Revival Of Islamic Faith Foundation
News Update :

Tadabur Surat an-Naml : 40

2 Oktober 2012

"Ini adalah bagian dari karunia Allah, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur.” (QS An-Naml 40).
Ini adalah perkataan  nabi Sulaiman as. ketika mendapatkan puncak keni’matan dunia dengan ditundukkannya mahluk Allah padanya. Pada sisi yang berlawanan saat Qarun mendapatkan karunia harta yang sangat banyak, dia berkata, “Sesungguhnya harta kekayaan ini, tidak lain kecuali  dari hasil kehebatan ilmuku” (QS Al-Qashash 78). Dua kisah yang bertolak belakang menghasilkan akhir kesudahan yang berbeda. Nabi Sulaiman as mendapatkan karunia di dunia dan akhirat, sedangkan Qarun, harta yang diberikan Allah padanya di dunia menyebabkannya  diadzab Allah di dunia dan akhirat karena kekufurannya akan ni’mat Allah.
Demikianlah bahwa fragmen hidup manusia tidak terlepas dari dua golongan tersebut. Golongan pertama, manusia yang mendapatkan ni’mat Allah dan mereka mensyukurinya dengan sepenuh hati. Dan golongan kedua, manusia yang mendapatkan banyak ni’mat lalu mereka kufur atas ni’mat tersebut. Golongan pertama yaitu para nabi, shidiqqin, syuhada dan shalihin (QS 4: 69-70). Golongan kedua mereka inilah para penentang kebenaran, seperti Namrud, Fir’aun, Qarun, Abu Lahab, Abu Jahal dan para pengikut mereka dari masa ke masa.
Secara umum bahwa kesejahteraan, kedamaian dan keberkahan merupakan hasil dari syukur kepada Allah sedangkan kesempitan, kegersangan dan kemiskinan akibat dari kufur kepada Allah. “ Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan ( dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni’mat-ni’mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS An Nahl 112)
NI’MAT ALLAH
Betapa zhalimnya manusia, bergelimangan dengan ni’mat Allah tetapi tidak bersyukur kepada-Nya (QS 14: 34). Ni’mat yang Allah berikan kepada manusia mencakup aspek lahir (zhaahirah)  dan batin (baatinah) serta gabungan dari keduanya. Surat Ar-Rahman menyebutkan berbagai macam keni’matan itu dan mengingatkan kepada manusia akan ni’mat tersebut dengan   berulang-ulang selama 31 kali, “ Maka ni’mat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan ?”
Baca dan tadabburilah surat Ar-Rahman. Allah yang Maha Penyayang memberikan limpahan ni’mat kepada manusia dan tidak ada satu mahlukpun yang dapat menghitungnya.  Dari awal  sampai akhir surat Ar-Rahman, Allah merinci ni’mat-ni’mat itu.
Dimulai dengan ungkapan yang sangat indah, nama Allah, Dzat Yang Maha Pemurah, Ar-Rahmaan. Mengajarkan Al-Qur’an, menciptakan manusia dan mengajarinya pandai berkata-kata dan berbicara. Menciptakan mahluk langit dengan penuh keseimbangan, matahari, bulan dan bintang-bintang. Menciptakan bumi, daratan dan lautan dengan segala isinya semuanya untuk manusia. Dan menciptakan mausia dari bahan baku yang paling baik untuk dijadikan mahluk yang paling baik pula. Kemudian mengingatkan manusia dan jin bahwa dunia seisinya tidak kekal dan akan berakhir. Hanya Allah-lah yang kekal. Disana ada alam lain, akhirat. Surga dengan segala bentuk keni’matannya dan neraka dengan segala bentuk kengeriannya. “ Maka ni’mat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?”
Sarana Hidup (Wasa-ilul Hayah). Sungguh Maha Agung nama Rabbmu Yang Mempunyai kebesaran dan karunia. Marilah kita sadar akan ni’mat itu dan menysukurinya dengan sepenuh hati. Dalam surat An-Nahl ayat 78, ada ni’mat yang lain yang harus disyukuri manusia, “ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Cobalah renungkan! Bagaimana jika manusia hidup di dunia dalam kondisi buta, maka dia tidak dapat melihat. Seluruh yang ada dihadapannya adalah sama. Tidak dapat melihat keindahan warna-warni dan tidak dapat melihat keindahan alam semesta. Coba sekali lagi renungkan! Bagaimana jadinya jika manusia hidup di dunia dalam keadaan buta dan tuli. Maka dia tidak dapat berbuat apa-apa. Dan coba sekali lagi renungkan! Jika manusia hidup di dunia dalam keadaan buta, tuli dan gila. Maka hidupnya dihabiskan di rumah sakit, menjadi beban yang lainnya. Demikianlah ni’mat penglihatan, pendengaran dan akal. Demikianlah ni’mat sarana kehidupan (wasail al-hayat).
Pedoman Hidup (Manhajul Hayah). Sekarang apa jadinya jika manusia itu diberi karunia oleh Allah mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan akal untuk berfikir. Kemudian mata itu tidak digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah, telinga tidak digunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah dan akal tidak digunakan untuk mengimani dan memahami ayat-ayat Allah. Maka itulah seburuk-buruknya mahluk, mereka itu seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang. “ Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai” (QS Al-A’raaf 179).
Demikianlah, betapa besarnya ni’mat petunjuk Islam (hidayatul Islam) dan pedoman hidup (manhajul hayah). Ni’mat ini lebih besar dari seluruh harta dunia dan seisinya. Ni’mat ini mengantarkan orang-orang beriman dapat menjalani hidupnya dengan lurus, penuh kejelasan dan terang benderang. Mereka mengetahui yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram.
Al-Qur’an banyak sekali membuat perumpamaan orang yang tidak menjadikan Islam sebagai pedoman hidup, diantaranya digambarkan seperti binatang secara umum dan  binatang tertentu secara khusus, seperti; anjing, keledai, kera dan babi (QS, 7: 176, 62:5, 8: 55, 5:60). Diumpamakan juga seperti orang yang berjalan dengan kepala (67: 22), buta dan tuli (5:71), jatuh dari langit dan disambar burung (22: 31) kayu yang tersandar (63:4) dan lainnya.
Pertolongan (An-Nashr) Ada satu bentuk keni’matan lagi yang akan Allah berikan kepada orang-orang beriman disebabkan mereka  komitmen dengan manhaj Allah dan berdakwah untuk menegakkan sistem Islam, yaitu pertolongan Allah, “ Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad 7).
Pertolongan Allah itu sangat banyak bentuknya, diantaranya perlindungan dan tempat menetap (al-iwaa), dukungan Allah sehingga menjadi kuat (ta’yiid), rizki yang baik-baik, kemenangan (al-fath), kekuasaan (al-istikhlaaf), pengokohan agama (tamkinud-din) dan berbagai macam bentuk pertolongan Allah yang lain (QS Al-Anfaal  26, as-Shaaf 10-13 dan An-Nuur 55). Segala bentuk keni’matan tersebut baik yang zhahir, bathin, maupun gabungan antara keduanya haruslah direspon dengan syukur secara optimal. Dan dalam bersyukur kepada Allah harus memenuhi rukun-rukunnya.
RUKUN SYUKUR
Para ulama menyebutkan bahwa rukun syukur ada tiga, yaitu I’tiraaf (mengakui), tahaddust (menyebutkan) dan Taat.
1. Al-I’tiraaf
Pengakuan bahwa segala ni’mat dari Allah adalah suatu prinsip yang sangat penting, karena sikap ini muncul dari ketawadhuan seseorang. Sebaliknya jika seseorang tidak mengakui ni’mat itu bersumber dari Allah, maka merekalah orang-orang takabur. Tiada daya dan kekuatan kecuali bersumber dari Allah saja. “ Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji” (QS Fathir 15).
Dalam kehidupan modern sekarang ini, orang-orang sekuler menyandarkan segala sesuatunya pada kemampuan dirinya dan mereka sangat menyakini bahwa kemampuannya dapat menyelesaikan segala problem hidup. Mereka sangat bangga terhadap capaian yang telah dirah dari peradaban dunia, seolah-olah itu adalah hasil kehebatan ilmu dan keahlian mereka. Pola pikir seperti sama dengan pola pikir para pendahulu mereka seperti Qarun dan sejenisnya. “ Sesungguhnya harta kekayaan ini, tidak lain kecuali  dari hasil kehebatan ilmuku” (QS Al-Qashash 78).
Dalam konteks manhaj Islam, pola pikir seperti inilah yang menjadi sebab utama masalah dan problematika yang menimpa umat manusia sekarang ini. Kekayaan yang melimpah ruah di belahan dunia barat hanya dijadikan sarana pemuas syahwat, sementara dunia Islam yang menjadi wilayah jajahannya dibuat miskin, menderita dan terbelakang. Sedangkan umat Islam dan pemerintahan di negeri muslim yang mengikuti pola hidup barat kondisi kerusakannya hampir sama dengan dunia barat tersebut bahkan mungkin lebih parah lagi. I’tiraaf adalah suatu bentuk pengakuan yang tulus dari orang-orang beriman bahwa Allah itu ada, berkehendak dan kekuasaannya meliputi langit dan bumi. Semua mahluk Allah tidak ada yang dapat lepas dari iradah (kehendak) dan qudrah (kekuasaan) Allah.
2. At-Tahadduts
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan” (QS Ad-Duhaa 11). Abi Nadhrah berkata, “ Dahulu umat Islam melihat bahwa diantara bentuk syukur ni’mat yaitu mengucapkannya”. Rasul saw. bersabda, “ Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih pada manusia” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Berkata Al-Hasan bin Ali, “ Jika anda melakukan (mendapatkan) kebaikan, maka ceritakan kepada temanmu”. Berkata Ibnu Ishak, “ Sesuatu yang datang padamu dari Allah berupa keni’matan dan kemuliaan kenabian, maka ceritakan dan dakwahkan kepada manusia.
Orang beriman minimal mengucapkan hamdalah (Alhamdulillah) ketika mendapatkan keni’matan sebagai refleksi syukur kepada Allah. Demikianlah betapa pentingnya hamdalah, dan Allah mengajari pada hamba-Nya dengan mengulang-ulang ungkapan Alhamdulillah dalam Al-Qur’an dalam mengawali ayat-ayat-Nya.
Sedangkan ungkapan minimal yang harus diucapkan orang beriman, ketika mendapatkan kebaikan melalui perantaraan manusia, mengucapkan pujian dan do’a, misalnya, Jazaakallah khairan (semoga Allah membalas kebaikanmu). Disebutkan dalam hadits Bukhari dan Muslim dari Anas ra, bahwa kaum Muhajirin berkata pada Rasulullah saw. ,”Wahai Rasulullah saw orang Anshar memborong semua pahala”. Rasul saw. bersabda,” Tidak, selagi kamu mendo’akan dan memuji kebaikan mereka” .
Dan ucapan syukur yang paling puncak ketika kita menyampaikan keni’matan yang paling puncak yaitu Islam, dengan cara mendakwahkan kepada manusia. At-Tha’ah Allah menyebutkan bahwa para nabi adalah hamba-hamba Allah yang paling bersyukur dengan melaksanakan puncak ketaatan dan pengorbanan.  Dan contoh-contoh tersebut sangat nampak pada 5 Rasul utama, nabi Nuh as, nabi Ibrahiim as, nabi Musa as, nabi Isa as dan nabi Muhammad saw. Allah SWT. Menyebutkan tentang Nuh as. “Sesungguhnya dia (Nuh as) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur (QS Al-Israa 3).
Dan lihatlah bagaimana  Aisyah ra menceritakan tentang ketaatan Rasulullah saw. Suatu saat Rasulullah saw. melakukan shalat malam sehingga kakinya terpecah-pecah. Berkata Aisyah ra.,” Engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa yang lalu dan yang akan datang?! Berkata Rasulullah saw, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?“ (HR Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan dari Atha, berkata, aku bertanya pada ‘Aisyah, “ Ceritkan padaku sesuatu yang paling engkau kagumi yang engkau lihat dari Rasulullah saw!” Aisyah berkata, “Adakah urusannya yang tidak mengagumkan ! Pada suatu malam beliau mendatangiku dan berkata,” Biarkanlah aku menyembah Rabbku”. Maka beliau bangkit berwudhu dan shalat. Beliau menangis sampai airmatanya mengalir didadanya, kemudian ruku dan menangis, kemudian sujud dan menangis, kemudian mengangkat mukanya dan menangis. Dan beliau tetap dalam kondisi seperti itu sampai Bilal mengumandangkan adzan shalat” . Aku berkata, “ Wahai Rasulullah saw. apa yang membuat engkau menangis padahal Allah sudah mengampuni dosa yang lalu dan yang akan datang? “ Rasul saw. berkata,” Tidak bolehkah aku menjadi hamba Allah yang bersyukur? (HR Ibnul Mundzir Ibnu Hibban, Ibnu Mardawaih dan Ibnu ‘Asakir).
3. TAMBAHAN NI’MAH
Refleksi syukur yang dilakukan dengan optimal akan menghasilkan tambahan ni’mat dari Allah (ziyadatun ni’mah), dalam bentuk keimanan yang bertambah (ziyadatul iman), ilmu yang bertambah, (ziyadatul ‘ilmi), amal yang bertambah (ziyadatul amal),  rezeki yang bertambah (ziyadatur rizki) dan akhirnya mendapatkan puncak dari keni’matan yaitu dimasukan ke dalam surga dan dibebaskan dari api neraka. Demikianlah janji Allah yang disebutkan dalam surat Ibrahim 7, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 

© Copyright revival of Islamic faith foundation 2012 | Design by Atmadeeva Keiza | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.