Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Perang Adalah Tipu Daya

30 Agustus 2011



Dalam hadis menyebut, "Peperangan itu adalah tipu daya." Dalam hadis itu disebut peperangan. Tidak disebut jihad. Kenapa Islam sewaktu-waktu menyebut peperangan dan sesekali menyebut jihad. Sebenarnya di antara jihad dengan perang ini, jihad lebih besar. Lebih global. Bila dikatakan perang, ia adalah satu juzuk kecil dalam jihad. Tidak boleh dikatakan jihad itu perang tetapi bila dikatakan perang, ia termasuk dalam jihad. Kalau begitu, di sini kita dapat lihat, pengertian perang itu sangat kecil. Cuma ia hebat. Maksudnya kecil tetapi dahsyat. Sebab bila dikatakan perang itu mesti guna senjata. Padahal peranannya kecil. Ia hanya sebahagian daripada jihad. Ia dahsyat dan mendengarnya itu mengerikan. Bila dikatakan jihad, itu besar. Ada lahir ada batin. Berdakwah dan menuntut ilmu itu jihad. Mencari rezeki yang halal juga jihad. Mencari-cari keluarga yang sudah lama tidak dijumpai pun termasuk jihad. Bermusafir untuk mencari pengalaman dan ilmu termasuk jihad. Berusaha untuk mendamaikan dua puak yang bergaduh juga jihad. Hendak mendidik nafsu, membuang mazmumah, semua itu termasuk jihad batin. Jadi bila bercakap tentang jihad, sifatnya tidak yang menakutkan. Kerana peranan jihad ini ialah untuk mempengerahui orang, hendak beri kasih sayang yakni supaya kita dapat beli hati orang. Perang tidak begitu. Perang adalah satu keadaan yang mana tidak dapat dielak dari siapa saja, kita bunuh orang atau orang bunuh kita. Sangat mencemaskan.. Perang itu tipu daya. Di sudut itu saja. Sebab dia dahsyat. Kalau kita tidak lakukan tipu daya, mungkin kita kena bunuh. Tapi atas nama jihad, tidak boleh membunuh. Pilihan raya di kira jihad bukan perang. Kalau lakukan penipuan adalah satu kesalahan. Sebab jihad itu maksudnya hendak bagi kasih sayang . Bukan hendak lahirkan kebencian. Hendak beli hati orang. Bukan sampai orang sakit hati.

Etika Peperangan
(11) وَعَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ قَالَ “كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا اَمَّرَاَمِيْرًاعَلَىى جَيْشٍ اَوْسَرِيَّةٍ, أَوْصَاهُ بِتَقْوَى اللهُ, وَاَوْصَاهُ بِمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا” ثُمَّ يَقُوْلُ” اغْزُوْا عَلَى اسْمِ اللهِ تَعَالَ, فِي سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَ, قَاتِلُوْا مَنْ كَفَرَبِاللهِ,  اغْزُوا, وَلَاتَغُلُّوْا, وَلَاتَغْدِرُوا, وَلَاتَمَثَّلُوا, وَلَاتَقْتُلُوا وَلِيْدًا, وَاِذَالَقِيْتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ, فَاَيَّتُهُنَّ مَا اَجَابُوْكَ إِلَيْهَا, فَاَقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ: ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ, فَاِنْ اَجَابُوْكَ فَاَقْبَلْ مِنْهُمْ ثُمَّ أْمُرْهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِالْمُهَاجِرِيْنَ فَاِنْ اَبَوْا فَاَخْبِرْهُمْ بِاَنَّهُمْ يَكُوْنُوْنَ كَاَعْرَابِ الْمُسْلِمِيْنَ, وَلَا يَكُوْنُ لَهُمْ فِي الْغَنِيْمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْئٌ اِلَّا اَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِيْنَ, فَاِنْ هُمْ اَبَوْا فَاَسْاَلْهُمْ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ اَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ  فَإِنْ هُمْ اَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللهِ تَعَالَ وَقَاتِلْهُمْ, وَإِذَا حَاصَرْتَ اَهْلَ حِصْنٍ فَاَرَادُوْكَ اَنْ تَجْعَلَ لَهُمْ ذَمَّةَ اللهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ فَلَا تَفْعَلْ وَلَكِنْ اجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّتَكَ, فَإِنْكُمْ اِنْ تَخْفِرُوا ذِمَمَكُمْ اَهْوَنُ مِنْ اَنْ تَخْفِرُوا ذِمَّةَ اللهِ وَإِذَا اَرَادُوْكَ اَنْ تُنْزِلَهُمْ عَلَى حُكْمِ اللهِ فَلَا تَفْعَلْ, بَلْ عَلَى حُكْمِكَ, فَإِنَّكَ لَاتَدْرِي: اَتُصِيْبُ فِيْهِمْ حُكْمَ اللهِ اَمْ لَا؟ اَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
Artinya:
Dari Sulaiman Ibnu Buraidah, dari ayahnya berkata: Raslullah SAW jika mengangkat komandan tentara atau angkatan perang, beliau memberikan wasiat khusus agar bertakwa kepada Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya. Kemudian beliau bersabda, “Berperanglah atas nama Allah, di jalan Allah, perangilah orang-orang yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan berkhianat, jangan mengingkari janji, jangan memotong-motong anggota badan, dan jangan membunuh anak-anak. Jika kamu bertemu musuhmu dari kaum musyrikin, ajaklah mereka kepada 3 hal, bila mereka menerima salah satu dari ajakanmu itu, terimalah dan jangan apa-apakan mereka, yaitu: ajaklah mereka memeluk agama Islam, jika mereka mau, terimalah keislaman mereka, kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka ke negeri kaum Muhajirin, jika mereka menolak, katakanlah pada mereka bahwa mereka seperti orang-orang arab badui yang masuk Islam, mereka tidak memperoleh apa-apa dari harta rampasan perang dan fa’I (harta rampasan perang tanpa peperangan) kecuali jika mereka berjihad bersama kaum mslimin. Bila mereka menolak masuk Islam, mintalah mereka membayar upeti. Jika mereka menyetujui, terimalah hal itu dari mereka.Lalu, bila mereka menolak, mintalah perlindungan kepada Allah dan perangilah mereka. Apabila engkau mengepung penduduk yang berada dalam benteng dan mereka mau menyerah jika engkau memberikan mereka tanggungan Allah dan Rasul-Nya, maka jangan engkau lakukan, namun berilah tanggunganmu kepada mereka. Karena sesungguhnya jika engkau mengurungkan tanggunganmu adalah lebih ringan dari pada engkau mengurungkan tanggungan Allah. Apabila mereka menginginkan engkau memberikan keamanan atas mereka berdasarkan hukum Allah, jangan engkau lakukan. Tetapi lakukanlah berdasarkan kebijaksanaanmu sendiri, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dengan hukum Allah atau tidak dalam menetapkan hukum Allah kepada mereka.” (HR. Muslim)

Hadits ini mempunyai beberapa hal penting yaitu:
menunjukkan apabila seorang pemimpin mengirimkan pasukan perang, hendaklah memberikan wasiat kepada komandannya agar bertakwa kepada Allah dan berlaku baik kepada pasukan yang dipimpinnya, lalu memberitahukan bahwa khianat dengan mengambil rampasan perang, ingkar janji, memotong-motong badan dan membunuh anak-anak kaum musyrikin adalah haram berdasarkan ijma’. Hadits diatas menunjukkan pemimpin berdakwah kepada kaum musyrikin sebelum memerangi mereka.
hadits diatas merupakan dalil yang menunjukkan bahwa upeti bisa diwajibkan kepada setiap orang kafir, baik dari ahli kitab maupun bukan, bangsa Arab maupun bukan, berdasarkan sabda Nabi, “Aduwwak (musuhmu)” bersifat umum, inilah pendapat Malik, Al-Auza’I dan lainnya, Asy-Syafi’I berpendapat bahwa upeti itu tidak diterima, kecuali dari ahli kitab (agama samawi) dan orang majusi, baik dari bangsa arab maupun bukan, berdasarkan firman Allah dalam surat at-taubah: 29 yang artinya “sampai mereka membayar jizyah dengan patuh”, setelah menyebutkan Ahli kitab dan sabda Nabi SAW, “perlakukan kepada mereka aturan ahli kitab” selain mereka termasuk kategori firman Allah dalam surat al-baqarah:193 yang artinya “dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi……” dan mengatakan hadits tersebut diatas sebelum penaklukan kota mekkah dengan dalil perintah berhijrah, sedangkan ayat yang diwahyukan setelah perintah hijrah. Dengan demikian, hadits Buraidah mansukh (tidak berlaku lagi) atau ditafsirkan maksud dari lafadz “aduwwak” (musuhmu) yaitu dari ahli kitab
Rosululloh SAW bersabda:
الحرب خُدعة
“Perang adalah tipudaya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Kalimat dalam hadits ini termasuk ungkapan hashr mubtada’ (pembatasan
kata pertama di awal kalimat) yaitu :[ الحرب ] terhadap khobar (kata penjelas mubtada’)yaitu: [ خدعة ], artinya asas dan pilar terpenting dalam perang adalah tipudaya.
Sama halnya dengan sabda Nabi SAW:
الحج عرفة
“Haji adalah Arafah.”
Maksudnya bagian terpenting dalam haji adalah (wukuf) di Arafah, tapi di sana masih ada rukun lainnya.
Ibnu Hajar berkata: “Asal dari tipudaya adalah menampakkan hal yang berbeda dari sebenarnya. Hadits ini berisi peringatan untuk selalu waspada dalam perang dan anjuran untuk menipu orang kafir, siapa yang tidak menyadari tipudaya besar kemungkinan akan terkena dampak negatifnya.
Ibnul ‘Arobi berkata: Tipuan dalam perang bisa berupa mengkelabui atau menyamar atau yang semisal. Hadits ini berisi isyarat untuk menggunakan akal dalam perang, bahkan itu lebih diperlukan daripada sekedar nyali, karena itu di sini diungkapkan dengan ungkapan pembatasan (hashr) sebagaimana sabda Rosululloh SAW: “Haji adalah Arofah.” Ibnul Munir berkata: “Makna perang adalah tipudaya artinya: Perang yang cantik dan dilakukan oleh pelaku yang handal adalah yang menggunakan tipudaya, bukan semata saling berhadap-hadapan, sebab perang frontal tinggi resikonya sedangkan tipudaya dapat dilakukan tanpa resiko bahaya.” (Fathul Bari [VI/158]).

Wajib Memerangi Musuh yang Menyerang
perintah memerangi musuh yang menyerang dan menahan diri dari mereka yang tidak menyerang. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Allah dalam firmann-Nya, "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Baqarah: 190).
"... Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka." (An-Nisa': 90).
Hal ini akan lebih jelas ketika kita perhatikan sabda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Perang adalah tipuan" [Shahih Bukhari No. 3030, Shahih Muslim No. 1740]

Demikian juga tipu daya seorang muslim terhadap orang kafir yang lebih dulu berniat membuat tipu daya terhadap dirinya dengan tujuan untuk menyelamatkan dirinya seperti ini jelas tidak tercela, bahka ini adalah tipu daya yang baik. Tipu daya ini dilakukan oleh seorang manusia. Lalu bagaimana kalau tipu daya tersebut berasal dari Dzat yang menguasai seluruh alam ? Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana, Apakah mungkin tipu daya-Nya tercela ?.

Kesimpulan.
Tipu daya itu ada yang jelek dan ada yang baik
Segala sesuatu yang tercela menurut angan-angan kita, maka akan menjadi terpuji (menjadi sebaliknya) apabila disandarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.


----------------------------------------------------------------------------------------
rujukan:almanhaj.or.id,Fathul Bari[VI/158],dll



Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.