saat itu menjadi begitu berat dan menyulitkan. Keteguhan, kesabaran, dan kekuatan untuk terus beramal sholeh dalam situasi ini lebih prioritas daripada di masa mudah.

4. Memprioritaskan amalan hati di atas amalan badan. Amalan badan yang dilakukan tidak akan berguna tanpa disertai amalan hati. Karena syarat diterimanya sebuah amalan adalah dari niat dan hati kita. Ketakwaan ada di dalam hati, keimanan ada di dalam hati, keikhlasan, kejujuran, cinta, inilah yang akan melahirkan amalan badan yang diterima oleh Allah.

5. Prioritaskan sesuai keadaaan, waktu, dan tempat. Disinilah perlunya kita melihat dan mempertimbangkan kondisi yang sedang berlangsung. Misalnya di sebuah negara bila ada pertanyaan, manakah bidang yang lebih diprioritaskan; pertanian, perindustrian, atau perdagangan? Para ulama yang mengkaji hadits-hadits terkait berpendapat, bila masanya negara tersebut kekurangan bahan makanan sehingga harus mengimpor dari negara lain, maka pertanian menjadi prioritas. Tentu saja disesuaikan juga dengan ketersediaan lahan, kesuburan tanah, dan kondisi terkait lainnya.

6. Prioritaskan memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem. Perbaikan diri adalah modal untuk memperbaiki sistem. Sistem yang baik dibuat dan dijalankan oleh individu yang baik. Karena itulah pembinaan diri diprioritaskan sebelum pembinaan masyarakat dan pembangunan sistem. Semuanya berawal dari pembinaan diri. Perbaikan diri. Ini pula alasan mengapa pembinaan diri lebih diprioritaskan daripada berjihad. Membina diri dengan mempelajari isi Al Quran, menjalankan ibadah wajib dan sunah, mengamalkan ilmu yang didapat, berakhlak dan berpikiran sesuai Al Quran, akan menjadi modal utama lahirnya orang-orang yang dapat membawa dunia kearah kebaikan.

Demikianlah ringkasan tentang fiqh prioritas, sebagaimana yang dianjurkan oleh para tokoh pembaruan Islam. Saya berharap bahwa pemikiran ini menjadi salah satu sumbangan dalam perkembangan pemikiran Islam di zaman modern ini. Segala puji bagi Allah di awal dan di akhir artikel ini.

"Ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami, dan rahmatilah kami. engkau Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (al-Baqarah: 286).

Share this Article on :

1 komentar:

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.