Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Rasulullah Dengan Zainab Binti Jahsy

27 September 2011



Bismillahirrahmaanirrahiim…

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (al-Ahzab:37)
Sebagian orang beranggapan ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi, bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para Nabi dan meyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi akibat kejahilannya terhadap Alquran dan kedudukan para Rasul, hingga ia memaksakan kandungan ayat apa-apa yang tidak layak dikandungnya dan menisbatkan kepada Rasulullah suatu perbuatan yang Allah menjauhkannya dari diri Beliau.
Bilamana kaum Orientalis dan para misi penginjil bicara mengenai masalah ini dalam sejarah Muhammad, maka mereka membiarkan khayal mereka itu bebas tak terkendalikan lagi; sehingga ada diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab - ketika terlihat oleh Nabi - dalam keadaan setengah telanjang atau hampir telanjang, dengan rambutnya yang hitam panjang lepas terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai, yang akan dapat menterjemahkan segala arti cinta berahi. Yang lain lagi menyebutkan, bahwa ketika ia membuka pintu rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar Zainab. Ketika itu ia sedang telentang di tempat tidur dengan mengenakan baju tidur. Pemandangan ini sangat menggetarkan jantung laki-laki yang gila perempuan dengan kecantikannya itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun sebenarnya ia tidak dapat tahan lama demikian!

Gambaran yang diciptakan oleh khayal demikian itu banyak sekali. Akan kita jumpai ini dalam karya-karya Muir, Dermenghem, Washington Irving, Lammens dan yang lain, baik mereka ini para Orientalis atau misi-misi penginjil. Dan yang sungguh disayangkan lagi karena dalam membuat cerita-cerita itu, semua mereka memang mengambil sumbernya dari kitab-kitab sejarah Nabi dan tidak sedikit pula dari hadis.


Kisah sebenarnya, bahwa zainab binti Jahsy adalah istri Zaid ibn Harisah .–bekas budak Rasulullah– yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh Sebab itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya, maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang zainab, sementara Beliau tahu bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi dalam dirinya, dan rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya. Oleh karena itu di dalam ayat Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada Beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut sambil menasehatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya sebab Allahlah yang seharusnya ditakutinya. Jangan Sampai beliau takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia, setelah itu Allah memberitahukannya bahwa Allah langsung Yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai kebolehan menikahi bekas istri anak angkat, adapun menikahi bekas istri anak kandung maka hal ini terlarang.sebagaimana firman Allah :
“(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu)” (an-Nisa :23).


Sehubungan dengan cerita tentang Zainab bt. Jahsy serta apa yang ditambah-tambahkan oleh kaum Orientalis dan misi-misi penginjil dengan bermacam-macam tabir khayal sehingga ia dijadikan sebuah cerita roman percintaan, sejarah yang sebenarnya dapat mencatat, bahwa teladan yang diberikan oleh Muhammad dan patut dibanggakan, dan sebagai contoh iman yang sempurna, ialah bahwa dia telah menerapkan bunyi hadis yang maksudnya: Iman seseorang belum sempurna sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.1 Dirinya telah dijadikan contoh pertama manakala ia melaksanakan suatu hukum yang pada dasarnya hendak menghapus tradisi dan segala adat-istiadat jahiliah, dan yang sekaligus dengan itu ia menetapkan peraturan baru, yang diturunkan Tuhan sebagai bimbingan dan rahmat buat semesta alam.
Sejarah mencatat bahwa Muhammad telah melamar Zainab anak bibinya itu buat Zaid bekas budaknya. Abdullah b. Jahsy saudara Zainab menolak, kalau saudara perempuannya sebagai orang dari suku Quraisy dan keluarga Hasyim pula, di samping itu semua ia masih sepupu Rasul dari pihak ibu akan berada di bawah seorang budak belian yang dibeli oleh Khadijah lalu dimerdekakan oleh Muhammad. Hal ini dianggap sebagai suatu aib besar buat Zainab. Dan memang benar sekali hal ini di kalangan Arab ketika itu merupakan suatu aib yang besar sekali. Memang tidak ada gadis-gadis kaum bangsawan yang terhormat akan kawin dengan bekas-bekas budak sekalipun yang sudah dimerdekakan. Tetapi Muhammad justru ingin menghilangkan segala macam pertimbangan yang masih berkuasa dalam jiwa mereka hanya atas dasar ashabia (fanatisma) itu. Ia ingin supaya orang mengerti bahwa orang Arab tidak lebih tinggi dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
"Bahwa orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Tuhan ialah orang yang lebih bertakwa." (Qur'an, 49:13)

Sungguhpun begitu ia merasa tidak perlu memaksa wanita lain untuk itu di luar keluarganya. Biarlah Zainab bt. Jahsy, sepupunya sendiri itu juga yang menanggung, yang karena telah meninggalkan tradisi dan menghancurkan adat-lembaga Arab, menjadi sasaran buah mulut orang tentang dirinya, suatu hal yang memang tidak ingin didengarnya. Juga biarlah Zaid, bekas budaknya yang dijadikannya anak angkat, dan yang menurut hukum adat dan tradisi Arab orang yang berhak menerima waris sama seperti anak-anaknya sendiri itu, dia juga yang mengawininya. Maka dia pun bersedia berkorban, karena sudah ditentukan oleh Tuhan bagi anak-anak angkat yang sudah dijadikan anaknya itu. Biarlah Muhammad memperlihatkan desakannya itu supaya Zainab dan saudaranya Abdullah b. Jahsy juga mau menerima Zaid sebagai suami. Dan untuk itu biarlah firman Tuhan juga yang datang:
"Bagi laki-laki dan wanita yang beriman, bilamana Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketentuan, mereka tidak boleh mengambil kemauan sendiri dalam urusan mereka itu. Dan barangsiapa tidak mematuhi Allah dan RasulNya, mereka telah melakukan kesesatan yang nyata sekali." (Qur'an, 33:36)

Setelah turun ayat ini tak ada jalan lain buat Abdullah dan Zainab saudaranya, selain harus tunduk menerima. "Kami menerima, Rasulullah," kata mereka. Lalu Zaid dikawinkan kepada Zainab setelah mas-kawinnya oleh Nabi disampaikan. Dan sesudah Zainab menjadi isteri, ternyata ia tidak mudah dikendalikan dan tidak mau tunduk. Malah ia banyak mengganggu Zaid. Ia membanggakan diri kepadanya dari segi keturunan dan bahwa dia katanya tidak mau ditundukkan oleh seorang budak.


Zaid mengadukan Zainab dan perceraian
Sikap Zainab yang tidak baik kepadanya itu tidak jarang oleh Zaid diadukan kepada Nabi, dan bukan sekali saja ia meminta ijin kepadanya hendak menceraikannya. Tetapi Nabi menjawabnya: "Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah." Tetapi Zaid tidak tahan lama-lama bergaul dengan Zainab serta sikapnya yang angkuh kepadanya itu. Lalu diceraikannya.

Bagaimana Muhammad kawin dengan Zainab
Ini berarti bahwa anak angkat boleh kawin dengan bekas isteri bapa angkatnya, dan bapa boleh kawin dengan bekas isteri anak angkatnya. Tetapi bagaimana caranya melaksanakan ini? Siapa pula dari kalangan Arab yang dapat membongkar adat-istiadat yang sudah turun-temurun itu. Muhammad sendiri kendatipun dengan kemauannya yang sudah begitu keras dan memahami benar arti perintah Tuhan itu, masih merasa kurang mampu melaksanakan ketentuan itu dengan jalan mengawini Zainab setelah diceraikan oleh Zaid, masih terlintas dalam pikirannya apa yang kira-kira akan dikatakan orang, karena dia telah mendobrak adat lapuk yang sudah berurat berakar dalam jiwa masyarakat Arab itu. Itulah yang dikehendaki Tuhan dalam firmanNya:
"Dan engkau menyembunyikan sesuatu dalam hatimu yang oleh Tuhan sudah diterangkan. Engkau takut kepada manusia padahal hanya Allah yang lebih patut kau takuti." (Qur'an, 33:37)

Bagaimana pendapat kaum Orientalis tentang cerita Zainab bt. Jahsy
Sungguhpun begitu dari pihak Zainab sendiri, sesuai dengan ketentuan hubungan kekeluargaan dari satu segi, dan sebagai isteri Zaid anak angkatnya dari segi lain, Zainab menghubungi dia karena beberapa hal dalam urusannya sendiri dan juga karena seringnya Zaid mengadukan halnya itu. Semua ketentuan hukum itu sudah diturunkan. Lalu diperkuat lagi dengan peristiwa perkawinan Zaid dengan Zainab serta kemudian perceraiannya, lalu perkawinan Muhammad dengan dia sesudah itu. Semua ketentuan hukum ini, yang mengangkat martabat orang yang dimerdekakan ke tingkat orang merdeka yang terhormat, dan yang menghapuskan hak anak-anak angkat dengan jalan praktek yang tidak dapat dikaburkan atau ditafsir-tafsirkan lagi.

Kisah antara Zaid dan Zainab menimbulkan syubhat di kalangan orang-orang yang gemar menyebarkan fitnah. Mereka yang masih terbelenggu oleh hawa nafsu ini melemparkan tuduhan-tuduhan keji terhadap Rasulullah saw. Salah satu tuduhan mereka adalah bahwa setelah beliau menikahkan Zaid dengan Zainab, beliau sendiri lalu jatuh hati kepada Zainab.
Menjawab tuduhan ini, kita katakan bahwa Rasul saw tidak pernah tunduk kepada hawa nafsunya dan melanggar perintah Tuhannya. Lagi pula, keagungan pribadi beliau tidak memberi jalan bagi tuduhan-tuduhan semacam ini.
Bukankah sebelum Zainab menikah dengan Zaid, ia berada dalam tanggungan Rasul dan ia masih perawan?Andai beliau menaruh hati terhadap Zainab, beliau akan segera melamarnya, bukan setelah berlalunya tiga belas tahun dari pernikahan Zainab dan lunturnya kecantikan dan keremajaannya.
Dari sisi lain, apakah posisi sosial dan tanggung jawab Rasul sebagai nabi meluangkan waktu bagi beliau untuk mencurahkan perhatiannya pada hal-hal rendah seperti ini? Apakah masalah-masalah ini sesuai dengan pribadi mulia Rasul saw dan kehormatan keluarganya?
Muhammad saw adalah seorang rasul dan nabi agung yang senantiasa menjauhi gemerlap emas permata dan kilau duniawi. Andaipun beliau tidak memiliki kemaksuman, harga diri dan akhlak mulianya akan mencegahnya dari melirik wanita yang bukan muhrimnya.34
Alhasil, pedoman dongeng para orientalis ini adalah apa yang dinukil oleh Ibnu Atsir,35 Tabari dan sebagian penulis tafsir dalam buku-buku mereka, yaitu:
"Suatu kali, tanpa disadari, pandangan Rasul saw tertuju pada Zaid dan Zainab. Zaid merasa bahwa Rasul saw tertarik kepada Zainab. Dikarenakan kecintaannya terhadap Rasul saw, Zaid datang menemui beliau dan mengutarakan niatnya untuk menceraikan istrinya hingga tak ada penghalang bagi Rasul untuk menikahi Zainab. Meskipun Rasul saw berulangkali melarang Zaid untuk menceraikan istrinya, namun ia tetap bersikeras dan akhirnya ia bercerai dengan istrinya. Setelah itu, Rasul saw menikah dengan Zainab. "
Para orientalis tidak sekadar mengabaikan penelitian sanad kisah ini dan mencukupkan diri dengannya, bahkan mereka membumbuinya sedemikian rupa hingga menyerupai kisah-kisah seribu satu malam. Adalah jelas bahwa orang-orang yang mengenal persis sejarah Rasul saw akan menganggap kisah ini bertentangan dengan lembaran gemilang kehidupan beliau. Bahkan para ulama besar seperti Fakhrur Razi dan Alusi terang-terangan membantah kisah ini dan mengatakan bahwa kisah ini adalah buatan musuh-musuh Islam yang disebarkan di tengah penulis Muslim.36
Dengan semua ini, bagaimana bisa penggalan sejarah ini diyakini oleh Thabari dan Ibnu Katsir, sedangkan puluhan ulama yamg lain menukil kebalikan kisah ini dan menyucikan pribadi Rasul saw dari segala aib dan cela.
Sebenarnya, kami pikir, topik ini sudah demikian jelas hingga tidak lagi membutuhkan pembelaan. Meski demikian, kami akan sebutkan bukti-bukti kepalsuan kisah ini. Berikut bukti-bukti yang kami kumpulkan:

1. Kisah ini jelas bertentangan dengan sandaran utama Islam, yaitu Al-Qur'an. Karena dalam surat Al-Ahzab ayat 37 telah disebutkan bahwa tujuan pernikahan Rasul saw dengan Zainab adalah menentang adat Jahiliyah dimana seseorang tidak boleh menikahi mantan istri anak angkatnya. Lagi pula, Allah-lah yang memerintahkan hal ini, bukan karena ketertarikan Rasul saw terhadap Zainab. Di masa awal Islam, tidak ada seorangpun yang membantah hal ini. Apabila ucapan Al-Qur'an bertentangan dengan kenyataan, niscaya orang-orang Yahudi, Nasrani dan kaum munafik akan bangkit mengkritiknya. Sedangkan kita lihat dalam sejarah tidak ada satupun kritik yang ditujukan kepada Rasul saw dari mereka.

2. Sebelum menikah dengan Zaid, Zainab telah meminta Rasul untuk menikahinya. Namun Rasul saw tetap bersikeras agar ia menikah dengan Zaid, anak angkatnya. Apabila beliau memang tertarik kepada Zainab, mengapa beliau tidak segera menikahinya, padahal tidak ada satupun penghalang di waktu itu? Jadi, meski beliau melihat Zainab menampakkan kecintaan kepadanya, namun beliau tidak sekadar menolak permintaaannya, bahkan menyuruhnya menikah dengan orang lain.
Penjelasan Ayat
"(Ingatlah) ketika kau berkata kepada budakmu (Zaid) yang telah diberi nikmat oleh Allah dan dirimu 'tahanlah istrimu dan jangan ceraikan dia serta bertakwalah kepada Allah.'"37Sampai di sini, tidak ada keraguan sedikitpun. Selanjutnya, Allah berfirman, "Dan engkau menyembunyikan sesuatu dalam dirimu yang akan disingkap Allah. "
Setelah semua nasihat yang Rasul saw berikan kepada Zaid, apa yang disimpan beliau dalam hatinya hingga Allah akan menampakkannya?
Apakah mungkin secara lisan beliau melarang Zaid mencerikan istrinya, namun dalam hatinya beliau menyetujui niat Zaid hingga ia bisa menikahi Zainab?
Indikasi ini sama sekali tidak benar. Karena apabila Rasul saw memang memiliki niat ini, mengapa Allah tidak menyingkap niat batin beliau dalam ayat-ayat lain? Padahal Allah sendiri dalam ayat ini telah berjanji menampakkan niat batin beliau.
Oleh karena itu, mufasirin mengatakan bahwa yang disembunyikan Rasul saw dalam hatinya adalah wahyu Allah kepada beliau untuk menikahi Zainab setelah ia diceraikan Zaid dengan tujuan menentang adat Jahiliyah (yaitu ayah tidak boleh menikah dengan mantan istri anak angkatnya). Ketika beliau menasihati Zaid, beliau tahu akan wahyu ilahi ini, namun beliau menyembunyikannya dari orang lain. Tapi Allah dalam ayat tersebut memberitahu Rasul bahwa Dia akan menyingkapnya.
Bukti penafsiran ini adalah kandungan ayat berikut: "Setelah Zaid menceraikan istrinya, Kami perintahkan kepadamu untuk menikahi (mantan) istrinya supaya tidak ada beban bagi orang-orang mukmin untuk menikah dengan (mantan) istri anak-anak angkat mereka."
Dari kandungan ayat di atas, menjadi jelas bahwa yang disimpan Rasul saw dalam hatinya adalah wahyu Allah untuk menikahi mantan istri anak angkatnya demi menentang adat Jahiliyah.
Ayat lain yang perlu dijelaskan maknanya adalah: "Engkau takut pada orang-orang, sedangkan Allah lebih berhak untuk engkau takuti."38
Kesamaran makna ayat ini lebih sedikit dari ayat pertama, karena menentang sebuah adat yang telah lama berlaku di sebuah lingkungan yang tercemar sedikit-banyak akan menimbulkan kekhawatiran. Namun, dengan inayah dari Allah, para nabi akan mudah menghilangkan rasa khawatir mereka.
Kekhawatiran Rasul saw disebabkan oleh sangkaan beliau bahwa kaum Arab yang baru lepas dari pemikiran-pemikiran Jahiliyah akan menuduhnya melakukan perbuatan salah, padahal yang dilakukannya merupakan wahyu dari Allah.39

Dalam tafsir Al-Qummi disebutkan: "Allah berfirman, "Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian memasuki rumah nabi....."40 Sebab turunnya ayat ini adalah..... " selanjutnya, penulis menukil kisah pernikahan Rasul saw dengan Zainab.41
Dalam kitab A`lamul Waro,42 disebutkan: "Setelah Nabi wafat, Zainab adalah istri pertama beliau yang meninggal di masa pemerintahan Umar. "

-------------------------------------------------------------------------------------------------


Baca juga: (Markaz al Fatwa no. 1570),
(Tafsir al Qur’an al Azhim juz VI hal 442)
Book's: pernikahan para Makhsum
Share this Article on :
 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.