Topik penyaliban Isa a.s., memang berkembang beberapa pemahaman.
·
Kristiani
beranggapan bahwa Yesus wajib wafat ditiang salib (karena inilah inti dari
ajaran penebusan dosa).
·
Yahudi juga
berkeinginan untuk membunuh Yesus (Isa a.s.) karena dia adalah hamba yang
terkutuk.
·
Muslim
(sebagian besar) beranggapan bahwa Isa a.s. dihindarkan dari hukuman salib dan
orang lainlah yang dikorbankan, dan kemudian Isa a.s. naik kelangit dengan
jasmaniyahnya (untuk hal ini sepemahaman dengan keyakinan umat kristiani).
Kisah
penyaliban Yesus memang banyak menimbulkan pemahaman yang berbeda,walaupun
banyak ulama dan para ahli yang tlah menjelaskan kisah penyaliban Yesus,tp
selalu berujung pada kerancuan.Kristen beranggapan bahwa Yesus mati di kayu
salib untuk menebus dosa manusia,sedangkan Muslim punya anggapan berbeda dalam
menafsirkan peristiwa penyaliban Yesus sendiri.Kita boleh saja beranggapan menurut pemahaman kita masing-masing,tapi untuk meyakini sejarah penyaliban yesus,mungkin sebaiknya kita kaji kembali beberapa poin penting dalam peristiwa ini.
Sebagai rasa hormat saya kepada Institusi Al Azhar, maka ijinkan saya untuk mengutip sebagian tulisan/pendapat Syeikh Mahmoud Shaltout (Rektor Universitas Al Azhar Cairo, Mesir). Pendapat beliau ini adalah berkenaan apakah Isa a.s. sudah wafat atau masih hidup (naik ke langit).
Beliau mengutip ayat 117 dari surah Al Maidah, dan dalam ayat ini ada kata "tawaffaytani" yang maknanya adalah mewafatkan. Dan beliau dalam mengartikan kata tawaffaytani ini juga merujuk kepada ayat 32:11, 4:97, 8:50. Kemudian Syeikh Syaltot menulis : "Oleh sebab itu adalah masuk akal, bahwa perkataan tawaffaytani yang disebut di atas sehubungan dengan Nabi Isa a.s. (Yesus) dalam surah Al Maidah (117) akan bermakna kematian alami secara wajar yang orang-orang memahami dan yang orang-orang berbahasa Arab mengerti dariteks dan konteks hubungan kedua-duanya. Maka jika kita ambil ayat ini menurut makna yang asli dan sesuai haruslah disimpulkan bahwa Nabi Isa (Yesus) wafat dan tak ada dalil yg menguatkan anggapan bahwa beliau masih hidup dan kematian tidak terjadi pada beliau. Juga tidak beralasan untuk mengatakan bahwa perkataan mati, wafat, dalam ayat itu bermakna bahwa beliau akan wafat sesudah turun dari langit menurut pendapat yang tersebar bahwa beliau hidup di langit dan akan turun menjelang akhir dunia. Ini disebabkan ayat itu berbicara dalam istilah yang jelas mengenai hubungan beliau dengan kaum beliau sendiri, bukan kepada kaum lain yang akan ada menjelang hari kiamat dan bukan dengan mereka yang difahami sebagai umat Muhammad saw serta bukan kaum Nabi Isa (di masa datang)." (Al Majallah, Kairo Mesir)
Demikian pula dalam Tafsir Al Azhar Prof Hamka menulis : "Adapun Ulama Indonesia yang menganut faham seperti demikian dan menyatakan pula faham itu dengan karangan ialah guru dan ayah hamba Dr. Syaikh Abdulkarim Amrullah di dalam bukunya al Qaulush Shahih, pada tahun 1924. Beliau menyatakan faham beliau bahwa Nabi Isa meninggal dunia menurut ajalnya dan diangkat derajat beliau di sisi Allah, jadi bukan tubuhnya yang dibawa ke langit".
"Sayid Rasyid Ridha, sesudah menguraikan pendapat-pendapat ahli tafsir tentang ayat yang ditanyakan ini, mengambil kesimpulan; "Jumlah kata tidaklah ada nash yang shahih (tegas) di dalam Al Qur'an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup di sana..."
Hukuman salib adalah hukuman yang terkenal dan lazim digunakan oleh bangsa-bangsa tertentu zaman dahulu. Orang Romawi sebenarnya tidak pernah menggunakan hukuman salib untuk bangsa mereka sendiri melainkan menerapkannya pada bangsa-bangsa jajahan mereka untuk menghukum orang-orang yang dianggap memberontak kepada Kaisar.
Salib atau shalb berasal dari kata ash-shaliib yang berarti sumsum atau lemak. Dalam bahasa Arab dikatakan ash-haabush-shulubi, yakni orang-orang yang mengumpulkan al'idhaama (tulang) dan mengeluarkan sumsumnya serta mencampurkannya. Di dalam Al Qur'an dikatakan,
"yakhruju min bainish shulbi wat taraaib"
(keluar dari antara tulang belakang yang paling bawah dan tulang-tulang dada - QS 86:7).
Dalam ayat yang lain dikatakan,
"Wa ammal aakharu fasyushlabu fatakuluth-thairu min rasihii"
(Dan adapun mengenai yang lain, ia akan disalibkan, burung-burung akan memakan sebagian dari kepalanya - QS 12:41).
Jika kita meneliti asal dan makna kata yang terbentuk dari huruf sh-l-b (shalb) maka artinya adalah tulang atau sumsum.
Prosesi hukuman shalb (salib) itu adalah prosesi hukuman mati yang perlahan-lahan, dan biasanya memakan waktu sampai dengan tiga hari hingga ajalnya tiba. Terhukum akan dipaku ke dua tangannya di tiang salib, dikarenakan berat tubuhnya maka si terhukum akan mengalami kesulitan nafas karena terhimpit paru-parunya hingga akhirnya hal ini akan mempercepat kematian. Oleh karena itu untuk menambah penderitaan (memperlama proses kematian) maka pada telapak kaki diberikan sandaran papan di kakinya dipakukan kepada papan tersebut (sehingga dengan kaki ini terhukum dapat berdiri menyangga tubuh). Terhukum akan dibiarkan menderita haus dan rasa sakit bahkan gangguan dari mangsa hewan liar. Pamungkas dari proses kematian ini adalah dipatahkannya tulang-tulang kaki (shalb-salib/patahkan tulang mengeluarkan sumsum) yang akan mempercepat kematian. Inilah hukuman salib (pematahan tulang dan sumsum di pancang / tiang kayu). Jadi seseorang yang hanya mengalami pemakuan di tiang kayu namun tidak mengalami pematahan tulang dan sumsum maka tidak bisa dikatakan telah di hukum salib.
Isa
a.s. (yesus) yang sudah mengetahui akan rencana penangkapan akan diri beliau,
menjelang penangkapan beliau bersama murid beliau pergi ke bukit Getsmani. Di
sana beliau berdoa dengan penuh ratap sangat pilu memohon keselamatan dari
hukuman salib (kematian terkutuk).
"Dan mulailah ia merasa sedih dan gentar. Lalu katanya kepada mereka, "Hatiku sangat sedih seperti mau mati rasanya..." Maka ia maju sedikit, lalu sujud, dan berdo'a, katanya, "Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan (kematian) ini lalu dari padaku, tetapi janganlah seperti yang kuhendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki". (Injil Matius 26: 37-39).
"Dan mulailah ia merasa sedih dan gentar. Lalu katanya kepada mereka, "Hatiku sangat sedih seperti mau mati rasanya..." Maka ia maju sedikit, lalu sujud, dan berdo'a, katanya, "Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan (kematian) ini lalu dari padaku, tetapi janganlah seperti yang kuhendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki". (Injil Matius 26: 37-39).
"la
sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdo'a; peluhnya menjadi seperti
titik-titik darah yang bertetesan ke tanah". (Injil Lukas 22 : 44).
Nabi
Isa a.s. menangis bukan karena takut melainkan menyesali apa yang diperbuat
oleh kaum Yahudi karena semata-mata kebencian dan purba sangka kepada beliau
dan hendak membuktikan bahwa beliau adalah seorang pendusta dengan kematian
terkutuk di tiang salib.
Kaum
Yahudi yang dimotori oleh para Ulama Yahudi mengadukan Isa a.s. kepada Pilatus
(Gubernur) agar ia menangkap dan mengadili Isa. Namun sebenarnya Pilatus enggan
untuk menangkap Isa a.s. dan berkata :
"Aku tidak mendapati kesalahan apa pun padanya" (Injil Yohanes 18 : 38).
"Aku tidak mendapati kesalahan apa pun padanya" (Injil Yohanes 18 : 38).
Kecewa
karena Pilatus membela Isa a,s, maka para Musuh Isa a.s. mengancam akan
mengadukan sikap Pilatus kepada Kaisar. Mereka berkata :
"Jika engkau membebaskan dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar....." (Injil Yohanes 19:12)
"Jika engkau membebaskan dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar....." (Injil Yohanes 19:12)
Pilatus
sebenarnya merasa dan mengetahui bahwa Isa a.s. bukanlah seorang biasa,
terlebih-lebih istri Pilatus memperoleh mimpi bahwa Isa a.s. adalah orang yang
benar sehingga ia berkata kepada suaminya :
"Jangan engkau mencampuri perkara orang yang benar itu, sebab karena dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam". (Matius 27 : 19).
"Jangan engkau mencampuri perkara orang yang benar itu, sebab karena dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam". (Matius 27 : 19).
Akhirnya
dengan berat hati Pilatus tidak bisa menghindar dari desakan nafsu kaum Yahudi
untuk membunuh Isa a.s. : "la harus disalibkan!" Pilatus mengambil
air dan membasuh tangannya. Di hadapan orang banyak dan berkata,
"Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri". (Injil Matius 27 : 23-24).
Bersambung.....
"Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri". (Injil Matius 27 : 23-24).
Bersambung.....
0 comments:
Posting Komentar