Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Harta Itu Penting

18 Oktober 2011





Dakwah sebagai sebuah panggilan jiwa, menjadi kewajiban setiap muslim. Mereka yang sadar terhadap dakwah membutuhkan banyak pengorbanan besar. Tak hanya waktu, melainkan segenap jiwa, harta dan potensi terbaik dirinya. Seorang pengusaha akan berdakwah dengan hartanya. Da’i berjiwa penulis menginfakkan tulisan sebagai sumbangsih mencerdaskan umat. Seorang khatib menggerakkan lisan untuk menyerukan dakwah bil haq dari atas mimbar.
Terlepas apapun profesi seorang da’i, dia tak menafikan kebutuhan harta. Seorang manusia berakal sehat memerlukan harta sebagai lambang kecintaan duniawi. Tapi tidak bagi seorang pendakwah, harta baginya adalah jalan menuju surga. Kita bisa belajar sejarah sahabat Rasulullah saw bagaimana mereka menginfakkan hartanya. Utsman tak segan berinfak 100 ekor unta. Abu Bakar ra mengambil keputusan “berani”. Beliau menyerahkan semua hartanya kepada Rasulullah. Saking herannya, Rasulullah menanyakan “Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?”. Beliau menjawab “ Allah dan Rasulnya”. Umar sendiri tak ketinggalan menyerahkan sebagian harta demi kepentingan jihad fisabilillah.
Miskinkah para sahabat? Tidak bahkan sejarah mencatat kekayaan dinilai seujung kuku. Mushab Bin Umair mencontohkan bagaimana harta tidak dapat membeli iman. Siapa menyangka, sosok tampan dan hartawan mau meninggalkan kemewahan duniawi. Sentuhan iman dan Islam melahirkan hidayah bagi perjalanan hidup Mushab. Usai mendengar keagungan Islam, meluncur ucapan syahadat dari bibirnya.  Sirnalah kemewahan harta, dan jadilah Mushab jatuh miskin. Tapi kemiskinan tak melunturkan niatnya berdakwah. Allah SWT mengangkat beliau sebagai duta besar muslim pertama untuk mensyiarkan Islam.



“Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik “ ( QS al-Baqarah (2) : 195)


Jihad Dengan Harta
Islam adalah sistem hidup yang mengatur urusan pribadi dan urusan publik secara seimbang. Islam secara prinsip, tidak menghendaki seseorang meninggalkan salah satu sisi kehidupan dan memforsir sisi lainnya.

Inilah sistem hidup yang seimbang (tawazun). Dalam hal kepemilikan, Islam mengakui hak-hak individu dan tidak melarang seorang Muslim untuk memiliki kekayaan, asal ditempuh dengan cara yang halal.

Kekuatan materi sangat diperlukan oleh seorang Muslim untuk mendakwahkan Islam pada kalangan yang lebih luas. Pada suatu saat di perang Tabuk, Rasulullah saw memberi syarat kepada kalangan Muslim yang boleh pergi ke perang Tabuk adalah mereka yang memiliki perbekalan sendiri.

Artinya peperangan tersebut tidak dibiayai oleh Baitul maal, akan tetapi dibiayai oleh pasukan Muslim sendiri yang berangkat. Pada saat itu beberapa orang sahabat ditolak untuk ikut serta karena mereka tidak punya bekal. Alangkah sedihnya mereka saat itu. Akan tetapi Rasulullah tetap pada pendiriannya, karena perang Tabuk adalah peperangan yang sangat berat sehingga harus memiliki perbekalan yang cukup dan kuda yang bagus.

 Rasulullah saw bersabda dalam salah satu haditsnya :

Empat hal yang akan membahagiakan manusia, yaitu istri yang sholehah, rumah yang lapang, kendaraan yang nyaman, dan lingkungan tetangga yang baik.” (al-Hadits).

Tiga hal terakhir sangat berhubungan dengan kemampuan finansial. Rumah, kendaraan, dan lingkungan yang baik dapat diperoleh dengan kemampuan financial. Selain itu Rasulullah pun menegaskan bahwa “kefaqiran mendekatkan diri kepada kekufuran.”
Dalam kondisi yang mengharuskan jihad, maka hukum jihad harta dalam pengertian khusus tersebut adalah wajib, sama seperti kewajiban berjihad dengan nyawa. Pasalnya, jihad  dengan nyawa tidak dapat terlaksana dengan sempurna tanpa jihad dengan harta. Disini berlaku kaidah, bahwa suatu perkara yang apabila sebuah kewajiban tidak akan sempurna tanpa keberadaannya, maka perkara tersebut juga menjadi wajib. Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk mengorbankan nyawa dan harta secara bersamaan dan berpasangan dengan  jihad nyawa. Sebab, masing-masing tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran pasangannya.
Dalil hukum di atas banyak terdapat pada ayat-ayat jihad, dimana seluruh perintah jihad dengan nyawa (bin nafs) selalu diiringi jihad dengan harta (bil mal). Bukan hanya itu, ditinjau dari susunan kalimat (siyaq al kalam) justru jihad dengan harta menempati posisi pertama sebelum jihad dengan nyawa, setiap kali al-Qur’an menyebut keduanya secara bersamaan, kecuali dalam satu ayat saja ( QS. at-Taubah: 111)
Contohnya adalah firman Allah SWT,  “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan nyawa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 15)

 
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Hal itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. at-Taubah: 41).
Sebagai penutup, jihad bil-maal atau jihad harta adalah ajaran Islam yang sangat berperan bagi kebaikan umat. Karenanya, ajaran ini harus terus dipahamkan dan disebarluaskan agar umat muslim dapat menggunakan hartanya dengan cara yang lebih bijak dan tepat. Cinta kepada harta tidak semestinya menghalangi  jihad dengan harta tersebut karena pahalanya teramat besar.
Jihad harta yang benar harus dilakukan dengan ikhlas, tulus, menghindari pamrih, berasal dari harta yang baik, dan proporsional, sesuai kemampuan. Wallahu a`alam bish-shawab.

Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.